24🥀

102 9 0
                                    

Hari ini telah menjadi hari paling melelahkan bagi Sahira. Berbagai tugas yang dilimpahkan untuknya harus dikerjakan hari ini juga, termasuk membuat soal untuk ulangan harian bagi setiap kelas.

Bukan hanya itu, setelah mengajar ia juga turut hadir dalam rapat guru. Banyak hal yang dibicarakan disana. Mulai dari pelaksanaan ujian sekolah dan masih banyak lagi.

Dalam hidup, kita harus senantiasa menjalankan amanah yang dilimpahkan pada kita. Berusaha sebaik mungkin untuk menjalankan amanah itu.

Sama seperti sifat nabi kita Muhammad SAW. Yang harus senantiasa kita laksanakan dan amalkan. Apalah jadinya dunia ini tanpa orang-orang yang jujur dan amanah.

Selesai melaksanakan salat Magrib Sahira hendak pergi ke tempat foto kopi, untuk mencetak soal ulangan yang sudah ia buat.

Namun di tengah perjalanannya ia mendapati Mbok Minah tengah berjalan gusar, di halaman depan rumah Bu Fatimah. Tanpa pikir panjang Sahira langsung menghampirinya.

"Assalamualaikum, Mbok," sapa Sahira. Mbok Minah membalas salam Sahira diiringi senyum walau wajahnya sedikit menyembunyikan rasa takut.

"Mbak Sahira, mau kemana?" tanya Mbok Minah.

"Saya mau ke tempat foto kopian di depan, Mbok, mau nyetak soal ulangan, untuk besok." Mbok Minah menganguk paham. "Mbok kenapa? Lagi ada masalah ya?"

"Ini, mbak. Den Reyhan kemarin nitip kain ini buat dijahit di penjahit langganan. Tapi saya lupa buat nganter, saya takut dengan Reyhan marah," jelas mbok Minah.

"Kalau begitu biar saya yang antar," tawar Sahira.

"Masalahnya bajunya mau dipakai besok. Dan kain ini sudah dikasihkan sama saya seminggu yang lalu. Saya bingung mbak, kalau saya antar sekarang bajunya baru jadi dua hari lagi. Ini semua memang salah saya yang suka pikun."

"Eum... begini saja, mbok tolong cetakkin ini di tukang foto kopi di depan. Kainnya biar saya yang jahit kebetulan di asrama ada mesin jahit, dan saya bisa menjahit. Nanti Mbok, kasih ukuran badan Gus Reyhan saja."

Mbok Minah menyunggingkan senyum ia senang mendengar Sahira hendak membatunya. Kesepakatan pun terjadi. Sementara Mbok Minah pergi ke tukang foto kopi, kini Sahira sedang menuju ke asrama, untuk menjahit kain batik itu.

Setelah sampai di ruang jahit. Sahira segera mengambil alat ukur dan gunting untuk memotong kain.

Dan dengan sabar dan telatennya ia menjahit satu persatu potongan kain itu. Meskipun sedikit mengantuk karena seharian belum istirahat Sahira tetap melakukan kegiatannya itu, dengan ikhlas.

•••••••••••••••••••

Angin semilir berhembus, membuat rasa dingin menusuk ke dalam badan. Ditambah rintikan air hujan yang menambah rasa sejuk.

Azan Subuh pun berkumandang, membuat setiap tubuh yang tertutup selimut tebal harus terbangun untuk mendirikan kewajiban.

Dikamar bernuansa elegan itu pemuda tampan bertubuh tegap, bangun dari tidurnya. Lalu melangkah ke kamar mandi, hendak membasuh wajahnya.

Setetes air yang mengalir membasuh wajahnya menambah rasa sejuk. Ia pun mengambil air wudhu lalu melaksanakan shalat Subuh di kamarnya.

Siapa lagi pemuda tampan itu kalau bukan Gus Reyhan. Putra tampan Kyai Khalid itu, semakin tampak gagah dengan peci dan sarung yang ia kenakan untuk salat.

Selesai salat ia mencoba mencari ibunya. Ia pergi ke kamar Bu Fatimah. Lalu mengetuk pintunya.

"Masuk!" suruh Bu Fatimah.

[REVISI] Cinta Di Atas Sajadah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang