+ Content and/or trigger warning: this part contains scenes of sexual activity which may be triggering for some readers.
_______________________________Hanya nafas dan erangan yang terdengar dari kamar milik Arlington dan Abbey. Mereka mengubah pagi yang dingin menjadi pagi yang panas dengan pergulatan yang mereka mulai di meja makan dan berakhir diatas ranjang.
Arlington seolah kehilangan kendali atas dirinya sendiri. Ia menjelajahi mulut, leher serta bahu Abbey dengan mulut dan lidahnya.
Abbey terengah merasakan lidah Arlington yang menyapu kulitnya. Ia menarik turun tali dress Abbey dengan mulutnya, sambil mencium pelan lengan perempuan itu.
Arlington melakukannya dengan sempurna, sangat sempurna hingga hanya menyisahkan tubuh polos Abbey yang tertutupi pakaian dalam. Pria itu menurunkan tubuhnya, tepat di hadapan perut Abbey.
Abbey membuka matanya, menatap kebawah, penasaran dengan apa yang selanjutnya akan Arlington lakukan. Tampak Arlington mendekatkan dirinya, menciumi perut Abbey yang rata, membuat Abbey melengkungkan tubuhnya. Arlington menahan pinggang Abbey sembari masih sibuk menjelajahi perut Abbey dan perlahan turun menuju paha perempuan itu.
Ia mengecup singkat paha Abbey sebelum tatapan mereka akhirnya bertemu, Abbey memegang kepala Arlington dan membawa tubuh pria itu naik.
Seperti yang selalu ia lakukan, Abbey kembali mengalungkan tangannya pada leher Arlington dan memainkan rambut pria itu.
"Tidak adil!" sela Abbey sambil tersenyum merasakan sentuhan tangan Arlington. "Kamu masih mengenakan pakaian lengkap."
Mendengar itu, Arlington langsung menarik tubuhnya untuk membuka kancing bajunya sendiri tetapi Abbey menahannya. "Biar aku yang melakukannya," pinta Abbey dengan suara yang serak.
Ia duduk di pangkuan Arlington dengan jari-jari lentiknya yang berusaha membuka kancing tersebut dengan sabar. Berbanding dengan Abbey, Arlington tidak bisa diam dan memilih untuk meninggalkan jejak kemerahan pada permukaan kulit Abbey, terutama pada dada perempuan itu.
"Kamu tidak bisa bersabar ya?" Abbey terkekeh, sementara Arlington menekuk dahinya tidak suka. "Kamu yang membuat aku menjadi tidak sabaran."
Arlington menempelkan dahinya pada dahi Abbey hingga hidung mereka bertemu, Abbey bahkan bisa merasakan hembusan nafas Arlington yang menerpa wajahnya. Arlington membuka kemejanya sementar tangan Abbey sudah turun membuka kancing serta resleting celana Arlington.
Abbey tertawa melihat raut wajah Arlington seperti menahan sesuatu, gerakkan tangan Abbey sangat pelan membuat Arlington tersiksa dan ingin menyingkirkan tangan itu agar ia bisa melakukannya sendiri.
Setelah kemejanya ia lempar kesembarang arah, tangannya berpindah menjelajah punggung Abbey dan berusaha melepas pengait yang mungkin akan mengganggunya nanti. Arlington mengusap punggung Abbey, perlahan membaringkan perempuan itu. Hingga Arlington berada di atas Abbey dengan sempurna, ia menggunakan tangannya untuk menumpu beban tubuhnya sendiri.
Tangan Abbey tidak bisa diam, tangannya bergerak mengelus perut Arlington yang sempat membuatnya merasa canggung. Sementara Arlington berusaha membuka resletingnya sendiri.
"I want you," bisik Arlington parau tepat di telinga Abbey, seolah sudah menyelami suasana, Abbey mengangguk mengiyakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reasons
Romance[COMPLETED] Tak pernah terlibat skandal bersama perempuan merupakan reputasi besar yang Arlington pegang hingga sekarang. Kehidupannya yang tampak sempurna sukses membuat Abbey rela menyerahkan diri secara sukarela kepadanya. Arlington pun berhasil...