13|• Untuk Pacar

326 17 0
                                    

Pagi ini Gibran pergi ke rumah Vina untuk menjemput gadis manja yang menyebalkan. Sepanjang perjalanan, ia hanya memikirkan soal Vina. Dirinya tidak bisa berbuat apa pun pada masalah yang Vina sedang hadapi. Menasehati pun rasanya sangat percuma sekali.

Perlahan motor itu menghentikan lajunya tepat di depan Vina. Sepertinya Vina menunggunya cukup lama. Namun ada yang berbeda dari Vina hari ini. Candaan dan godaan sudah terlintas dipikiran Gibran.

"Selamat pagi, Vina. Gimana malam tadi? Tidur nyenyak?" tanya Gibran saat menyapa Vina di depan rumahnya.

Vina memakai cardigannya. Entah kenapa ia menjadi suka mengenakan cardigan akhir-akhir ini. Terlebih warna favoritnya.

"Bunda ada bilang sesuatu?" tanya Vina saat menerima helm dari Gibran dan memakainya.

"Bunda gak bilang apa pun kek gue," jawab Gibran.

Vina manggut-manggut. Ia tahu dan cukup sadar jika dirinya tidak bisa dibandingkan dengan siapapun. sikap manja dan keras kepalanya kadang selalu dipertanyakan bundanya, sosok ibu yang menggantikan posisi Iren.

"Ayo," ucapnya menepuk bahu Gibran saat dirinya sudah naik dengan posisi aman di atas motor Gibran.

Gibran mengangguk, lalu menghidupkan mesin dan menjalankan motornya.

Perjalanan sekolah terasa lama bagi Gibran. Tak tahu kenapa, tetapi tidak ada sangkut pautnya dengan perputaran jam. Ia merasa bersalah karena kemarin Vina pingsan gara-gara dirinya yang kurang fokus. rasanya begitu khawatir, tetapi ia merasa bahwa Vina melakukan yang sebaliknya.

Berbeda dengan Vina yang merasakan kekhawatiran pada sosok kekasihnya bernama Leon. dirinya merasakan rindu yang begitu mendadak. Lampu merah menghentikan lamunannya dalam seketika. Pandangannya begitu terpaku pada mobil yang baru saja melintas di depannya. ia paham betul kemana arah laju mobil tersebut. 'Kafe Harmoni' itu tujuannya.

"Gib, Gib berhenti!" sorak Vina dengan menepuk-nepuk pundak Gibran dan membuat Gibran sedikit menoleh tanda merespon.

"Apa, sih, Vin?" tanya Gibran.

Bukannya menjawab Vina memilih turun dari motor dan melepas helmnya.

"Gue gak sekolah dulu," ucap Vina merapikan rambutnya.

"Kenapa? Lo mau bolos lagi?" tanya Gibran.

"Plis, Gib. Kali ini aja," pinta Vina.

"Gak ada. Lo, 'kan lagi sakit!" tolak Gibran yang khawatir.

"Gue sehat kok. Gue gak akan lakuin sesuatu yang akan buat lo khawatir. Ya, boleh, ya?"

"Pliss," mohon Vina.

"Ya, udah. Tapi inget sama kesehatan lo," pesan Gibran.

"Siap bos!"

"Gue berangkat dulu," pamit Gibran dengan menyalakan mesinnya kembali.

"Bye. Hati-hati, Gibran," ucap Vina melambaikan tangannya pada Gibran.

Sebenarnya tak tega jika dirinya jujur pada Gibran. Ia akan bolos dan menemui Leon. Baru saja ia melihat mobil Leon mengarah ke Kafe Harmoni. Tempat favorit Vina dengan mamanya.

-1 Hati 2 Raga-

Vina langsung berlari ke pangkalan ojek untuk melanjutkan perjalanannya mengejar Leon. Sepertinya janji pada Gibran akan dirinya langgar. Ia tidak tahu harus mencari kendaraan apalagi untuknya sampai pada Leon?

"Pak ojek!" ucap Vina tergesa-gesa.

"Ayo, Neng," responnya memberikan helm pada Vina.

Vina pun menerimanya dan memakai helm, lalu naik ke atas motor. Perasaannya masih sama dengan pertama kali melihat mobil Leon. Ia tahu bahwa Leon pasti ada masalah dengan pekerjaan, tetapi untuk mendapat apa yang ia inginkan butuh sebuah perjuangan yang cukup besar.

1 Hati 2 Raga [Selesai]√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang