02. Goresan

208 43 25
                                    

"Yang sudah retak sulit diperbaiki. Terlalu buruk untuk berpura-pura terlihat baik. Terlalu hancur untuk terlihat sempurna."

***


Pagi-pagi sekali Zidni sudah berangkat sekolah. Bersenandung riang seraya kakinya yang semangat melangkah menuju sekolah. Moodnya sedang sangat baik. Wajahnya cerah secerah mentari dipagi hari.

Riana sampai dibuat keheranan karena Zidni terlihat berbeda hari ini. Cewek ini bahkan memilih menggunakan angkutan umum daripada mobil yang biasanya ia gunakan. Zidni memilih turun dari angkutan umum dan melanjutkan perjalanannya dengan berjalan kaki. Zidni masih butuh waktu lima belas menit untuk sampai sekolah.

"I like your eyes, you look away when you pretend not to care. I like the dimples on the corners of the smile that you wear..." suara Zidni yang terbilang cukup bagus membuat pandangan orang yang berpapasan dengannya menatap takjub.

"I like you more, the world may know but don't be scared. Coz I'm falling deeper, baby be prepared..." rambut Zidni yang tergerai bergerak kesana kemari bersamaan dengan gerakan Zidni yang tidak bisa diam.

"I like your shirt, I like your fingers, love the way that you sm-- ASTAGA!" Zidni tersungkur setelah tidak sengaja tersandung batu akibat dari ia tidak memperhatikan jalan.

"Ouchhh!" dengkulnya berdarah. Matanya sudah berkaca-kaca karena merasakan sakit pada dengkulnya. Zidni memejamkan matanya merasakan kesakitannya bertambah saat ia mencoba untuk meluruskan kakinya.

"HUAAA MAMA!" Zidni menangis kencang. Disaat seperti ini entah mengapa Zidni merasa jalan menjadi lenggang membuat Zidni tidak tahu harus meminta pertolongan pada siapa.

Zidni duduk disamping jalan persis seperti anak kecil yang terlantar. Seragamnya pun sudah lusuh dan kotor. Ujung roknya robek karena terseret pada tanah yang dipenuhi kerikil.

"Harusnya tadi gue naik mobil aja... Hiks," rutuk Zidni. Nasi sudah menjadi bubur. Zidni hanya bisa menyesali pilihannya. Kalau sudah begini dirinya sendiri yang menanggung akibatnya.

"Ck, ceroboh."

Zidni mendongak saat melihat sepasang sepatu berhenti didepannya. Matanya menyipit karena silau. Zidni baru bisa melihat wajah cowok ini saat dia berjongkok dihadapannya.

"Lo--" dahi Zidni berkerut. "Aww! Sakit!" Zidni memukul tangan Gavan yang hendak meluruskan kakinya.

"Tahan sebentar," titah Gavan datar. Zidni memejam matanya. Tangannya mencengkram kuat rok menahan sakit dan ngilu dikakinya.

"S-- sakit!" Zidni kembali menangis. Napasnya terengah-engah karena sesegukan.

"Cengeng." Gavan mencibir dengan wajah tidak berdosa. "Bisa berdiri?" tanya Gavan yang sudah lebih dulu berdiri. Zidni mengusap air matanya kasar. Mendongak lalu menggelengkan kepalanya lemah.

"Naik!" Gavan kembali berjongkok dengan posisi membelakangi Zidni.

Dengan ragu Zidni mulai mengalungkan tangannya pada leher Gavan. Dengan mudah Gavan sudah membawa Zidni dipunggungnya. Melangkahkan kaki menuju mobil yang terparkir disebrang jalan.

"Lo udah nolongin gue dua kali tapi gue belum tau nama lo," ujar Zidni saat mereka sudah masuk ke mobil.

Gavan menoleh sekilas dan berujar pelan. "Gavan." Lalu ia mulai melajukan mobilnya menuju sekolah.

Jantung Zidni seperti drum yang dipukul kencang saat tahu nama cowok yang sudah menolongnya ini. Namun sebisa mungkin Zidni tetap terlihat biasa saja. Ngga cuma satu orang yang punya nama sama kayak dia didunia ini, tenang Zidni tenang.

OCCASION Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang