Selamat membaca:)))
.
.
.
Jangan lupa follow akun penulis yah;)
.
Katanya setiap kehidupan memang berliku. Semua bakal merasakan ujian sesuai kemampuannya. Benarkah?
Kehidupan perempuan bernama Risel itu kini dipenuhi air mata. Keadaan dingin dalam rumahnya selalu menjadi bawang hingga menyebabkan matanya selalu mengeluarkan eluh. Mau bagaimana lagi kecuali hanya mampu diam?
Tinggal satu atap dengan lelaki yang dingin ketika sedang marah. Ia tak pernah tahu mengapa mudah sekali untuk berada di fase seperti ini.
Risel mengorbankan cita-citanya demi keluarga. Ia mengundurkan diri dari pekerjaan yang belum genap lima bulan. Inilah yang selalu ia alami. Tak pernah ia merasakan utuhnya bekerja minimal dua tahun penuh.
Dulu semasa belum menikah, ia bertahan sampai satu tahun tujuh bulan lalu mengambil cuti untuk menjadi relawan di Papua. Setelah kejadian tak diinginkan di Papua, ia pulang ke rumah Ibu dan memutuskan untuk berhenti bekerja.
Setelah merasakah patah hati, ia kembali lagi ke perantauan. Menjadi tenaga pendidik yang tak sampai ganap enam bulan. Ia terpaksa melepas pekerjaannya demi menyanggupi pinangan Abid.
Setelah menyelesaikan urusan dengan Mbak Ira, ia baru menyelesaikan urusan mengenai pengunduran diri dari sekolah tempatnya mengajar. Ia tak enak hati dengan Mbak Ira, sampai nangis-nangis meminta untuk tetap bekerja. Tapi keadaan memang begini adanya, tak bisa dipaksa.
Risel menatap bintang di langit dari teras belakang. Entahlah, memang benar duduk di teras belakang sangat nyaman. Ia menyelami kisah hidupnya. Memorinya terputar, membawanya pada kisah masa kecil yang hanya bisa tertawa.
Ibu. Ia rindu Sang Ibu. Selalu mengelus bahunya saat menangis ketika dimarahi Bude Uli sewaktu kecil. Ah, Bude Uli mungkin tertawa melihat keadaan Risel saat ini.
Ia menangis. Memikirkan kemana langkahnya selanjutnya? Bagaimana cara membuat Abid kembali seperti dulu? Ini memang konsekuensi. Ia berhak menerima ini karena ia dulu menyetujui hidup bersama lelaki yang selalu dibayang-bayang masa lalu.
Brak! Risel langsung berlari ke sumber suara. Ia menatap nanar vas bunga kaca yang jatuh di lantai. Lalu pandangannya naik, menatap sendu lelaki dengan wajah memar. Kenapa?
Ia melangkah maju, mencoba memapah Abid. Tak ada penolakan. Biasanya Abid selalu menghindar saat Risel mendekat. Tapi ini? Dia diam saja menyetujui setiap tindakan Risel.
Risel mendudukkan Abid di sofa. Lalu melangkah ke dapur untuk mengambilkan sebaskom kecil air hangat dan handuk kecil. Ia ikut terluka ketika Abid terluka. Bukankah begitu sejatinya seorang istri?
Tangannya menyentuh luka Abid dengan lembut. Dibersihkan dengan sangat hati-hati. Pelipisnya memar sekali. Seperti bekas tumbukkan seseorang. Ia menyentuh luka di sudut bibir Abid membuat Abid meringis menahan sakit.
“Kenapa?” Akhirnya ia berani bertanya pada Abid. Membuat lelaki itu memalingkan wajah.
“Ditumbuk orang.” Risel menghela napas mendengar jawaban Abid. Bukan hanya itu yang ingin ia dengar, ia ingin Abid mengatakan secara detail kembali bercerita seperti dulu.
“Hmm ... kenapa kok bisa ditumbuk?”
Abid diam. Dia menatap mata Risel, lalu menunduk. “Sama tunangan Mira.” Risel terkejut. Ada apa lagi dengannya dan Mira? Apakah malam ini akan mendengar kalimat yang menusuk hatinya?
KAMU SEDANG MEMBACA
ABIDAKARSA-Sebuah Jalan.(Selesai)
Ficção GeralIni squel dari cerita yang berjudul 'Sersan, Kau kembali' menceritakan kisah seorang Abidakarsa Abdullah dengan semua lukanya. yang pada akhirnya disembuhkan oleh Aninda Risel Fernisa, belahan jiwanya, Ibu dari anaknya. semua tak berhenti. Ternyata...