Akhirnya Chandra bisa bernapas lega setelah bulan madu selama lima hari empat malam itu berakhir. Kartu debitnya terkuras habis-habisan untuk membeli berbagai rupa oleh-oleh. Mulai dari gantungan kunci lima ribuan sampai kain tenun Bali yang harganya selangit.
Begitu sampai di rumah Solo, Chandra merubuhkan badan di kamar. Dia tidak mengindahkan Prita yang langsung mengumpulkan orang serumah untuk membagi oleh-oleh layaknya Santa Claus yang membagi hadiah untuk anak-anak.
"Ini untuk Papa." Prita mengulurkan kopi hitam yang ia beli di Secret Garden Village. Pak Widhi terharu karena menantunya memperhatikan mertuanya.
"Ini untuk Mama." Mata Bu Laras melebar maksimal saat melihat isi paper bag yang ternyata adalah kain tenun Bali.
"Ini juga untuk Cinde."
"Wah ... tenun, Ma! Makasi ya, Ta." Cinde senang sekali dengan kain tenun yang halus yang diberikan oleh Prita.
"Sama-sama. Makasilah sama Mas Chandra. Kami beli oleh-oleh dari kartu debitnya," ujar Prita.
"Hah?" Bu Laras melongo lebar. "Yang benar?" Bu Laras kini menengok pintu kamar yang tertutup separuh. "Anak lakiknya Mama beli oleh-oleh? Bahkan untuk beli bajunya sendiri, dia mikir seribu kali!" Sengaja Bu Laras mengeraskan volume suaranya sehingga bisa terdengar sampai ke kamar. "Makasi, ya, Mas Chand Chand Ganteng, Anaknya Mama Sayang!"
Chandra menggeram. Mamanya selalu memberikan panggilan aneh bila mendapati sesuatu yang tak biasa dari dirinya. Dan itu diserukan di depan Prita, istrinya.
Arrrgghh ... Mama ini! Bikin imageku hancur!
Chandra mengembuskan napas kasar. Ia melihat langit-langit kamarnya yang kini tak lagi putih polos karena sekarang sudah ada tempelan bentukan bintang dan bulan yang memenuhi langit-langit. Tempelan itu bisa berpendar mengeluarkan cahaya saat lampu dimatikan.
Bila menengok ke kiri, dia sudah tidak mendapati lagi tempelan poster band Guns N' Roses kesukaannya saat SMA. Belum lagi gambar pin up cover girl majalah Playboy yang sudah sedasawarsa lebih tertempel di dinding pun akhirnya pensiun tak lagi menghiasi kamarnya.
Yang dilihatnya sekarang adalah sebuah kamar asing dengan bau yang wangi, spring bed kingsize baru yang menggantikan kasur busanya yang kini sudah dihibahkan ke tetangga yang membutuhkan. Spreinya pun tak lagi sprei karakter Marvel dari jaman Chandra SMP. Sprei bunga tulip warna pink kini menjadi pelapis kasurnya.
Sekarang di kamarnya berjejer dua buah lemari yang satu setengahnya terisi baju Prita. Sedang ia cukup memakai tiga rak dalam satu lemari. Jangan lupakan meja rias yang tertata berbagai macam skin care yang Chandra pun tak tau namanya, membuat kamar itu terlihat sudah ada wanita yang menghuni.
Dinding kamar Chandra tidak lagi bercat putih tulang. Prita sudah mengganti dengan memasang wallpaper bunga-bunga berwarna pink. Dan Chandra hanya bisa menggaruk-garuk kepala saat memasangnya sendiri.
Chandra menghela napas keras. Menikah ternyata seperti punya intelejen baru setelah mamanya. Dan, kini dia harus menguatkan telinganya menghadapi satu lagi kecerewetan perempuan yaitu istrinya sendiri ... Emanuella Prita Dominique.
Prita masuk setelah membagi oleh-oleh yang mereka bawa dari Bali. Sedang Chandra tak peduli dengan itu.
"Mas ... Mandi dulu kenapa? Langsung rebahan gitu sih. Kesel aku, dibilangin kaya bilangin kebo!"
Apa? Kebo? Suami sendiri dibilang kebo? Chandra mendengkus dengan mata masih terpejam. Di otaknya sudah terbayang bibir tipis Prita yang menjadi semakin tipis saat menegurnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Tangled (Completed)
عاطفيةChandra Pradipta, pemuda selengekan yang enggan berkomitmen. Di usianya ke 28 tahun, Prita kekasihnya meminta agar Chandra segera menikahinya. Namun, adik Chandra - Cinde, yang enam bulan lagi menikah membuat Chandra tidak bisa langsung menyetujui n...