Pagi-pagi sekali Arina terbangun, wanita itu menyingkirkan lengan Devano yang tengah memeluknya. Ia beranjak dari tempat tidurnya sambil menutup mulut dengan telapak tangan.
"Hoek...."
"Hoek...." lagi-lagi ia merasa mual, Arina bergegas ke kamar mandi.
Devano mengucek matanya saat mendengar suara sang istri di kamar mandi. Ia akhirnya bangun dengan mata setengah terpejam untuk mengecek keadaan Arina yang mengalami morning sick. Devano melihat wanita itu masih mencoba memuntahkan sesuatu namun hanya air liur yang keluar dari mulutnya.
Seketika mata Devano terbuka sepenuhnya, dengan telaten ia mengusap tengkuk Arina berkali-kali, "Masih mual?" tanyanya khawatir yang di balas gelengan oleh sang istri. Arina langsung berkumur dan membasuh wajahnya.
"Apa wanita hamil selalu begini? Astaga aku tidak tega melihatnya sayang." Arina terkekeh pelan. Memang beberapa minggu terakhir ini Arina sering sekali merasa mual, terkadang juga pusing. Devano yang notabennya berhati lembut, tidak tega melihat istrinya yang hampir setiap hari mengalami morning sick.
"Aku baik-baik saja, sungguh." Devano merangkul kedua bahu Arina dan menuntunnya agar duduk kembali di ranjang mereka.
"Kau ingin sesuatu? Aku buatkan susu ya?"
"Ini masih terlalu pagi untuk minum susu Mr Corald," ucap Arina kembali berbaring di atas ranjang.
"Lalu kau ingin apa?"
"Aku ingin kau memelukku, cepat Mr." Arina merentangkan kedua tangannya yang langsung di sambut hangat oleh Devano.
"Aish kau sangat manja sekarang." Devano mengusap rambut legam Arina. Wanita itu mendongak lalu tersenyum malu.
"Anakmu yang manja bukan aku." dengan cepat ia menyembunyikan wajahnya di dada Devano.
"Arina.."
"Emm," gumamnya pelan.
"Apa kita perlu ke rumah sakit?" ujar Devano membuat Arina mengerutkan dahinya bingung.
"Kenapa?" Devano mengulum bibirnya sebelum berkata.
"Semalam kan kita...." Devano tidak melanjutkan kata-katanya, melainkan pria itu melirik takut pada Arina yang berada di bawahnya.
"Oh i-itu, ekhem aku baik-baik saja. Jadi tidak perlu ke rumah sakit. Lagipula kau memperlakukanku dengan lembut." tanpa sadar Devano menghela nafas lega.
"Hah... syukurlah kalau begitu, aku hanya takut jika terjadi sesuatu." tangan Devano merambat ke perut istrinya yang mulai membesar.
"Sudah aku ingin tidur lagi, jangan berisik." Devano tersenyum dan semakin mengeratkan rengkuhannya.
"Tidurlah."
****
Seiring berjalannya waktu usia kandungan Arina sudah memasuki empat bulan. Perutnya juga tampak lebih besar. Berat badannya semakin bertambah, dapat dilihat dari pipinya yang terlihat berisi. Kalau kata Devano sudah seperti kue mochi, tapi jangan sampai ia berkata di depan Arina, atau dia tidak akan bisa bermanja-manja dengan istrinya nanti.
Devano tidak masalah jika berat badan Arina bertambah, justru wanita itu semakin seksi tiap harinya, membuat Devano kerap kali berfantasi liar.
Sekarang mereka duduk di meja makan untuk sarapan bersama. Nyonya Grace mengambilkan beberapa lauk untuk menantunya.
"Kau harus makan yang banyak, agar bayimu sehat." Arina hanya tersenyum tipis. Sesungguhnya ini benar-benar menyiksanya, Arina juga ingin menjaga bentuk tubuhnya, tapi mertuanya ini selalu memaksanya untuk makan. Apa boleh buat, Arina hanya akan menurutinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Corald [PROSES PENERBITAN]
Любовные романыDingin, satu kata yang mendeskripsikan seorang Devano Corald. Tatapan tajam serta paras yang menawan, menjadi daya tarik tersendiri bagi kaum hawa berlomba-lomba mendapatkannya. Hidup diselimuti ego yang tinggi, dan penuh penekanan. Dari kecil menja...