2. Pertemuan Sekaligus Perpisahan

1.2K 65 2
                                    

Pada umur Aileen yang keenam tahun, akhirnya dia bisa bersekolah juga. Dia bersekolah di sekolah dasar negri yang ada di sekitaran rumah. Tidak terlalu jauh dari tempat tinggalnya.

Berbeda dengan Diaz; yang merupakan anak orang kaya. Lelaki itu di sekolahkan di sekolah swasta yang cukup bagus. Dua orang anak ini masih saling berteman. Bahkan terkadang Diaz menginap di rumah Aileen, apalagi sewaktu akhir pekan.
Hanya saja sewaktu ayahnya pulang dari luar negri, Diaz tidak berani keluar dari rumah.

Biasanya sewaktu pulang sekolah, Diaz akan pulang ke rumahnya untuk mengambil beberapa makanan dan membungkusnya. Lalu di masukkannya ke dalam tasnya dan berlari ke rumah Aileen. Di rumah Aileen, mereka makan bersama. Lalu setelah malamnya ibu Aileen akan memasak kepada mereka berdua. Begitu saja aktivitas mereka.

"Lihat ini, aku juara tiga dikelas!" Aileen menyombongkan dirinya dengan membuka buku raportnya yang menuliskan bahwa dia peringkat tiga di kelasnya.

"Halah, peringkat tiga aja sombong. Kalau peringkat satu itu, baru jagoan!" Diaz menyangkalnya. Terlalu gengsi bagi dia untuk memuji Aileen.
Harga dirinya sangat dia junjung tinggi.

"Heh, peringkat tiga itu udah hebat, tahu!" Aileen melotot tidak terima sambil dia menutup raportnya dengan kasar.

"Halah. Mana ada hebatnya. Masih kurang hebat!" Diaz menjawab Aileen sambil menyandarkan punggungnya ke kursi.

"Memangnya kau ranking berapa?" Aileen bertanya dengan geram. Dia selalu diremehkan oleh Diaz.

"Itu rahasia." Diaz menaik-turunkan kedua alisnya.
Sebenarnya dia ranking 25 dari tiga puluh siswa. Terlalu malu mengatakannya di depan Aileen yang mendapat peringkat 3. Bisa besar kepala nanti si Aileen.

"Bilang aja nggak dapat 3 besar." Aileen mencibir sambil dia membereskan buku raport dan kertas-kertas ujiannya yang dia bongkar karena penasaran dengan nilainya.

Diaz hanya bisa mendengus sambil mengalihkan pandangannya. Di mata seorang Diaz, Aileen adalah orang paling sok, paling menyebalkan, dan paling suka membuat emosi diantara banyak orang yang dia temui.

"Oh, iya. Minggu depan aku ikut les karate. Papa bilang, aku harus bisa jaga diri dari mulai kecil." Diaz baru ingat untuk memberitahu hal tersebut.

"Les karate?"

"Iya. Mau ikutan nggak? Gurunya datang ke rumahku. Setiap hari sabtu sama minggu." Diaz memberitahu jadwalnya.

"Mau! Tapi bantu ya, bujukin mama, ya?" Aileen terlihat memohon.

"Haha, it's none my business. Itu bukan urusan saya."

"Suka mu lah!" Aileen mengumpat sambil dia pergi menuju kamar untuk menyimpan raportnya.
Diaz terkekeh melihat Aileen.

●●●

"Kau nggak bosan?" Aileen bertanya kepada Diaz. Dia berbaring terlentang di lantai.
Sudah pukul tiga sore, dan mereka tidak tahu harus melakukan kegiatan apalagi.

"Bosan lah! Pake nanya!" Diaz menyahut dengan cepat.

"Kita main ke taman depan komplek, yok! Biasanya jam 3 sore, kalau lewat sana, aku lihat rame!" Aileen mengusulkan ide.

"Nggak, ah!" Diaz langsung menolak mentah-mentah.

"Kenapa?" Aileen bertanya dengan kening berkerut.

"Pasti orang-orang di sana jelek-jelek semua." Diaz mengatakannya dengan enteng.
Memang fakta jika fisiknya itu sempurna. Tetapi mulutnya terlalu licin jika berbicara. Tidak dipikirkan terlebih dahulu.

"Dih, sok ganteng!" Aileen langsung memasang ekspresi jijiknya dan langsung bangkit berdiri.

"Memang ganteng!" Diaz langsung menyahut dengan cepat.

AILEEN (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang