Neter membantu Edrea mengobati lukanya. Hening. Neter menuangkan betadine lantas menutupnya dengan perban.
Edrea menatap Neter yang sendari tadi tidak bicara, ia masih fokus pada kaki Edrea."Biar aku saja," Edrea merasa tidak enak jika Neter menyentuh kakinya. Namun Neter hanya diam, seolah-olah tidak mendengar.
"Aku bisa sendiri."
Neter menggunting ujung perban. Lalu memasukan semua peralatan ke kotak P3K. Ia berdiri.
"Lain kali hati-hati, tidurlah ini sudah larut," ia memasukkan kotak P3K ke dalam laci kemudian menutup pintu kamarnya.
Sunyi, Edrea menatap pintu kamar Neter. Kenapa dia? Baiklah mungkin Neter lelah. Lagi pula ia sudah mengganggu waktu istirahat Neter pikir Edrea. Ia pun masuk ke kamar dengan jalan menjinjit.
Edrea meletakan kepalanya di atas bantal. Menatap langit-langit kamar, sungguh apa kah itu hanya kebetulan? Edrea seakan enggan menutup matanya padahal ini sudah jam 23.45, ponsel Edrea berdering panggilan dari Azura.
"Apa kamu sudah tidur?"
"Jika aku sudah tidur maka kamu tidak akan mendengar suaraku"
"Baiklah, aku hanya ingin memastikan saja. Aku tutup telponnya ya, selamat malam."
"Malam," Edrea tersenyum. Ia menutup matanya setelah Azura menelponnya matanya kini mengantuk.
_____
Jika Edrea sudah terlelap, lain halnya dengan Neter yang masih duduk menatap keluar jendela kamar.
"Hari ini untuk pertama kalinya aku takut."
"Ya... aku sengaja tidak menjawab semua pertayaan putrimu Tark, aku ingin dia yang mencari jawabannya sendiri."
"Tapi hari ini untuk pertama kalinya aku takut dia akan mencari jawaban itu. Aku takut," pipinya sekarang basah.
"Aku ingin dia tidak terlibat dalam semua konspirasi yang akan terjadi kelak, cukup sudah cukup aku kehilanganmu jangan Edrea. Jika aku kehilangannya maka kamu tahu apa yang akan terjadi padaku bukan?"
"Aku mohon jangan buat putriku masuk ke dalam permainan semesta ini. Dia gadis lugu yang belum mengerti apa pun, bahkan dia ceroboh. Dia belum layak untuk bermain, dan aku belum siap kehilangannya."
Tangis Neter pecah. Kejadian Edrea tadi membuat Neter sadar bahwa putrinya bukan gadis biasa, dia memiliki tujuan hidup yang harus di penuhi.
"Jika aku bisa mengulang waktu, aku lebih baik tidak pernah mengenalmu Tark, sungguh jika aku memilih lebih baik aku hidup seperti wanita lainnya. Yang tidak perlu mencemaskan apapun. Jika pun iya aku akan hanya mencemaskan putriku sudah makan atau belum."
"Kamu terlalu dalam menarikku dan Edrea ke dalam semua permainan ini," rambutnya yang mulai memutih tergerai indah di terpa cahaya malam.
Lambat laun semuanya harus di selesaikan. Jika ia dan Edrea ingin keluar dari masalah ini. Maka, mereka harus mencari jalan keluarnya.
Jalan keluar dari semua masalahnya adalah Vorus.
______
Pintu kamar Edrea terbuka. Neter membawakan sup panas.
"Apa kamu sudah bangun tidur?" Tanyanya dari balik pintu. Edrea yang sedang berbaring di tempat tidur sambil memainkan pazel menoleh."Iya sudah dari jam enam."
"Apa aku boleh masuk? Jika tidak keberatan aku membawakan sup untukmu. Ini sudah jam sembilan aku menunggu di meja makan tadi tapi tak kunjung datang," ia meletakan sup panas itu di meja. Edrea tidak menjawab.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dimensi
FantasySudah terlambat untuk menyesal. Edrea menangis denga penuh penyesalan. Andai waktu bisa diputar, andai ia bisa memeluk ibunya. Semua sia-sia, saat ia pulang ia melihat rumahnya sunyi Andai ia tahu bahwa malam itu, malam terakhir ia mendengar suara...