6 : Gossip

15 5 6
                                    

Gak tau ya kenapa, kalo udah hari Jumat, Tara jadi lebih semangat sekolah. Semangatnya bukan karena sekelas ama doi doang. Lebih dari itu, ya jelas sih. Besoknya hari Sabtu terus Minggu. Libur tuh. Hari yang paling ditunggu-tunggu ama Tara.

"TARAA, JANGAN BERGERAK!"

Tara membalikkan tubuhnya. Diujung sana ada Lusi yang lagi lari ngedeketin Tara. Tara mengernyitkan dahinya, lalu menengok kearah sekitarnya. Ternyata Tara udah jadi pusat perhatian orang-orang.

"Lo apa-apaan sih, Lus? Lo kira gue maling?!" sewot Tara saat Lusi telah berdiri disampingnya.

Lusi masih dengan nafas tersengalnya mengeluarkan handphonenya. Menunjukkan sesuatu yang membuat Tara melebarkan matanya. Tara langsung mengambil handphone Lusi untuk melihatnya lebih jelas.

Tara melebarkan matanya saat melihat handphone Lusi yang menampilkan fotonya memasuki mobil Leon, bersama dengan Leonnya.

"Gila ya lo, bukannya lo bilang gak suka Leon?" tanya Lusi. Tara mengigit bibir bawahnya.

"Lo dapet foto ini darimana?" Bukannya jawab, Tara malah nanya balik.

"Lo lupa gue-"

"Iya, gue tau lo ratu gosipnya sekolah. Tapi, lo dapet ini darimana?"

"Privasi orangnya, lo gak perlu tau!" jawab Lusi. Baru saja, Tara ingin menjawab sapaan Dina membuat keduanya mengalihkan pandangan.

"Lo sehat, Tar?" tanya Dina tiba-tiba. Tara mengerutkan keningnya.

"Sehat lah, ini gue disini," jawab Tara dengan kebingungannya.

Tara menatap Dina, ia kira Dina akan membalas ucapannya. Tapi dilihatnya tidak. Dina sekarang malah mengalihkan pandangannya seperti mencari seseorang.

Tara menghela nafasnya, "Ini gak boleh sampe ke sebar!"

Dina mendecak, "Gue aja udah tau."

Tara membulatkan matanya. Lalu secara reflek memukul lengan Lusi berkali-kali. "Kenapa gak kasih tau gue dulu sih?"

"Gue aja tau pas ini udah kesebar!" Lusi menyilangkan kedua tangannya. "Lo goyah atau gimana sih, Tar? Lo bilang lo gak suka Leon tapi sekarang lo malah makin deket ama Leon."

"Sama aja, lo jilat ludah lo sendiri," tambah Dina.

Tara menatap Dina dan Lusi secara bergantian. Jujur aja, ucapan Dina emang sedikit pedas. Tapi Tara coba untuk hiraukan itu, karena itu sudah seperti watak aslinya Dina.

"Pulang bareng bukan berarti gue deket ama Leon. Waktu itu bener-bener kebetulan. Kak Sera gak jemput, terus cuacanya juga udah mendung. Kebetulan ada Leon yang abis ada kegiatan OSIS. Ya gue pikir, lebih baik gue terima ajakan Leon pulang bareng," jelas Tara.

"Tapi, kenapa harus Leon? Anak OSIS kan gak cuma Leon?" balas Lusi. Tara menghela nafasnya lalu menatap Lusi.

"Karena Leon doang yang ngajak gue pulang."

"Tapi lo paham kan apa akibatnya kalo-" ucapan Dina terpotong.

Tiba-tiba Raniya datang. "Gue terlambat ya?" Lalu Raniya beralih kepada Tara. "Tar, kan gue udah bilang jangan baik-baik jadi orang!"

Tara menatap Raniya malas. Lalu, tatapan malasnya juga diberikan kepada Dina dan Lusi.

"Terserah kalian deh mau bilang apa. Intinya udah jelas, gue gak ada maksud buat ngasih harapan ke Leon!" Tara pergi meninggalkan Raniya, Dina, dan Lusi.

"Tar!" panggil Raniya lalu mengejar Tara.

Lusi mendengus kesal, "Kenapa sih keras kepala banget, di kasih tau yang bener juga!" ocehnya. Membuat Dina yang kini tengah menyilangkan kedua tangannya tersenyum miring.

"Cemburu lo?"

Tubuh Lusi menegang, "Gila aja lo!"

Lalu, Lusi pun meninggalkan Dina. Dia lagi-lagi tersenyum miring.

"Gak gue biarin, temen-temen gue musuhan cuma gara-gara cowok!" gumam Dina.

Baru saja, berbalik ingin ke kelas. Dina tak sengaja berpapasan dengan Nega. Mata mereka bertemu, membuat mereka sama-sama mengukir senyum, saling sapa.

•••

Tara memasuki kelasnya, sudah ia duga sebelumnya. Teman-teman sekelasnya menatap Tara dengan pandangan yang sulit dijelaskan. Tara menghela nafasnya, lalu tanpa memperdulikan orang-orang sekitarnya ia berjalan menuju bangkunya.

"Kemaren bilangnya gak suka, sekarang di embat juga."

"Gak punya pendirian!"

"Kerjaannya cuma bikin sensasi doang."

"Beda ama kakaknya."

Tara mengepalkan tangannya. Kupingnya memanas mendengar perkataan yang jelas ditujukan untuknya. Siapa juga yang terima dijelekkin dibelakang gitu?

"Tar." Tara reflek menoleh kearah sumber suara. Ada Nega. Iya Nega.

Cowok itu tersenyum manis kearah Tara. Sebenarnya sih Tara udah meleleh daritadi. Pengen rasanya balas senyuman si Nega. Tapi, Tara memilih untuk jaim. Tetap dengan mukanya yang dibuat sedatar mungkin.

"Gak usah di dengerin omongan-omongan gitu mah. Gak perlu marah juga, yang tau benernya kan cuma lo," jelas Nega. Tara menundukkan kepalanya.

Bukan. Bukannya malu, atau lagi blusing. Cuma Tara lagi terharu aja. Daritadi semenjak dia dateng ke sekolah, yang Tara dapet cuma penghakiman orang-orang aja. Mereka langsung aja ngambil kesimpulan, tanpa tau apa kejadian yang benarnya.

"Makasih," cicit Tara. Nega menganggukan kepalanya.

"Emang kenapa lo sampe bisa pulang bareng Leon?" Tara reflek mengangkat kepalanya. Lalu, menatap Nega dengan wajah tidak percayanya. "Gue gak kepo, gue cuma mau tau," elak Nega membuat Tara terkekeh.

"Gak papa kok."

Akhirnya Tara menceritakan kenapa ia bisa pulang bersama Leon. Tara sedikit grogi sebenernya, karena waktu cerita muka Nega serius gitu. Kan jadi nambah cakep.

"Mana hp lo?" Tara mengernyit bingung. "Gue gak mau ngapa-ngapain kok," lanjut Nega. Tara akhirnya memberikan handphonenya pada Nega. Setelah sebelumnya ia membuka sandi handphonenya.

Nega terlihat beberapa kali memencet handphonenya. Lalu mengetikan sesuatu. Tara daritadi udah was-was, meskipun gak ada yang rahasia banget di handphonenya. Tapi, dia tetep aja was-was.

"Ini lo nyimpen nomor gue," ucap Nega tiba-tiba. Tara mengangkat kedua alisnya.

"Emang kenapa?" tanya Tara. Nega memberikan handphone Tara.

"Kalo nanti Kak Sera gak jemput lo lagi, lo chat gue aja," ucap Nega dengan santainya. Namun berkebalikan dengan jantung Tara, yang udah gak bisa santai.

"Gak usah, gue takut ngerepotin." Balasan Tara malah membuat Nega tersenyum geli.

"Yaelah, Tar, lo doang mah gak ngerepotin," balas Nega. Tara tersenyum kecil lalu menganggukkan kepalanya. "Gak cuma kalo Kak Sera gak jemput aja, Tar. Lo boleh chat gue kalo lagi butuh yang lain. Gue gak papa. Kita kan temen."

Tara mengangkat kedua alisnya lagi. Lalu mengangguk dan tersenyum. Iya, Tara ama Nega cuma temen. Tapi, kenapa Tara rada gak terima ya.

Tiba-tiba suatu kalimat terlintas di otak Tara. "Kalo gitu, lo kalo ada masalah atau butuh bantuan lo juga chat gue."

Dalam hati, Tara bersorak. Ia berhasil mengeluarkan kata-kata dengan sangat lancar. Tanpa tersendat atau gugup. Padahal, asli daritadi dia udah gugup.

Nega menatap Tara lalu terkekeh kecil, "Masalah gue besar, yang ada nanti lo malah pusing sendiri."

Tara menghela nafasnya, "Tadi kata lo kita temen."

"Yaudah, terserah lo deh. Lagian siapa juga yang gak mau dibantu Tara," ucap Nega lalu tertawa kecil.

•••

CigaretteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang