Prolog

99 9 2
                                    

Ada sebuah legenda terkenal di Jepang. Cerita tentang sebuah bunga bernama Hortensia.

Dahulu kala, ada seorang Kaisar yang menikah dengan seorang gadis cantik. Keduanya sama-sama saling mencintai. Namun Kaisar tersebut sangat sibuk dengan urusan negaranya, sehingga tanpa ia sadari, ia telah mengabaikan permaisurinya yang cantik. Karena merasa bersalah, Kaisar itu memberikan sebuah bunga hortensia pada permaisurinya tersebut, sebagai lambang permintaan maaf, juga rasa terimakasih karena permaisuri itu mampu memahaminya selama ini dengan tidak menuntut banyak padanya.

Kaisar tersebut benar-benar tulus memberikan bunga itu, setulus rasa cinta yang ia berikan pada permaisurinya itu.

~~~

Lucu saja jika dipikir kembali. Diantara sekian banyak dongeng yang kudengar di masa kecil. Satu-satunya dongeng yang sering terlintas dalam pikiranku justru tentang sebuah bunga hortensia. Memang apa bagusnya bunga itu? Sampai ada cerita seorang Kaisar Jepang yang memberikan bunga itu sebagai lambang permintaan maaf. Mungkin itu yang kupikirkan saat masih kecil.

Namun seiring diriku yang beranjak dewasa, aku mulai bisa memahami perasaan yang dialami sang Kaisar. Perasaan yang mekar seperti bunga hortensia. Perasaan tulus yang tak bisa tersampaikan begitu saja lewat kata-kata.

Entah karena terbatasnya orang-orang baru yang masuk ke dalam hidupku, sehingga membuatku selalu mengingatnya. Atau karena diriku memang benar-benar menolak untuk lupa akan sosoknya. Yang jelas rasa rinduku padanya masih sama menggebunya seperti diriku di masa kecil saat aku terpaksa meninggalkannya.

Satu bunga hortensia di depan rumah mulai mekar, memamerkan mahkota bunganya yang mulai berwarna. Cantik.

Bahkan sampai kini, kita masih belum bisa menikmati momen dimana bunga ini mekar bersama seperti dulu saat pertemuan pertama kita.

Rara... Apakah kamu masih mengingatku? Atau hanya aku satu-satunya yang merindukan dan mengharapkanmu dari tahun ke tahun?

Harusnya aku bisa lebih banyak mengabadikan momen kebersamaan kita dulu agar aku yang di masa sekarang, bisa memandangi momen kebersamaan itu sepuasnya. Namun ada kalanya seseorang justru menghindar dari suatu peninggalan yang mengingatkannya pada seseorang. Bukan karena membencinya, hanya saja dia ingin menyembuhkan dulu patah hatinya, sedangkan barang-barang peninggalan tersebut hanya membuatnya semakin sulit untuk sembuh.

Sebagaimana bunga hortensia yang mekar dengan indahnya, aku ingin perasaanku padanya juga seperti itu. Jika memang aku tidak ditakdirkan lagi untuk bertemu dengannya. Maka biarlah seuntai kenangan yang menjadi saksi akan bahagianya kami di waktu itu.


Kontras dengan diriku yang dipenuhi masalah. Aku berharap dia sekarang dapat hidup dengan baik. Aku harap dia bahagia disana. Meskipun ia melupakan kenangan kami, aku harap dia tetap berdiri dengan kokoh di saat badai menerpanya. Aku harap kebaikan selalu datang padanya.

Namun diantara sekian banyaknya harapan yang ada dalan diriku. Harapanku yang sebenarnya adalah...

Bertemu kembali denganmu.

~õÕõ~

Cerita ini dibuka dengan latar Naveen saat sebelum bertemu kembali dengan Sahara

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Cerita ini dibuka dengan latar Naveen saat sebelum bertemu kembali dengan Sahara.

Untuk cerita kali ini, aku harap kalian bisa menyimaknya dengan baik. Karena alur di cerita kali ini, akan maju mundur. Bisa saja kembali di masa kecil Naveen. Atau bisa juga kembali di masa Naveen sebelum bertemu kembali dengan Sahara. Cerita inu masih sama sederhananya seperti cerita sebelumnya, hanya saja kalian harus lebih bisa mencermati alurnya. Mungkin segitu dulu.

Thanks and See You Next Part❤🔥

[√] Hydrangea Love | [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang