Prita Dominique meringis menahan nyeri di perut bawah. Ekspresinya tersembunyi di bawah bantal. Sementara Chandra Pradipta hanya diam, menatap perut datar istrinya yang berkulit putih seraya mengompres permukaannya dengan botol yang berisi air hangat.
Chandra bergumam menyenandungkan lagu untuk mengusir sepi di dalam kamar itu. Sesekali pria itu menyeka peluh Prita di pelipis. Campur aduk perasaan keduanya tersampaikan oleh udara kamar yang membuat sesak.
Chandra termenung, sementara otaknya bergelut dengan berbagai macam pikiran yang membuat kusut. Saking kusutnya Chandra tak mampu mengurai satu per satu apa permasalahannya. Antara cinta, kebohongan, dan satu hal yang Chandra sadari bahwa 24 jam bersama Prita kadang membuat pribadi gadis itu perlahan terungkap.
Dengkuran halus terdengar dari bibir Prita. Melihat tubuh Prita yang meringkuk tengkurap, ia membalik posisi tubuh istrinya agar bisa tidur dengan nyaman.
"Cantik ...." Manik mata Chandra membulat saat disuguhi wajah polos Prita yang tanpa dipoles make up. Tanda lahir itu kini memang pudar, tetapi bila diperhatikan seksama masih ada sisa sedikit di beberapa tempat yang mungkin tak bisa dihilangkan saat tindakan.
Chandra menelan ludahnya kasar. Kelenjar liurnya seolah terangsang melihat pemandangan gadis yang tidur dengan baju tidur yang kini menyibak memperlihatkan tali bra-nya. Bahu yang terkuak itu menampakkan tulang selangka yang menonjol dan terlihat seksi di mata Chandra. Leher jenjang milik Prita itu juga seperti memanggil-manggil bibir Chandra untuk mendarat. Semua pemandangan di depannya itu menyentil naluri alamiahnya.
Chandra hanya bisa menghela napas panjang. Ia harus menahan diri beberapa hari sampai saatnya tiba ia bisa melakukan kewajibannya mengemban misi yang disampaikan oleh Tuhan saat penciptaan : "Beranakcucu dan berkembang biak".
***
Prita terbangun dari tidurnya saat sinar matahari yang menyusup dari celah tirai jendela kamar itu mengenai wajahnya. Matanya susah terbuka karena sebelum tidur ia sempat menitikkan air mata yang mengandung garam sehingga pada pagi harinya sisa bulir air matanya mengkristal membuat lengket antara kedua kelopak matanya.
Hati-hati Prita mengusap perlahan kedua matanya dengan jemari lentik. Gadis itu menyadari nyeri di perutnya telah lenyap. Ditengoknya ke sebelah kiri, terlihat wajah Chandra yang sedang asyik tidur dengan merangkulkan lengan kekar di perut datar Prita. Prita mengangkat tangan itu pelan-pelan. Tidak ingin membangunkan Chandra yang semalaman berjaga karena susah tidur kembali.
Prita sengaja membangunkan suaminya setelah ia selesai memoles wajahnya. "Mas ... bangun."
Chandra menggeliat mengangkat tangannya ke atas untuk meregangkan tubuh kakunya. "Bagaimana nyerimu?"
"Sudah baikan," jawab Prita dengan senyuman yang terulas dari bibir yang dipoles lipstick warna nude.
"Syukurlah. Nanti Pak Wayan menjemput jam 9," kata Chandra sambil bangun dan duduk di atas kasur.
"Makanya, kita siap-siap," ujar Prita. Chandra menyibak selimutnya dan saat ia berjalan menuju ke kamar mandi, Prita menghambur ke pelukannya.
"Makasi ya, Mas. Udah ngerawat aku semalam."
Chandra tertegun sesaat ketika lengan kurus itu melingkar di perut berototnya. Dia menunduk dan mengelus lengan itu sambil mengulas senyum tipis di bibirnya. Sementara Prita menghirup aroma tubuh Chandra yang manis. Entah kenapa gadis itu sangat menyukai wangi tubuh Chandra yang membuat batin Prita terasa tenang. Aroma semanis cinnamon itu sangat disukai oleh Prita.
Tubuh mereka berhimpit, bibir mereka terkunci dan mereka saling menikmati pelukan pagi itu. Satu menit ... dua menit ... hingga lima menit. Prita masih memeluk erat Chandra dari belakang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tangled (Completed)
RomanceChandra Pradipta, pemuda selengekan yang enggan berkomitmen. Di usianya ke 28 tahun, Prita kekasihnya meminta agar Chandra segera menikahinya. Namun, adik Chandra - Cinde, yang enam bulan lagi menikah membuat Chandra tidak bisa langsung menyetujui n...