"Lampu tidak akan terang, bila tidak ada daya. Well, mau nyala atau tidak itu tergantung daya."
Melan berdecak sebal, "Gue gak bisa Mid, gue udah terlanjur suka sama tuh anak!"
Hamid menghela napas berat, cukup sulit berbicara dengan kepala satu itu, "Yaudah terserah lo, jangan salahin gue, kalo lo nanti nangis!" ancam Hamid.
Melan meraung-raung, kursi masih sangat lega. Melan berbaring, lalu bangun, dan berbaring lagi. Terus-terusan seperti itu, memang cukup sulit menerima sesuatu yang sudah terlanjur.
¤¤¤
Radja membanting stirnya saat melihat di depan rumahnya sudah ada seorang gadis yang sedang menunggu kedatangannya.
Sang gadis menatap ke arah dalam mobil tajam, menatap Radja semakin terpana. Siapa lagi kalau bukan Rani.
"Ngapain lo di sini!" seru Radja, lalu mendapat senyuman sinis dari Rani.
"Gue abis main sama mama lo," ucap Rani santai, seolah tidak memiliki masalah.
"Jangan harap kita bisa balikan! Dan jangan harap lo bisa dapatin hati mama gue!" ujar Radja diakhiri senyum picik.
Rani mendecak sebal, selalu dan selalu seperti itu, kalau bukan karena ulahnya dulu mungkin Rani masih berhubungan baik dengan Radja.
"Kita pasti balikan, dan gue pasti dapatin lo lagi!" lantang Rani seraya mengangkat satu alisnya.
Radja mendesis, "Halu!"
Tak lama kemudian taksi datang menjemput Rani, gadis itu masuk lalu pergi.
"Bagus deh, gue gak usah capek-capek ngusir!"
¤¤¤
Radja merogoh kantungnya, mengambil ponselnya lalu menekan tombol telepon atas nama Darma.
Tutututut
Belum ada jawaban dari panggilan, Radja segera mengakhiri tanpa menunggu lagi jawaban yang belum pasti akan diangkat atau tidak.
Memang cukup lelah menunggu sebuah jawaban yang sekira belum pasti untuk dijawab. Serasa menunggu hentakkan kaki yang belum siap melangkah.
Radja kembali menekan tombol telepon, dan kali ini Radja mencoba menghubungi Hamid.
Dengan cepat telepon terangkat, Hamid mungkin tidak terlalu sibuk.
"Hallo, assalamualaikum,"
"Waalaikumsalam Mid, lo, di mana?" tanya Radja santai.
"Lagi antar Bebep, ada apa emang?"
"Setelah, lo, antar si Aurel, lo antar gue ya."
"Kemana?"
"Udah, liat nanti aja!"
Dengan gerakan cepat, Radja memutus panggilan tanpa dosa, bahkan ia tidak mengucap salam.
Radja menaruh kembali ponselnya ke dalam kantung celana, lalu ia beranjak ke dalam kamar untuk siap-siap.
¤¤¤
Melan terus memperhatikan ponsel yang dipegangnya sedari tadi. Tak henti Melan menatap ponsel itu, rasanya berat, Melan harus berpikir panjang untuk hal ini.
Otaknya berputar terus, mengulang kata-kata Hamid yang terus saja terngiang didalam otaknya.
Kedua kata itu terus saja membulat tak henti. Melan sungguh sangat bingung, antara "iya" dan "tidak" saja ia sangat susah menentukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Radja's Melan
Teen Fiction"Radja itu matahari yang bersinar di saat terang dan redup saat gelap." "Lo udah jadi pacar gue! Jadi gak boleh putus tanpa persetujuan gue, selama gue belum ada pengganti. Lo, harus terus jadi pacar gue!" -Radja Annar. "Ya Edi harus cari, pokoknya...