Kisah Tirani Hujan

3K 240 0
                                    

"Abi, antarkan Zahra pada Al Ahzaf, Zahra ingin menjadi seperti yang abi minta".

"Apa kau bersungguh sungguh dengan ucapan mu nak?".

"Iya abi".

"Alhamdulillah, terimakasih nak".

Zahra mengingat kembali kejadian di meja makan tadi, kebahagiaan itu tercipta di wajah kiai Arsyad, menyiratkan luka yang masih membekas di hati, begitu menyakitkan bukan kehilangan cita cita yang telah dirajut semenjak kecil.

Mata Zahra tertuju pada foto masa kecilnya, dimana dia dan Shofi bertemu pertama kalinya.

Dia mulai teringat akan kisah hidup sahabatnya itu yang begitu penuh inspirasi.

Flashback.

Saat itu hujan mengguyur Asembagus dengan derasnya, sekolah sudah sepi setelah beberapa menit lalu banyak orang tua yang menjemput anaknya sambil membawa payung.

Biasanya Zahra pulang bersama ustadz Adzim, kebetulan hari ini ustadz Adzim mengisi acara dakwah diluar kota, jadi dia memilih untuk duduk di kursi depan kelas sambil menunggu hujan reda.

Gadis kecil itu bersholawat sambil bermain air, sejenak dia menangkap tubuh yang tengah duduk di kursi yang tidak jauh dari tempatnya.

Seorang gadis kecil yang tengah sibuk berkutat pada buku kecilnya, Zahra mengamatinya dan tertarik untuk mendekatinya.

Dialah Shofi, siswa baru di sekolahnya yang sedikit berbeda dari teman Zahra yang lain, ya dia aneh bahkan dia sulit berinteraksi dengan teman yang lain.

Setiap hujan turun dia selalu menulis surat dan memasukkannya pada botol kaca yang dipenuhi oleh serpihan kertas kecil, dia juga sering kali menangis saat hari ibu.

Zahra mencoba mendekatinya, menjadi sahabat buat dia yang mungkin orang memandangnya aneh. Tapi tahukah kalian? Ada sebuah kisah yang memilukan dibalik keanehannya.

Semenjak kecil Shofi tinggal bersama nenek, dia kehilangan ibu sejak lahir dan sosok seorang ayah yang merantau entah kemana.

"Shofi, mengapa kau selalu menulis surat saat hujan?". Tanya Zahra.

Shofi tidak menjawab, menyelesaikan aktivitas nya menulis hujan ke 250 di ujung kertas. Kemudian dia melipat kertas dan memasukkannya pada botol.

Dia tersenyum menatap Zahra berharap Zahra mengulangi pertanyaannya barusan.

"Mengapa kau selalu menulis saat hujan?". Ucap Zahra mengulangi pertanyaannya.

"Aku menulis surat untuk ayahku, ayahku pergi ketika hujan, jika suatu hari nanti ayah kembali aku akan memberikan surat ini kepada ayah". Ujar Shofi sambil mengacungkan botolnya.

Sesaat kemudian wajah cerianya menjadi murung, dengan lirih dia berucap "aku berharap ayah kembali sebelum aku menulis hujan yang ke 300".

Zahra merasa kasihan mendengarnya, ternyata masih ada orang yang jauh lebih menyedihkan dari kisah hidupnya yang merindukan pelukan abi dan umi.

Kesedihan selalu melandanya tapi lihatlah Shofi, dia selalu tersenyum dan ikhlas menerima kenyataan yang telah membawa semua harapan kecilnya. Tak jarang dia juga menangis di pemakaman merayakan hari ibu.

Seperti waktu itu, disaat semua anak merayakan hari ibu dengan bahagia, Shofi sengaja bolos sekolah supaya tidak melihat kebahagiaan mereka yang menyakitkan, dia menghabiskan waktu di pemakaman.

Zahra menyusulnya ke pemakaman, melihat sahabatnya itu menaburkan bunga diatas makam ibunya. Ada genangan air mata yang selalu dia seka tidak ingin menangis dihadapan Zahra.

Wajahnya tersenyum memanjatkan doa, Zahra yang berada disampingnya mengamini berharap kebahagiaan segera datang.

"Ya Allah, aku memohon kepadamu dengan segala nama yang menjadi milikmu, yang engkau namai dirimu dengannya atau yang engkau turunkan dalam kitabmu".

Shofi menoleh kearah Zahra yang tengah berdoa seusai doanya, dia berdoa dengan suara lantang sehingga siapapun yang lewat pasti akan mendengarnya. Semoga malaikat juga berada disana mengamini setiap doa kedua anak kecil itu.

"Tempatkan lah ibunda Shofi di surgamu ya Allah, karuniakan kepadanya agar bisa menemani rasulmu di surga. Ya Allah haramkanlah api neraka menyentuh ibu Shofi dan janganlah engkau haramkan kepada kami melihat wajahmu yang mulia, ya Allah jadikanlah Al Qur'an yang agung sebagai penyejuk hati kami, ya Allah jadikanlah kami sebagai ahli Qur'an, yang mana mereka itu adalah orang orang pilihanmu, amin".

"Amin". Ucap Shofi sambil meneteskan air mata.

Zahra memeluk Shofi dan berbisik lirih, menangislah sudah cukup bagimu menyimpan tangisan dibalik senyuman. Air mata Shofi sudah tidak dapat dibendung lagi, dia menangis sejadinya di pelukan Zahra.

Beberapa menit kemudian dia melepas pelukannya. "Terimakasih sudah menemaniku mengunjungi makam".

"Ya sama sama, apa harapan mu ketika lulus nanti?".

Mungkin harapan Shofi akan seperti teman teman Zahra yang lain, yang menginginkan tas mereka dipenuhi oleh coklat dan permen serta bunga bunga yang cantik dan boneka, atau liburan bersama keluarga ke wisata favorit nya.

Tapi ternyata semua itu sangatlah jauh dari keinginan Shofi, gadis itu hanya menginginkan kehadiran seorang ayah di hari kelulusannya. Tersenyum bangga kepadanya dan berjanji tidak akan pergi lagi.

Flashback end.

Air mata Zahra menetes mengingat semua kenangannya bersama Shofi. Dia bangkit menuju jendela kamar. Merasakan sejuknya angin malam yang membelai.

Hatinya semakin tegar untuk menjalani hidup, dibalik kisah sedihnya ternyata masih ada kisah lain yang jauh lebih mengharapkan kebahagiaan.

Bukankah Allah menguji hambanya karena dia sayang?. Selalu bersyukurlah tentang apa yang terjadi walau itu tidak sesuai keinginan.

Dear SantriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang