02 | [Rasa yang kembali bersua]

125 44 3
                                    

Pemuda Asmardika itu masih terbaring nyaman diatas kasur, meringkuk kedinginan kemudian membenarkan selimutnya dan kembali tidur. Ia tidak lupa dengan jadwalnya hari ini, tapi rasa kantuk tidak bisa ia kalahkan.

Indonesia memang berbeda dengan London, biasanya ia akan bangun jam 9 pagi karena tidak akan ada suara yang membuatnya harus bangun dari kasur. Tapi sekarang berbeda, ada ibunya atau bahkan Dana yang bisa kapan saja masuk ke dalam kamar untuk membangunkan.

"Assalammualaikum pak Dika, udah siang masih aja tidur," ucap wanita paruh baya di depan pintu.

Pemuda itu langsung membuka mata, menyingkirkan selimut kemudian bangun. Kepalanya terasa sedikit sakit karena langsung duduk begitu saja, tapi masih bisa ia tahan.

Wanita paruh baya itu membuka korden dan jendela, sinar matahari langsung masuk tanpa permisi. Membuat Dika yang belum menormalkan penglihatan langsung merasa silau, ingin marah tapi ibunya akan balik marah. Lebih baik kali ini ia diam saja.

"Kamu nggak lupa kalau hari ini..."

"Iya bu, aku nggak lupa kok. Hari ini ngurus pindah kuliah," ujar Dika memotong ucapan ibunya.

"Terus kenapa masih disini? Mandi sana, masa kalah sama adikmu," kemudian wanita paruh baya itu pergi.

Semesta membuat pemuda Asmardika kesal di pagi hari, baru saja bangun sudah dibikin seperti ini. Memangnya tidak ada kesan yang bagus seperti disapa ibu, diberikan sarapan, atau dibangunkan secara baik-baik. Yang ada malah dibuat kesal saja.

"Kakak, mau bareng?" tanya Dana yang sudah rapi dengan seragam sekolahnya.

"Lo pakai apa?" tanya Dika, tidak menanggapi tawaran adiknya.

"Taksi online."

"Motor ada?"

"Ada."

"Yaudah lo aja duluan, gue nanti."

"Kunci di atas meja tv," kemudian Dana melambaikan tangannya dan turun kelantai bawah.

Dika langsung berdiri dan mengambil handuk dari dalam lemari, membiarkan kasur yang berantakan sehabis ia tidur. Tungkainya berjalan menuju lantai bawah, tepatnya kamar mandi yang berada di sebelah dapur.

Pemuda yang masih menuruni tangga itu membayangkan jika ada sapaan dari bapaknya, atau sudah disiapkan sarapan diatas meja. Dan karena sibuk pada dunia khayalan, Dika tidak sadar jika handuknya jatuh tepat dibawah kakinya.

BRAK.

Setelah itu suara keras terdengar sampai dapur, membuat 3 manusia yang berada di dalam rumah terkejut. Sedangkan Dika sudah jatuh tersungkur dengan bibir yang mencium mulusnya lantai, bahkan kakinya sudah mulai terasa sakit.

Lagi-lagi semesta membuat pemuda itu kesal, ini masih pagi dan harinya cerah. Tapi yang ada Dika terlihat mengenaskan, juga dengan rasa malu yang datang.

"Astagfirullah Asmardika, kenapa sampai kayak gini?" wanita paruh baya itu sudah mengacak pinggang dengan apron yang melekat di tubuhnya.

Dana membantu kakaknya untuk berdiri, mengambilkan handuk yang jatuh dan mendudukkan Dika di kursi yang terdapat di ruang tengah.

Berbeda lagi di ruangan lain, pria paruh baya sedang santai duduk dengan koran dihadapan, juga ditemani kopi dan roti yang baru saja dipanggang sang istri. Sedikit menguping pembicaraan di ruang tengah.

"Handuknya tadi jatuh, terus aku nggak sadar. Pas mau turun tangga tiba-tiba keinjak tuh handuk, ya kepeleset dong, ibu jangan marah," jawab Dika sambil melihat lututnya yang mulai membiru.

Peduli dengan mantan | ON GOINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang