"Makan siang bos!" Seru Rendi sembari mengangkat sendoknya ketika Bagas keluar ruangan.
"Wuih, tumben bawa bekal ke kantor Ren?" Bagas merasa heran mendapati sang sekretaris yang baru kali ini makan siang di ruang kerja.
"Bukan gue yang bawa, ini dikasih Hanum. Enak banget deh masakannya!" Jawab Rendi dengan antusias.
"Hanum sekarang kemana? Lo tega banget mentang-mentang orang baru di sini sampai ngerampas bekal dia." Protes Bagas sembari menatap tajam pada laki-laki itu. Alih-alih merasa bersalah, Rendi justru tertawa.
"Hanum sukarela ngasih. Lagian tadi pas dia buka makanan langsung mual. Sekarang lagi muntah-muntah di kamar mandi. Tadi mau gue bantuin dianya enggak mau. Ya sudah gue tunggu di sini sambil makan." Bagas sontak terdiam, raut wsajahnya berubah datar.
"Nanti pas Hanum keluar langsung suruh masuk ke ruangan gue." Perintah Bagas kemudian kembali masuk ke ruangannya tanpa menunggu jawaban Rendi.
.....
Hanum
Aku mengusap bibirku pelan, rasanya pahit setelah berhasil memuntahkan cairan bening tadi. Padahal di awal-awal kehamilan, aku tidak mendapati rasa mual atau muntah seperti sekarang. Tapi masuk trimester kedua, entah mengapa rasanya begitu berat.
Setelah itu mengusap perutku dengan gerakan teratur. Tentu sembari bergumam menenangkan janinku yang tidak berhenti bergerak di dalam sana. Sambil berjalan sedikit tertatih, aku kembali ke ruang kerja.
"Sudah mendingan??" Tanya mas Rendi dengan raut cemas.
"Alhamdulillah sudah mas,"
"Nih minum dulu." Titahnya sambil memberikan segelas air hangat.
"Makasih mas, maaf ya ngerepotin."
"Biasa saja kali, Han. Ngomong-ngomong thanks ya bekal yang lo kasih enak." Aku tersenyum.
"Sama-sama mas,"
"Terus lo minta ganti makan apa biar gue beliin di luar?" Aku langsung menggeleng.
"Enggak perlu mas, aku sama sekali enggak pengen makan apa-apa."
"Ya sudah, tapi kalo nanti mendadak pengen sesuatu bilang saja."
"Iya!" Aku bersyukur rekan-rekan kerja di sini cukup baik dan menyenangkan.
"Oh iya, bos Bagas tadi minta lo masuk ke ruangannya. Nggak tahu disuruh ngapain." Aku terkejut. Pak Bagas minta aku ke ruangannya jam makan siang begini? Tumben banget?
"Nyuruhnya kapan mas?"
"Tadi, pas lo masih di kamar mandi." Aku diam sejenak lalu mengangguk.
"Ya sudah, Hanum masuk dulu mas. Siapa tahu ada kerjaan penting." Mas Rendi mengangguk. Setelah kejadian pampers dewasa tadi pagi, aku memang belum masuk lagi ke ruangan ini.
Bahkan kalau bisa jangan sampai sering-sering ke sini. Rasanya sebelas duabelas dengan masuk ke ruang sidang perceraian!
"Bapak manggil saya?" Tanyaku pelan saat mendapati pak Bagas masih sibuk di depan laptopnya.
Dia mendongakkan kepala lalu menatapku cukup lama. Jujur aku merasa sangat risi diperhatikan seperti ini.
Apa yang salah? Oh atau mungkin karena lipstick ku yang sempat terhapus di toilet tadi dan belum kembali ku benarkan? Emm, bisa jadi. Karena di kantor ini memang ada kebijakan make-up agar selalu on meski pada jam istirahat.
"Masih mual?" Aku sedikit tergagap mendengar pertanyaannya.
Kegugupanku sedikit berkurang saat seorang OB masuk membawa dua bingkisan di tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Salah Karma [Terbit]
ChickLitTERSEDIA DALAM VERSI PDF Definisi terbaik dari istilah 'Jodoh' itu apa? Jika menikah = Bertemu jodoh, Seharusnya aku tidak menjadi janda dua kali! Aku tahu, Baik buruknya perbuatan manusia akan selalu menemukan balasan. Tapi mengapa balasan yang ak...