Maaf

242 26 49
                                    

Hiro masih terdiam ditempatnya. Otak masih memikirkan kenapa Nico sampai semarah itu pada dirinya dan Emu. Tapi kemudian dia tersadar dan cepat berlari menyusul mereka berdua.

Nico yang telah berlari sampai keluar apartement berpapasan denganTaiga baru saja sampai dipintu masuk apartemen itu.

"Nico...." Taiga memanggil gadis itu. Ia heran melihat Nico berlari seperti itu. Namun nico tidak menghiraupan panggilan taiga. Ia terus saja berlari hingga sampai kearah kolam air mancur yang ada ditengah tengah taman apartemen mewah tersebut lalu menghentikan langkahnya disana.

"Semuanya sudah berakhir! Tunangan kitapun berakhir sampai disini. Aku membencimu Emu...." desis nico. Ia lalu melepas cincin yang melingkari jari manisnya itu. Cincin yang telah menjadi pengikat dirinya dan Emu selama ini. Dipandanginya sejenak cincin itu sebelum kemudian melemparkannya ketengah kolam air mancur itu tepat ketika Emu tiba ditempat itu. Dan berusaha mencegahnya.

"Nico jangaan..." teriak Emu. Tapi terlambat, cincin itu telah masuk kedalam kolam air mancur yang kelihatan jernih namun sangat dalam itu.

"Souka? Kenapa kau membuangnya Nico? Kau..." Emu tak melanjutkan ucapannya. Ia menatap Nico sendu.

Nico memalingkan wajahnya. Ia mengeraskan hatinya untuk tidak tergoda lagi dengan tatapan memelas itu. Mata Emu memang mengundang magnet yang membuat siapapun yang menatapnya menaruh iba dan akhirnya tunduk padanya.

Ia memilih diam saja. Dan terus diam sat Emu tampa pikir panjang lagi menerjunkan dirinya kedalam kolam itu demi mencari cincin itu.

"Emu...."  Hiro yang baru saja tiba dan juga Taiga yang berdiri tak jauh dari kolam itu tercengang melihat kejadian itu. Mereka sempat diam membatu, tak bergerak sedikitpun untuk menyusul Emu yang mulai sibuk menenggelamkan dirinya demi mencari cincin pengikat antara dirinya dan Nico yang telah dibuang Nico kekolam itu.

"Emu....sudahlah! Jangan dicari lagi.... Kau tidak akan mungkin menemukannya. Ayo naik ini sore..." Hiro berteriak kuatir. Hari sudah mulai mau gelap. Dan angin mulai bertiup kencang membuat mereka bertiga menggigil kedinginan.  Walaupun sekarang masih dipenghujung musim panas namun cuaca menjelang gelap seperti ini tentu akan sangat dingin. Dan itu tidak akan baik untuk tubuh Emu yang memang tidak baik baik saja.

Hiro menoleh kearah Taiga yang masih terdiam. "Demi Kamisama,Taiga-san. Kenapa kau hanya diam saja? Emu sedang sakit. Kau mau membiarkannya mati membeku didalam sana?" pekik Hiro tak sabaran.

"Biarkan saja dia mati!" suara Nico terdengar amat dingin.

"Itu ganjaran bagi kalian berdua yang sudah menghianati aku dan bercinta dibelakangku!" katanya sinis.

Hiro terdiam mendengar kata kata Nico.

"Nani?? Kau...??" ia menatap Hiro terkejut.

"Jadi...kalian? Emu dan hiro..." Taiga menggelengkan kepalanya.

"Ini....ini tidak mungkin...kenapa kau? Kau dan adikku, hiro..." ia menatap Hiro dengan pandangan beragam, nanar,  marah dan juga sakit hati.

"Kau....? Kau brengsek Hiro..." tangan Taiga terkepal menahan amarahnya.

"Kusso!! SANAROOO!!!"

BRUAAKK

Hiro seketika terpelanting oleh tinju Taiga yang tak main main kerasnya itu mampir diwajah tampan Hiro. Seketika wajah itu lebam membiru dan darahpun mengalir dari sudut bibirnya yang pecah akibat hantaman Taiga tadi.

Taiga hendak kembali menghantam Hiro ketika Emu tiba tiba muncul dari dalam kolam itu dan berteriak gembira.

"Aku menemukannya! Aku menemukannya,Nico..." Emu mengangkat tangannya dan memperlihatkan cincin yang berkilauan diitangannya itu. 

Butterfly paper (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang