Menyimpan Luka

23 4 2
                                    

"Ayo berangkat!" Juna bangkit dari tempat duduknya.

"Kemana ?" Amira tampak bingung, masih belum pukul 09.00 di jam tangannya.

"Naik ke kapal lah nunggu apa lagi".

"Emang udah bisa naik ?" sangat kentara bahwa Amira bukanlah seorang traveller ataupun backpacker.

"Itu tadi suara ship's whistle, tanda kalau kapal siap berangkat. tunggu apa lagi ? mau gue gendong ?" Juna mengambil posisi seolah akan menggendong Amira.

Amira bangkit dari kursi, kemudian berlari ke arah dermaga meninggalkan Arjuna yang masih diposisi siap untuk menggendong.

"Eh lu mau kemana ? bukan ke arah sana!" Juna berteriak.

Amira berbalik, tampak raut kebingungan di wajahnya. Arjuna berlari ke arah Amira yang mendakan bahwa ucapannya tadi hanya candaan dan mereka sudah di arah yang benar.

"Lu baru pertama kali travelling ya ?"

"Sok tau lu"

"Ketika berlayar menggunakan kapal, nahkoda kapal membunyikan ship's whistle satu kali, artinya kapal tersebut akan bersandar di pelabuhan untuk membongkar dan memuat penumpang. Bunyi dua kali, kapal itu memberikan peringatan bahwa, persiapan sudah akan selesai dan siap untuk berlayar. Kemudian pada 'tiupan' ketiga, kapal tersebut meninggalkan pelabuhan menuju lokasi tujuan". Juna menjelaskan sambil berjalan beriringan dengan Amira menuju kapal mereka.

"hmmmmm" Amira hanya menggumam tanpa menjawab pertanyaan awal dari Juna.

***

Tepat pukul 09.00 terdengar bunyi tiga kali ship's whistle yang lebih keras karena posisi mereka sudah berada di dalam kapal. Tempat duduk mereka berada di deck bagian atas, Amira memilih posisi kursi paling tepi agar bisa menikmati indahnya pemandangan selama perjalanan. Arjuna tepat berada di sebelahnya,  2 tiket mereka memang tiket terakhir dalam pelayaran pada jadwal keberangkatan saat ini. Beruntungnya nomor kursi mereka masih bersebelahan. 

Selama perjalanan Amira tampak tak banyak bicara. raut wajahnya menunjukkan bahwa tujuannya ke Raja Ampat bukanlah untuk bersenang-senang seperti beberapa turis yang lain di kapal tersebut. Arjuna terlihat paham, ia memberikan ruang untuk amira selama perjalanan. 

30 menit pertama selama kapal berlayar tampak Amira masih menikmati pemandangan di luar jendela kapal. Sampai pada saat matanya mulai terasa berat, rasa kantuk yang tak bisa ia tahan. Bisa jadi karena efek perjalanan panjang dari Jakarta sejak kemarin. 

"Lu ngantuk ? nyender aja disini!" Juna menepuk pundaknya, tanda mengizinkan Amira untuk bersandar.

"Gag makasih" Amira memalingkan pandangan kearah lautan yang tampak begitu luas tanpa tepi.

Sesaat kemudian matanya terpejam, Amira tak ingat lagi apa yang terjadi setelah itu. Juna meraih kepala Amira, ia sandarkan lembut kepala perempuan itu di bahu kirinya. Juna memperhatikan secara seksama wajah Amira. Juna tak bisa berbohong, Amira teramat cantik. wajahnya terlihat sangat teduh, bibirnya merona alami dengan sentuhan sedikit lib balm untuk membuatnya tidak kering. rambutnya di kuncir kebelakang, sehingga membuat juna leluasa melihat garis wajahnya yang tampak resah.

Sejurus pikiran Arjuna kembali ke masa lalunya. Bayangan yang tak ingin ia ingat muncul bertubi-tubi. Selalu begitu, ketika ada seseorang yang mulai masuk ke dalam hidupnya. Bayangan trauma masa lalunya selalu muncul, hal sama yang membuat ia takut untuk mulai membuka hati kembali. Juna meraih sling bag disisi kanannya, ia letakkan tepat di tepi jendela kapal. Dengan lembut dipindahkannya kepala amira untuk bersandar kesana. Juna tak ingin membuatnya terbangun.

Pikiran juna berkecamuk. Ia memutuskan untuk mencari udara segar di deck bagian belakang. sekalian mencari secangkir kopi di kantin kapal untuk meredam stres yang tiba-tiba menyerangnya.

Juna menghirup aroma cappucino dari gelas kertas yang disodorkan oleh pelayan kantin. Ia memilih untuk duduk sementara di kursi santai yang disediakan di deck belakang kapal. Beberapa penumpang lain khususnya laki-laki juga banyak yang memilih untuk pindah kebagian belakang. Juna cukup banyak mengobrol dengan penumpang lainnya yang sebagian dari mereka adalah penduduk asli, tentara yang ditugaskan di wilayah setempat, serta para traveller lain yang menambah pengetahuannya tentang destinasi yang akan ia kunjungi.

Juna melirik jam di pergelangan tangannya. Kali ini ia memakai jam sport merek Suunto yang cocok untuk perjalanan lautnya. Jam dengan desain sporty berwarna hitam itu menunjukkan pukul 10.30, yang berarti 30 menit lagi kapal akan bersandar di pelabuhan Waisai. Arjuna kembali ketempat duduk sambil membawa segelas cappucino yang baru ia pesan untuk Amira.

"Sudah bangun ? Cappucino buat lu, hati-hati panas!" sambil meniup bagian bawah cup kertas sembari memberikan ke genggaman Amira.

"Terimakasih" Amira tersenyum tipis.

Amira bukan pecinta kopi. Ia lebih menyukai rasa yang manis dibandingkan rasa pahit. Tapi terkadang manis tak selamanya baik. Pahit terkadang juga memberikan rasa yang bisa membuat nyaman. 

Amira menyeruput sedikit demi sedikit cappucino pemberian Juna. Gelas yang semula penuh mulai berkurang setengahnya. Dari kejauhan mulai terlihat daratan pulau Waisai. semakin lama pulau yang tampak kecil itu mulai terlihat membesar. 

"Sebentar lagi sampai, saatnya  bertemu Kris.." Gumaman pelan Amira dapat terdengar di telinga Arjuna, tapi ia memilih untuk tidak bertanya.

***

Amira menyandang body pack abu-abu miliknya, sedangkan Arjuna sudah siap dengan  carrier consina biru di punggungnya. Mereka baru saja turun dari kapal, Juna mengajak Amira untuk menepi dan menemukan tempat untuk duduk di pelabuhan Waisai.

"So, apa rencanamu setelah sampai disini ?" Juna memang tak langsung meninggalkan Amira, ia harus memastikan semuanya baik-baik saja terlebih dahulu.

Amira tak langsung menjawab, matanya mulai berair. Seketika air matanya menetes, ia cukup kuat untuk menahannya sedari awal keberangkatan untuk mencari Kris. Tapi kali ini ia sudah tak tahan, di tempat yang jauh di timur Indonesia ia sendiri. Hanya Juna yang ia kenal. Amira berangkat hanya bermodalkan satu kalimat dari Abi yaitu Kris menuju Waisai. Amira tak pernah tahu tempat yang ia injak saat ini. Amira bingung harus memulai dari mana.

Arjuna mengambil sapu tangan dari kantong celana cargonya. Penuh hati-hati ia usap air mata yang jatuh di pipi Amira. Amira meraih sapu tangan dari Arjuna. Juna tak mengeluarkan sepatah katapun, ia membiarkan Amira untuk mengambil sebanyak mungkin waktu untuk dirinya sendiri.

" Malam ini kamu menginap di tempatku saja" suara Juna lebih lunak dari sebelumnya. Ia lihat tangis Amira sudah berhenti dan terlihat lebih tenang.

"Maksud lu tidur berdua ?" Amira terperanjat dan bangkit dari posisinya. Reflek Amira melemparkan sapu tangan tepat di wajah polos Arjuna. Arjuna melongo memandang heran Amira dari posisi duduknya.

*Bersambung* 

 [ship's whistle] = Peluit kapal atau Klakson Kapal.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 22, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Laut Raja Ampat dan Seribu RahasiamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang