16. Dimas (End)

36 5 0
                                    

Siapkan hati kalian!

Laili bersyukur kesehatan Dimas segera prima. Keadaan cowok itu juga baik-baik saja setelah perban di lengannya di lepas dan dia kembali beraktifitas seperti sedia kala. Berkat bantuan Dimas nilai-nilai Laili juga semakin membaik, pun karena adanya support system seperti Tias dan Dio. Ibu dan Ayah masih seperti sebelumnya, mereka masih giat berkecimpung dengan bisnis dan desain baju, namun karena teman-temannya, Laili tidak terlalu merasakan kesepian seperti masa-masa sekolahnya dulu.

Gadis yang kini sedang berhadapan dengan laptop berisi materi tersebut melamun, mengenang bagaimana bahagianya Ayah saat mendapatkan projek berpenghasilan yang besar sehingga bisa membantu memperluas butik Ibu dan saat-saat mereka berkumpul merayakan pembukaan cabang butik di Semarang dua tahun lalu. Rasanya sudah lama sekali Laili tidak liburan bersama keduanya.

Laili juga mengenang hari dimana ia pertama kali bertemu dengan Tias, teman pertamanya saat menginjakkan kaki di Universitas Pancasila. Dimas si cowok yang sok kenal sok dekat atau biasa di singkat SKSD, yang tiba-tiba menghampiri dirinya dan Tias saat di lapangan kampus, juga Dio, si cowok bisu yang jarang sekali mengeluarkan suara. Laili tersentak kaget ketika ponselnya tiba-tiba berdentang.

+628234587644**

"Selamat menikmati hari-hari terakhir, sayang."

Dahi gadis manis itu mengerut. Siapa lagi ini? Apa ada yang mau menerornya lagi? Siapa? Nomor kemarin sudah Laili blok sehari setelah kotak sialan kemarin mengguncang jiwanya. Apakah ini orang yang sama? Detakan jantung kembali menumbuk dada dengan kencang. Gadis itu gamang, juga cemas. Menikmati hari-hari terakhir? Apa maksudnya?

***

"Li, besok mau gue jemput nggak? Pulangnya kita ke cafe deket kampus buat ngerayain ulang tahun Dio. Lo ikut, kan?" Tias bertanya saat mereka bertemu di koridor menuju kantin saat kamis siang.

"Ya ikutlah. Di traktir, kan?" tanya Laili.

"Gampang." Gadis itu menepis lengan baju kirinya sombong. Laili tertawa, lalu merangkul gadis itu gemas.

"Woi, Dim!" teriak Tias ke dalam kelas tanpa malu di lihat anak-anak kampus.

"Woi!" Dimas lebih tidak tahu malu lagi.

"Pacar lo minta traktir besok!" Laili segera mendorong Tias sebal. Bisa-bisanya gadis gaul itu berbohong.

"Apaan, sih lo! Enggak, ya."

"Halo pacar. Mau Abang traktir, ya?" goda Dimas yang menghampiri mereka.

"Astaga, punya temen kok pada gila semua," keluh Laili.

"Ini nih, virus gilanya," tuduh Dimas ke Tias, cowok itu mengaduh ketika tiba-tiba mendapatkan pukulan keras di punggungnya.

"Enak aja, lo. Cewek gue waras, ya. Jangan aneh-aneh anda, Bambang." Kini kepala Dimas yang menjadi sasaran pukulan Dio. Tias dan Laili tertawa menyaksikan dua lelaki gila di depan mereka.

***

Laili tidak membawa kendaraan hari ini, semalam ban belakang motor matic-nya bocor. Jadi, ia menelpon Dimas yang untungnya belum berangkat ke kampus. Jadi, mereka juga akan pulang bersama setelah merayakan ulang tahun Dio. perayaan sederhana, hanya di traktir makan dan bincang-bincang sekaligus curhat. Dua jam setelahnya mereka memutuskan pulang.

Mobil yang Dimas kendarai agak sedikit jauh karena parkiran penuh siang tadi. Cowok itu juga sedang berbincang dengan Dio. Tias sudah pulang terlebih dahulu karena ibunya menelpon. Jadi, Laili memutuskan untuk ke mobil dulu sambil menunggu Dimas selesai.

Saat gadis itu berjalan sambil menunduk melihat ponselnya, tubuhnya tiba-tiba limbung dan tertarik ke samping. Ia jatuh terduduk.

"LAILI!" Bruk!

"DIM!"

Laili kaget. Ia masih tidak menyangka dengan apa yang terjadi. Kejadian itu begitu cepat. Dia melihat Dio berteriak dan berlari menuju Dimas yang tergeletak. Segera gadis itu bangkit dari duduknya dan menghampiri mereka.

Oh, tidak. Tuhan, please.

"Dim? Dimas? DIM!" Tidak. Dimas menoleh kearah Laili dan Laili benci dengan senyumnya kali ini. Pengunjung cafe dan pejalan kaki di dekat mereka dengan cepat berkerumun.

Dimas berdarah. Punggung kirinya berdarah. Ada pisau, tidak. Ada belati kecil di punggungnya. Tidak. Jangan lagi, please.

"LI! TELPON AMBULAN! CEPAT!"

Please, please jangan bergetar. Dimas butuh gue. Dimas butuh ambulan. Batin Laili memaki tangganya yang terus bergetar. Ia kesusahan mencari nomor rumah sakit karena rasa takut yang mendominasi.

Sirine ambulan datang 15 menit kemudian, ketika sampai, Dimas langsung ditangani pihak medis dan Dio dengan segera mengabarkan hal ini kepada orang tua Dimas. Mereka akan secepatnya menyusul ke rumah sakit, kata Dio.

"Kami minta maaf, Dimas tidak bisa di selamatkan. Belati yang menancap di punggungnya tembus dan menggores jantung Dimas. Dia juga telah kehilangan banyak darah walaupun tim medis kami telah berusaha menghentikan pendarahan saat perjalanan ke sini."

Ibu Dimas langsung pingsan di pelukan ayahnya. Laili ikut runtuh dan Dio di sampingnya juga meneteskan air mata, mereka hancur di saat yang bersamaan.

***
Dua minggu kepergian Dimas, nama seorang gadis ayu menggemparkan Universitas Pancasila. Orang tua Dimas yang sangat marah ketika mengetahui anak mereka meninggal karena di bunuh, langsung melaporkan kasus itu kepada pihak kepolisian. Beruntung, pihak berwajib dengan tanggap mencari pelaku, setelah berhasil di tangkap dan di proses, pelaku dijatuhi hukuman pidana.

Sekali lagi Laili belajar, bahwa setiap pertemuan pasti akan ada perpisahan. Entah itu di tinggalkan atau meninggalkan. Baik sementara atau selamanya. Laili juga belajar tentang arti kepercayaan, karena terkadang di beberapa kasus, musuh yang paling ampuh adalah sahabat kita sendiri. Seperti Tias, yang mengkhianati pertemanan mereka atas dasar kecemburuan cinta.

Tias, semoga kamu jera dan tidak mengulangi hal ini kedepannya. Terimakasih Dimas, terimakasih telah mengajarkan gadis bodoh ini, terimakasih atas kesetiaan mu, terimakasih atas pengorbanan mu, terimakasih atas kenangan kita. Terimakasih untuk segalanya. Semoga kamu tenang dan damai di rumah barumu. Kami sayang kamu. Aku sayang kamu, Dimas.

END

***

(LSC : 21520)

Setelah mengalami drama yang panjang selama dua minggu ini, Laili akhirnya bisa di tamatkan. Spesial terimakasih buat teman seperjuangan dalam kolaborasi ini chocolove22 edselhindharta dan Didi-R. Thank you gais. Terimakasih juga buat tim Langit Sastra yang udah ngadain "Chalengan 21 hari" ini. Terimakasih, ya kak buat masukan-masukannya, kami jadi lebih banyak belajar tentang kesalahan dalam penulisan.

Terimakasih juga buat semua pembaca Laili atas dukungan kalian di project ini, maaf kalau endingnya nggak sesuai ekspektasi kalian ya.

sukses untuk kita semua. Terus berkarya, ya. Salam Aksara!

Laili (LSC4) [Lengkap]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang