"Disemogakan olehku segala duka gentar menyerang senyummu, lalu namamu adalah kata lain bahagia, aamiin. Aamiin,"
*****
"Ikut!"
"Enggak!"
"Ikut!"
"Enggak!"
Irish menghentakkan kakinya, "Pokoknya enggak!"
Pandu menutup buku biologi miliknnya, dan menatap gadis didepannya itu dengan tatapan datar, "Ikut."
"Kenapa harus ikut sih Pandu?" tanya Irish dengan kesal.
"Ya karena ini tugas kelompok, yakali gue doang yang nyiapin bahan, lo engga," jawab Pandu.
Irish memicingkan matanya, ditariknya bangku kosong didepannya dan duduk dihadapan pria itu, "Sebagai orang yang saling membenci, lo tau kita sama-sama ga suka situasi ini kan?"
Pandu memajukan wajahnya, membuat jarak diantara keduanya begitu dekat, "Betul."
"Terus kenapa dibuat sulit?" Irish memperhatikan sepasang mata didepannya, tak ada keteduhan, bahkan Irish yakin pria didepannya ini tidak benar-benar menatapnya, Irish tahu betul bagi Pandu, Irish hanya seonggok sampah yang bahkan tak pantas untuk dilihat.
"Karena harus,"
"Cium aja Ndu ntar juga diem," teriak Angga dari sudut kelas yang sejak tadi memperhatikan keributan yang dibuat antara Pandu dan Irish.
Sontak Pandu dan Irish melonggarkan jarak mereka, sekilas mereka menatap sekeliling dan menyadari bahwa sekali lagi mereka menjadi pusat perhatiin seisi kelas.
Irish kembali mendekatkan wajahnya pada Pandu, masih sama seperti biasa hanya tatapan datar yang ia terima, Irish tersenyum sinis dengan jarak yang begitu dekat. "Sayangnya gue bukan tipe lo kan?"
Ucapan Irish membuat seisi kelas menjadi ramai, semuanya ikut larut dalam interaksi kedua manusia itu.
"anjai kalah drakor," kini gantian Aji yang ikut meramaikan isi kelas.
"Pepet terus Ndu,"
"Hajar,"
Pandu menghela nafas, lalu ditatapnya bibir Irish, dan hal itu sukses membuat Irish sedikit gentar.
"Bukan tipe gue sih, tapi bukan berarti gue gak bisa nyium lo kan?" tanya Pandu dengan tatapan yang masih melekat pada bibir Irish.
Sontak seisi kelas yang tadinya hening karena menunggu-nunggu respon Pandu kembali ramai lagi, kini banyak sorak sorai dan tepuk tangan dari seisi kelas.
Irish mendorong bahu Pandu pelan untuk kembali menciptakan jarak diantara mereka, lalu ia berdiri, "Brengsek."
"Kelas kakap si Pandu," ujar Aji lagi sambil bertepuk tangan.
"Jam lima, gue basket dulu," ucap Pandu.
Irish merapikan roknya yang sedikit terlipat, lalu berkacak pinggang didepan pria itu, "Gak, gue gamau."
Irish hendak berbalik badan dan menyudahi situasi tersebut namun tangan Pandu meraihnya, membuat mereka kembali berhadapan.
"Habis gue basket, jam lima," tutur Pandu.
Irish mencoba menarik tangannya dari genggaman Pandu namun genggaman pria itu cukup kuat sehingga upayanya gagal.
Irish tersenyum getir sesaat ketika melihat genggaman tangan Pandu yang begitu kuat mengingatkannya akan genggaman Pillar kemarin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Scarlet
Romancemerah padamlah hatiku. begitu mendalam. karenanya jawabku. sebab jatuh cinta padanya dengan bahagia. merah darahlah hatinya. begitu menganga. karenaku jawabnya. sebab patah hati padaku dengan terluka.