P r o t e c t i v e

19 3 0
                                    

Kegaduhan di luar kamar, selalu di dengar Se hee setiap harinya. Bukan karena tukang bangunan sedang memperbaiki rumahnya. Kegaduhan itu terjadi karena orang tuanya selalu beradu argumen saat berada dirumah. Bukan hanya itu saja, papanya bahkan tidak segan-segan membanting semua benda yang ada disekitarnya.

Se hee hanya bisa duduk dibalik pintu kamarnya, memeluk lututnya sendiri sambil meladeni semua yang terlintas di kepalanya. 

"Aku lelah". Ujarnya sambil membuka gagang pintu, lalu perlahan berjalan menuju ruang tamu dimana mamanya berada.

"Ma, aku pengen hidup mandiri". Katanya sambil menjatuhkan diri di sofa, samping mamanya.

"Ngaco kamu".

"Aku udah 24 tahun ma, gajiku juga sudah cukup untuk beli apartemen". 

"Gak. Kamu harus tinggal sama mama sampai kamu dapet suami".

Se hee hanya bisa menghela napas kasar. Tak ada yang bisa ia lakukan jika menyangkut mamanya. Dia kembali ke kamarnya untuk bersiap-siap untuk pergi. Bukan pergi dari rumah, tapi Se hee akan berkumpul dengan teman sebayanya karena ini adalah akhir pekan.

~

"SE HEE KAU DIMANA?". Kata seseorang di seberang telepon.

"Di jalan, kau tidak perlu teriak bodoh". Ujar Se hee yang kenyataannya masih di dalam kamar dengan baju jalan tetapi masih diatas kasur sambil bermain hp.

Se hee menunggu sampai ibunya berangkat kerja. Karena jika dia ketahuan pergi saat akhir pekan, dia akan dimarahi habis habisan oleh mamanya dengan omelan yang sama.

Bukankah gadis 24 tahun seharusnya sudah mempunyai apartemen sendiri? Bukankah gadis 24 tahun bebas berkeliaran menikmati akhir pekannya?

Berbeda untuk Se hee, walaupun orang tuanya yang super sibuk jarang dirumah. Tetap saja kan susah untuk melewati satpam depan rumahnya. Papa Se hee itu super disiplin. 

~

"Datang juga akhirnya". Sindir Somi bersamaan Se hee yang duduk di sampingnya.

"Mama baru berangkat". Ujar Se hee malas.

"Kenapa ga cari rumah sendiri aja? Daripada-". Oceh Haechan

"Dilarang, tadi sudah bilang ke mama, males banget". Kata Se hee sambil menjatuhkan kepalanya di meja.

Teman-temannya saling menatap,  Somi menyenggol lengan Haechan.

"Malem ini nginep aja dirumah aku". Sambil tersenyum bak om om pedofil.

"Aku tadi bawa panci di tas, mau dipukul pakai itu?". 

"Bercanda sayang". 

Somi hanya menjadi backsound tawa diantara percakapan mereka berdua.

"Heh, Ngapain diem aja?". Kata Se hee sembari mengayunkan tangan di depan muka Renjun.

"Maklum, habis diputusin". Kata Haechan meledek.

"Kau? Orang yang kau suka bahkan tak tau". Kata Renjun sambil memutar sedotan di dalam gelas minumannya.

"Y-ya gausah bahas disini juga". Ucap Haechan terbata.

Se hee dan Somi bersamaan menatap Haechan.

"Beneran? Sama siapa chan?". Tanya Somi

Haechan menatap Somi malas. Somi tau kalau sebenarnya Haechan sudah lama menyukai Se hee yang notabenenya adalah temannya sendiri. Haechan bahkan menyatakan perasaannya blak-blakan tapi Se hee hanya menanggapinya sebagai  'candaan'. Karena tak jarang Haechan melemparkan candaan yang membuat hidup suasana.


"Habis ini mau kemana?". Tanya Haechan pada Se hee.

"Kemana lagi, palingan mau nongkrong sendirian di pinggir sungai kayak sad gurl". Cela Somi.

"Pinter. Tumben". Jawab Se hee.

"Temani gih chan, biar ga sendirian mulu, kasian mana masih muda". Ledek Renjun yang akhirnya membuka suara setelah berabad abad.

"Gak. Nanti ngerusuh kaya monyet". 

"HAHAHAHAHAHHA KASIAN BANGET". Tawa Somi dan Renjun.

Haechan yang mendengar jawaban Se hee hanya bisa menggembungkan pipi lalu menunjukkan aegyo. Ingin rasanya Se hee memukulnya dengan apapun jika mereka sedang tidak di tempat umum.

You are My HalcyonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang