Matahari mulai menyembunyikan sinar cahayanya di ujung barat, menyisakan semburat oranye di langit kita.
Tak terasa sudah hamlir seharian aku berada di perpustakaan ini untuk mencari bahan untuk tugas Psikologi Perkembangan. Aku sedikit meregangkan tubuhku yang kaku karena sejak tadi harus berhadapan dengan laptop dan buku-buku.
Sesudah makan siang ala kadarnya di minimarket tadi, aku memutuskan untuk ikut Nic kembali ke perpustakaan setelah teringat ada tugas yang harus di kumpulkan besok.
"Belum selesai juga?" Tanya Nic yang menghampiriku sambil membawa sekaleng minuman dingin.
"Sedikit lagi." Kataku.
"Ini, minum dulu."
Akupun menyambut minuman itu dan meneguknya dengan cepat. Rasa segar dari jeruk menyegarkan tenggorokanku.
"Thanks Nic." Kataku sesudahnya.
"Masih kurang apa lagi sih?" Tanya Nic, duduk di sampingku.
"Pengaruh Childhood Emotional Neglect pada kepribadian seseorang." Jawabku.
"Ah, i see."
"Hey menurutmu aku ini orang yang seperti apa?" Tanyaku.
"Menurutmu apa? Kau ya kau."
"Ayolah, aku serius." Rengekku sambil menarik wajahnya menghadapku.
"Menurutmu ekspresiku bagaimana? Saat aku marah atau kecewa, atau sedih."
"Hmm.. kau ok. Marah saat marah, kecewa saat kecewa, dan sedih saat sedih."
Aku tertunduk lalu tersenyum.
"Begitukah? Entah kenapa aku merasa aku sulit untuk berekspresi. Kadang saat aku marah aku tidak bisa menunjukkannya terang-terangan pada orang lain. Tapi aku akan marah di saat lain yang...."
"Tidak pada tempatnya." Sambung Nic yang membuatku memandangnya.
"yeah, tepat." Ucapku termangu memandang Nic.
"Aku tahu."
"Kau tahu?"
"Hm, kau menunjukkan kemarahanmu dengan cara yang lain dan kadang kau menyimpannya."
"Apa menurutmu....aku aneh?"
Nic memandangku.
"Kau aneh. Tapi bukankah dunia ini juga tidak cukup wajar?"
Aku tersenyum mendengar jawabannya. Nic selalu terang-terangan terutama kepadaku. Dia selalu bisa bersikap objektif meskipun terdengar ketus. Tapi entah kenapa aku suka.
"Apa kau sudah selesai bertanya? Perpustakaan akan tutup 10 menit lagi."
"Oh ya? Ya ampun. Baiklah, bantu aku mengembalikan buku-buku ini."
★★★
Kami memutuskan untuk makan malam di restoran ayam kesukaan kami, well kesukaanku sebenarnya. Nic sebenarnya tidak terlalu menyukai ayam tapi karena keseringan bergaul denganku, mau tidak mau dia jadi menyukai ayam juga.
Satu porsi paket ayam dan 2 gelas bir sudah tersaji di hadapan kami.
"Jalmeogessbnida (Mari makan)." Ucapku lalu menyambar sepotong paha ayam dan menyantapnya dengan lahap.
Tak butuh waktu lama bagiku untuk menghabiskan 3 potong ayam. Bahkan birku tinggal setengah.
"Kau menolak nasi tapi lihat caramu makan ayam." Kritik Nic.
"Awkwo twidwak mwakwab nwaswi..." ucapku dengan mulut penuh.
"Yaampun kau menjijikkan! Habiskan dulu makananmu baru bicara."
Kuputuskan untuk mengunyah makananku dan menelannya.
"Aku tidak makan nasi karena itu bisa bikin aku gendut."
"Lalu menurutmu makan ayam 1 paket tidak akan membuatmu gendut, begitu?"
"Aku kan tidak setiap hari makan ayam. Lagipula sehabis dari sini aku akan olahraga. Jadi Mister Niclaus Gamaliel, kau tidak perlu khawatir. Ini makanlah." Kataku sambil menyodorkan sepotong ayam padanya.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Ramyeon + Soju (Ramyeon Meogeullae)
RandomSemua berawal dari "do you like ramyeon?" "of course. Ramyeon comes first." "We should eat ramyeon together. With Soju too" "Yeah." "Then you should say 'ramyeon meogeullae?"