Diantara celah-celah jendela tepatnya sang mentari menusukkan cahayanya. Memberikan sedikit sinarnya disudut kamar putih, tempat mimpi-mimpi dimalam hari mengisi ruang kepala seorang gadis berusia 16 tahun bernama Agatha Puteri.
Jarum jam yang berhenti menunjukan pukul 6 pagi. Didepan sebuah cermin yang berdiri tegak, Agatha tengah menyisir rambut coklat nan indah miliknya. Warna rambutnya begitu menawan, panjangnya hanya sebahu, sedikit bergelombang dan sangat halus bila disentuh.
Agatha adalah refleksi dari kata rupawan, badannya tegap seakan terlihat kuat dan anggun pada setiap langkah kakinya, kulitnya putih pucat namun terlihat serasi dengan bibirnya yang berwarna merah muda, ia mengenakan kacamata berbentuk bulat besar yang terlihat sangat cocok ketika ia mengenakannya, dan tatapan mata yang tidak dimiliki oleh orang lain membuatnya memikat hati para lelaki.
Agatha segera keluar dari kamarnya selepas ia merapikan seragam putih abu-abu yang dikenakannya Senin pagi ini. Ia menuruni anak tangga penuh semangat dan mengambil bekal makan siang buatan bibinya dimeja makan.
"Hati-hati teh Aput,"
Suara yang tak asing didengar oleh Agatha. Bibi Tutik, pembantu rumah tangga dirumah Agatha. Panggilan Aput disematkannya kepada Agatha sebagai tanda kasih sayang dari beliau untuk Agatha. Sudah sekitar 14 tahun bekerja dirumah mendiang ayahnya, beliau bekerja dengan sangat sabar dan setia kepada tuannya. Bahkan ketika Rodger -ayah Agatha-meninggal dunia, beliau masih setia menemani Agatha dirumahnya.
"Makasih bi Aput jalan dulu, titip salam buat Tante Clara. Pasti masih tidur tuh manusia."
Ucap Agatha sambil memutar bola matanya.
"Duh yang sabar teh, biasa kalo Bu Clara seperti itu, maklumi saja."
Tutur Bi Tutik pada Agatha.
Aghata lantas menaiki motornya dan menuju sekolah selepas ia berpamitan dan mencium tangan Bibi Tutik.
Agatha pergi menyusuri jalan menuju sekolahnya dengan rute yang sama setiap harinya. Namun anehnya pagi hari ini ia terjebak macet yang cukup lama hingga membuang waktunya sekitar 15 menit.
"Ah sialan, telah nih gue!"
Serunya pada diri sendiri, membuat pengendara disekitarnya menatap kearahnya dengan tatapan tidak heran seolah mereka merasakan hal yang sama dengan Agatha.
Ada apaan sih rame banget didepan sana?
Agatha bertanya tanya dalam hatinya.
Lantas ia menyandarkan motornya dipinggir jalan dan berjalan menuju keramaian yang ia duga menjadi penyebab kemacetan berkepanjangan pagi ini.
Ia berusaha memasuki kerumunan warga yang sedang melingkari sesuatu, saat ia tak sengaja melihat rupanya 2 orang lelaki sedang berkelahi. Yang satu terlihat seumuran dengannya, namun lelaki didepannya terlihat sangat kekar seperti Indian. Mereka berdua berdiri berhadapan seperti ingin menyantap satu sama lain.
Ia mengamati dengan teliti penyebab kerusuhan ini. Rupanya cowok yang terlihat seusia dengannya tidak sengaja menabrak sebuah mobil angkutan kota dan membuat sopir angkot tersebut marah bukan kepalang.
Namun Agatha tidak melihat satu rasa takut pun pada wajah cowok yang menabrak angkot tersebut.
"Udah deh, gua gamau ambil pusing. Bayar nih kerusakan atau lu ikut gua sekarang ke kantor polisi!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Agatha : Tentang Ampau
Teen Fiction"Amriel Fauzan bin Sahrul, biasa dipanggil Ampau. Anak pindahan dari Bogor tapi asli betawi dan sekarang mengemban ilmu disatu sekolah yang sama dengan gue, sekolah yang elite dan famous se-Indonesia. Ampau si anak dengan reputasi yang gemilang memb...