O7;

486 63 0
                                    

Wonyoung diopname dua hari di rumah sakit, jadi sekolahnya terpaksa ijin. Padahal Wonyoung lagi gemar-gemarnya latihan basket buat POPDA.

Dan semua kekhawatiran Seulgi dan Wonyoung pun terjadi. Taeyong benar-benar mengurangi kegiatan anak gadisnya tersebut. Mulai dari latihan basketnya sampai jadwal kursus.

"Adek keseringan ngeluarin keringat juga kan jadi pemicu dehidrasi. Olahraganya diatur sebaik mungkin biar efektif, tapi kamu gak kelelahan. Papa tetap dukung kok, hobi Adek," ucap Taeyong sambil mengusap rambut anaknya yang tengah berbaring.

"Pa, Wonyoung kan gak sering drop kayak gini," elak Wonyoung.

"Iya emang, tapi sekalinya drop langsung diinfus opname," balas Taeyong sarkas. Yang kemudian diberi ekspresi masam oleh sang anak. Bibirnya maju ke depan sebisa mungkin.

Jisung yang berada di sebelahnya pun cuma menatapnya iba. Sebagai pacar, ia tentu gak punya hak buat mengatur-atur kegiatan Wonyoung—walaupun sering sebenarnya. Apalagi kalau hobi.

Jisung membayangkan kalau Wonyoung melarang dia buat suatu hal yang dia suka, betapa mengesalkan itu buat Jisung pastinya.

Tapi ya gimana, ini kan udah orang tua yang ikut campur. Sebagai anak kita nurut aja. Kedudukan Jisung sebagai pacar pun terkalahkan—alias tidak berani.

Padahal akhir-akhir ini Jisung sering banget dengerin bualan Wonyoung soal keikutsertaan dia untuk POPDA besok. Waktunya gak sebentar lagi lah. Minta ditemenin latihan lah. Dan lain-lain.

Makanya simpati banget dia sama perasaan Wonyoung sekarang.

"Adek gak mau, Pa, bentar lagi ada POPDA. Mana bisa Adek diem terus sedangkan teman Adek yang lain latihan?" bantah Wonyoung sambil menatap Papanya tajam.

Seulgi pun mulai menghampiri anaknya, karena tau kalau anaknya bakal protes kali ini. Berusaha menenangkan salah satunya lah.

"Adek, fisik kamu aja masih belum stabil, kok bisa mikir buat latihan?" tanya Taeyong serius.

"Gimana Wonyoung gak mikir, Wonyoung kan punya tanggung jawab. Keberadaan Wonyoung disini itu cuma nyusahin buat mereka, makanya Wonyoung harus latihan, Pa."

"Terus kamu pikir dengan kamu latihan disana dengan keadaan kayak gini gak bakal nyusahin mereka gitu? Iya?" tanya Taeyong tajam. Wonyoung pun terdiam, menatap Papanya sedih. Dia bingung mau merespon apa.

Hening cukup lama. Sampai Seulgi pun turun tangan.

"Adek maksud Papa kan—"

"Papa jahat."

Taeyong menghembuskan nafasnya kasar. Mengusap wajahnya dengan kasar.

"Hush, Adek... Gak boleh ngomong gitu. Papa kan niatnya baik, Sayang," tutur Seulgi. Anaknya sudah menangis kecil di pelukan sang mama. Seulgi pun mengelus pelan rambut sang anak, menenangkannya dengan sabar.

Yeji memberikan Taeyong segelas air putih, mengajaknya duduk. Jujur bingung mau melakukan apa, ia tahu kalau papanya orang yang bijak. Orangnya family banget. Beliau bakal melakukan apapun selama keluarganya bahagia, keluarganya prioritasnya.

Jadi gak aneh kalau papanya itu terkesan protektif. Gak aneh banget.

"Pa, Papa laper ga? Masih jam makan siang nih, makan dulu yuk," ajak Yeji.

Yeji paling bingung kalau udah ketemu situasi kayak gini. Dia tau banget perasaan adiknya tapi dia sama khawatirnya kayak Taeyong. Tapi percayalah, ada yang lebih bingung daripada Yeji saat ini.

Siapa lagi kalau bukan oknum Jisung.

Dia bingung mau merespon apa. Posisinya di belakang Seulgi yang lagi dipeluk Wonyoung erat. Pacarnya nangis. Betapa ibanya seorang Jisung saat ini.

HappinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang