11. Half a heart

589 125 13
                                    

“Aku rasa kau sudah temukan jawabannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Aku rasa kau sudah temukan jawabannya.”

Seulgi mengelus bahuku.

“Maafkan aku. Tapi, aku sudah berusaha...”

Seulgi menghela nafas lalu tersenyum tipis padaku. Seolah dia masih baik-baik saja padahal aku tahu di dalam sana ada rumah yang perlahan roboh. Aku tahu dia sakit saat menerima kenyataan bahwa dia hanya pelampiasan dari rasaku yang telah hilang.

“Aku harap kau menemuinya dan menjelaskan semua yang kau rasakan.” Nasihatnya.

Aku meremas stir mobil sambil memejamkan mata. Berharap benda ini bisa menyedot separuh dari sakit hatiku dan emosiku yang meluap-luap tanpa batas.

Bagaimana bisa hanya dengan undangan aku bisa jauh lebih sakit dari sebelumnya?

“Aku terlambat Seulgi. Mereka...akan menikah beberapa hari lagi.” Aku menundukkan kepalaku pada stir, “Aku kalah. Aku tidak bisa membuatnya bertahan untuk terus di sisiku.”

Malam itu menjadi saksi dimana aku kembali meraung ditemani Seulgi yang terus menenangkanku. Rasanya separuh hidupku menghilang—is like i'm waking up to only half a blue sky, kinda there—but not quite.

 Rasanya separuh hidupku menghilang—is like i'm waking up to only half a blue sky, kinda there—but not quite

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku terus merenung tentang nasibku yang serba dipermainkan oleh semesta. Sudah dua hari aku tidak masuk kantor, ada banyak meeting yang aku lewatkan. Hanya beralasan sakit dan mengatur kembali jadwal menjadi pilihanku satu-satunya.

Monsieur sudah aku titipkan kepada Seulgi berharap anjing itu mendapatkan cinta—tidak seperti tuannya yang sudah kehilangan cinta.

Aku tertawa miris sambil memandangi foto kami yang aku simpan di balik laci. Disana Yoona masih menganggapku semestanya—jauh sebelum ia jatuh hati kepada anak pindahan seperti Chanyeol.

Waktu kami masih belasan aku selalu menjadi kstaria untuknya, berusaha melindunginya dengan kekuatan yang aku punya. Tak jarang banyak gadis yang aku tolak hanya karena terus berpegang teguh bahwa Yoona akan mencintaiku kelak jika kami telah dewasa. Tapi, nyatanya cintaku selalu berakhir dengan cinta sepihak.

Aku pernah dibawanya ke rumah dengan status sebagai sahabat karibnya. Ibunya sangat bahagia bahwa aku selalu menjadi pelindung anaknya bahkan ia memanggilku cinta karena ia sangat menyukaiku.

I might never be the one who brings her flowers. Aku tidak akan pernah berada disampingnya untuk memegang bunga yang sama. Bagaimana bisa? Bunga pemberianku saja waktu usia belasan hanya ia taruh di dalam loker hingga bunga itu mengering dengan sendirinya.

“Selamat hari bunga.”

“Tumben sekali. Tapi...terima kasih!”

Aku bahkan masih ingat percakapan kami di lorong sekolah. Rasanya aku ingin tetap menjadi remaja, usia tidak bertambah—yang dimana aku hanya tahu bahwa aku harus melindunginya.

Dia peri kecil yang manis. Sejak dulu memang sudah banyak yang menyukainya karena ia baik kepada semua orang. Tapi, tetap saja ia selalu menolak secara halus dengan menjadikanku alasan sebagai kekasihnya. Aku bahagia hari itu tapi satu ucapannya yang membuat harapanku hancur seketika.

“Maafkan aku, aku hanya tidak tahu harus beralasan apa agar bebas dari mereka.”

“A—Ah, tenang saja. Tapi, mereka tidak menganggumu lagikan dengan ungkapan sampahnya?”

“Hahaha kau ini! Ya, mereka mundur satu persatu. Mungkin mereka takut bahwa saingannya anak olimpiade cerdas sepertimu? Hahaha.”

“Yoona...”

“Iya?”

“Bagaimana jika saat dewasa aku malah menyukaimu. Apa kau keberatan?”

“Huh? Hahaha. Kau ini benar-benar ya! Sudahlah itu tidak akan terjadi. Jadi, ayo kita pulang!”

Semenjak saat itu aku tidak pernah lagi menampakkan bagaimana aku begitu menginginkannya. Aku tidak pernah lagi mengucapkan hal sampah seperti laki-laki yang mendekatinya sebelumnya. Aku tidak ingin hubungan kami kandas hanya karena sebuah perasaan yang selalu menuntut lebih sedangkan yang aku tuntut justru menuntut rasa kepada orang lain.

Tok...

Tok...

Aku segera menyimpan foto kenangan kami lalu berjalan ke arah pintu utama. Aku terdiam sejenak saat melihat Yoona yang kini memegang sebuah bekal yang tidak aku tahu apa isinya. Ia menyodorkan bekal itu tanpa melihat ke arahku.

“Titipan Ibuku. Katanya kalau kau puny—”

“Yoona...kenapa harus begini?” Aku menyela ucapannya yang langsung membuatnya berani menatapku.

“Kenapa harus dia? Dan kenapa harus sekarang?”

Persetan dengan asas pertemanan!

Aku terus merancau membuat Yoona menyergitkan alis tidak paham. Aku tahu setelah ini semuanya akan benar-benar selesai. Yoona akan membenciku karena aku melanggar janji kami—aku melanggar janji agar tidak jatuh hati.

“Apa maksudmu Sehun?”

Forget all we said that night,”

Aku menggenggam tangannya lalu menatapnya sendu.

“Bisakah kau memberiku kesempatan yang sama seperti yang kau berikan pada Chanyeol?”

Yoona terdiam beberapa detik lalu setelahnya bekal itu jatuh begitu saja. Dia menatapku tajam lalu menamparku sambil menangis. Aku tidak paham apa maksudnya karena terakhir yang aku lihat dia berlari ke rumahnya tanpa menjelaskan hal apapun.

Yoona, apa hatiku salah jika ia jatuh padamu?

Yoona, apa hatiku salah jika ia jatuh padamu?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
fools gold | yoona sehun. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang