Bagian 19

187 15 1
                                    


Denata

Bagian 19

Gadis itu menangis lagi di atas balkon kamarnya, di kunci di sana ketika hujan turun dengan derasnya beserta gelegar petir yang menyeruak di cakrawala.

Alaska takut petir, gadis itu sangat takut. Bibirnya bergetar hebat, tangan dan kakinya lemas tak berdaya disana. Alaska di diamkan disini, di atas balkon kamarnya sendiri menatap nanar ke dalam kamarnya yang hangat dan juga aman dan nyaman disana.

Alaska lagi-lagi mendapatkan tamparan hebat dari sang Papa karena tak becus untuk menjaga biola yang ia belikan untuknya, senarnya putus lagi saat Alaska berlatih di hadapan Papanya, setelah dirinya pulang di antar Reyhan.

"Papaaaa bukain!" Alaska tau itu adalah perbuatan yang sia-sia, menggerakkan kenop pintu ke atas dan ke bawah yang jelas di kunci dari dalam sana.

"Papaaaaaa!!!" Alaska berteriak sangat keras ketika suara petir terlalu keras di telinganya, gadis itu menangis hebat sambil memegang kenop pintu dengan satu tangannya yang masih berada di gagang pintu sana.

Menangis sambil memegang jantungnya yang berdebar dengan kencangnya.

"Alaska!" Alaska segera melihat ke arah bawah ketika seseorang pria berdiri disana tanpa ada payung yang menghiasi tubuhnya.

"Lompat!" Ucapnya karena suara hujan yang begitu deras, dan juga gelegar petir.

Alaska mengangguk kecil, lantas gadis itu naik ke atas pagar balkon kemudian memejamkan matanya sambil melihat pria itu yang sudah bersiap dibawah sana.

"Kamu yakin?!" Tanya Alaska yang masih menangis.

"Iya, yakin." Alaska mengangguk, lantas gadis itu melompat dari balkonnya dan berhasil.

Sebuah keajaiban.

"Kan, aku bilang apa berhasil." Ucap pria itu sambil membawa Alaska ke luar dari rumah ini, membawanya ke rumah seberang sana dengan Alaska yang menangis di gendongan pria itu.

"Makasih Kevin." Ucapnya sambil memeluk tubuh itu yang sudah basah.

Kevin menurunkan Alaska sesampainya di teras rumah, kemudian matanya merotasikan sekitar tak ada motor Nata disana.

"Nata belom pulang ya?" Kevin menggeleng, kemudian memberikan handuk ke arah Alaska.

"Masih di rumah sakit." Ucapnya, Alaska mendengar itu menganggukkan kepala kemudian melihat Kevin yang tengah mengeringkan rambutnya.

"Kok bisa tau kalau aku di luar."

"Teriakan kamu gede banget tadi." Ucap Kevin sambil tersenyum.

"Takut."

"Iya ngerti."

Alaska tersenyum, kemudian mulai mengeringkan rambutnya yang basah karena air hujan tadi.

Setelah itu, mereka berdua masuk ke dalam rumah besar milik keluarga ini.

"Udah biasa hidup berdua ya Kev?" Kevin mengangguk.

"Ya gitu, Papa sama Mama belom balik."

"Mama aku juga belom balik."

Kevin mengulum senyum kemudian meletakkan cokelat panas di atas meja setinggi lutut.

"Diminum biar anget badannya." Alaska mengangguk lagi, kemudian memejamkan mata sambil menghapus air matanya yang kembali menetes, setelah ia merasa bahwa dirinya begitu menyedihkan.

"Aku butuh Nata, tapi aku tau... aku bukan siapa-siapanya dia lagi." Kevin tak merespon, dia hanya ingin mendengarkan gadis ini berkeluh kesah.

"Aku butuh sandaran."

"Las." Alaska menoleh saat melihat pria itu basah kuyup dengan matanya yang sayu dan sendu.

"Gue minta maaf." Ucapnya, membuat bibir Alaska menjadi kelu seketika.

***

"Maaf aku udah buat kamu sakit hati." Setelah berjam-jam lamanya Alaska mendengarkan semua ocehan Nata gadis itu mulai mengerti, kenapa Ester sangat membutuhkan pria ini.

Demi kesehatan dan kesembuhannya tentunya, agar Nata tak merasa terbebani lagi.

"Nggak apa-apa, aku ngerti." Ucap Alaska sambil fokus ke arah luka di tangan pria itu.

"Itu luka apa?" Tanya Alaska, dibalas kekehan kecil Nata.

"Kena pisau." Alaska mengangguk kecil, kemudian ia merasakan ada sesuatu yang membuat pipinya dingin. Tangan pria itu mengusap pipi Alaska pelan kemudian mengecupnya singkat sambil tersenyum manis ke arah Alaska, hingga kedua dimple pria itu muncul.

"Sakit ya?" Alaska mengangguk, dan saat itu juga tangisannya pecah. Tumpah ruah, kembali membasahi pipinya yang kering.

Alaska segera memeluk tubuh pria itu membenamkan wajahnya di dada lebar pria itu sambil berkata yang tidak dapat Nata tangkap karena suaranya teredam oleh kaos yang Nata kenakan.

"Aku nggak mau kita putus!" Dekapan Alaska membuat Nata sulit mengambil nafas tapi, detik itu juga Nata tersenyum kecil kemudian mengusap rambut hitam milik gadis itu dengan lembut.

"Pendekatan dulu aja ya." Bisiknya dengan lembut, membuat Alaska mendongak sambil melihat wajah Nata yang begitu hangat di matanya.

Alaska... suka dengan wajah ini.





























Bersambung...

[✓] Denata | Jaehyun (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang