[42] Malam Pertandingan

173 12 0
                                    

Tidak pernah terbayang sebelumnya oleh Baylor kalau hampir seperempat murid di sekolah turut menyaksikan. Mereka berjejer memberi dukungan pada masing-masing kubu, yakni Baylor dan Raja.

Dua anak itu reputasinya memang buruk, tetapi siapa sangka keduanya masih digandrungi banyak kaum hawa yang datang. Angin malam yang menusuk bukan alasan mereka absen, justru beberapa anak malah pakai baju yang lumayan terbuka.

Di tahun terakhir SMA-nya, anggap saja Raja ingin membuat kenangan. Ya, memang baru pertama kali anak SMA Tunas Bangsa yang terkenal dengan murid-murid berprestasinya itu diam-diam mengadakan lomba balap motor ilegal. Raja sebagai yang mengajak, punya tanggungjawab dan resiko yang amat besar di tangannya.

Berkat keberanian Raja itu yang membuat para penonton mendukungnya.

Sementara itu, Baylor sibuk memakai peralatan berkendaranya. Ia mengenakan jaket kulit yang dipinjam dari Nata, sarung tangan dari papahnya, dan tempurung lutut dari Jefri. Memang, Baylor hanya modal motor saja. Hal tersebut jika Raja tahu mungkin akan ditertawai habis-habisan.

"Guys," bisik Restu dengan wajah yang panik, "gimana kalau tiba-tiba ada polisi dateng? Terus kita ditangkep, dibawa ke kantor polisi, dimarahin bunda, dipenjara, di--"

"DI-EM." Gery menekankan kata tersebut.

"Jarang jalanan sini, kecuali ada yang cepu," ujar Nata seolah paling tahu dan yakin, "lo bisa pegang kata-kata gue."

Baylor menoleh pada Nata, "Bener?"

Nata mengangguk mantab. Sejenak, Baylor menghela napas lega. Begitu pun yang lain.

Sudah lewat pukul dua, tetapi perlombaan belum juga dimulai. Beberapa penonton menyoraki, mereka ini semangat sekali, tidak tahu apa kalau Baylor deg-degan?!

Raja berjalan menuju motornya yang terparkir manis di belakang garis start. Menggertak jari-jemarinya sebelum menaiki motor tersebut.

"Ayo, cepet! Lelet!" sungut Raja.

Sebelum menghampiri Raja, Baylor meminta doa dari teman-temannya itu. Ia mendapat tepukan-tepukan tanda penyemangat dari mereka sebelum kakinya melangkah menemui Raja.

Pemandu yang juga salah satu murid dan teman Raja mulai mengangkat suara, "Para penonton yang datang dimohon untuk berdiri di belakang garis yang sudah disediakan! Jangan lupa untuk selalu mendukung jagoan kalian karena habis ini akan dipilih penonton paling heboh, semangat, dan pastinya akan ada hadiah yang menanti kalian. Yuhuuu gimana, seru kan?!"

"Seruuuu!!!"

"Mantab, oke kalau gitu kita panggil aja marshal-nya. Jauza Kirana Ginting!" seru pemandu dengan heboh, menaikkan tangan menyambut seorang gadis dari balik kerumunan penonton.

Baylor meneguk ludahnya. Kirana memakai singlet polos yang hampir memperlihatkan pusernya, juga levis yang sangat pendek. Rambut gadis itu dibiarkan terurai dengan paduan warna kemerahan di ujungnya.

Melihat penampilan Kirana yang seperti itu refleks Baylor menggertak stang motornya. Sementara itu para penonton menyoraki terutama golongan laki-laki. Kata-kata asusila yang Baylor dengar semakin ingin membawa Kirana pergi dari sini.

Kirana tidak bisa mengangat kepalanya barang sedikit pun, apalagi menatap ke arah Baylor. Tangannya gemetar bukan main menggenggam bendera itu. Gadis itu tidak tuli, Kirana dapat mendengar kata-kata bajingan dari orang-orang di sekitarnya.

"Wuih, boleh juga nih!"

"Mantab bodinya!"

"Anak kelas sebelas bahasa ya?"

"Bening."

Baylor menahan kepalan tangannya kuat-kuat, tatapannya tak lepas dari Kirana yang seperti hendak menangis.

"Yuk, kita mulai aja. Jangan ada yang nyolong start, ya. Kita di sini main fair-fair aja." Pemandu mengisyaratkan Kirana untuk segera memulai pertandingan.

Dengan nada bicara yang bergetar, Kirana berseru mengeluarkan seluruh energinya yang tersisa. "Satu ... dua ... tiga!" Kirana mengangkat bendera tersebut, Baylor dan Raja yang berada di samping kiri dan kanannya memelesat cepat.

"Gaspollll...."

"Raja, Raja, Raja!"

"Baylor, Baylor, Baylor!"

Beberapa siswi mulai menyuarakan yel-yel yang mereka persiapkan, tidak lupa gerakan-gerakan penyemangat yang semakin membuat malam menuju pagi itu semakin meriah. Bukan saja meriah, tapi juga mendebarkan.

Untuk sementara motor Raja memimpin, jaraknya terpaut sekitar panjang satu motor. Baylor menggeram di tempat, ia menambah kecepatannya untuk dapat menyalip Raja.

Setelah berhasil, Raja sengaja memperlambat lajunya. Strategi yang dipakai untuk mengelabui lawan. Baylor terkecoh dengan ikut menurunkan kecepatan sambil melirik Raja dari kaca spion, celah inilah yang dipakai Raja untuk gaspol.

Tiga menit berjalan sangat lambat, teman-teman Baylor sama-sama berdoa agar Baylor datang sebagai pemenang. Atau paling tidak, mereka semua aman. Tidak terciduk polisi, tidak terjadi kecelakaan, dan hal-hal yang tidak diinginkan lainnya.

"Sial," umpat Baylor ketinggalan cukup jauh. Seketika ia ingat Kirana, ia tidak mau Kirana jatuh ke tangan Raja si berengsek itu. Lantas Baylor mengerahkan energinya, kerjasama antara tangan, kaki, tubuh, dan pikiran, serta hati.

Wiuuuuu ... wiuuuuuu ... wiuuuu....

Sebentar lagi menuju garis finish, suara sirine polisi mengudara. Memecah kemeriahan menjadi situasi mencekam yang membuat semua orang di sana kalang-kabut.

Raja yang terkesiap kaget sebagai gerakkan refleksnya membelokkan stangnya asal, hingga menambarak trotoar jalan. Sedangkan, Baylor, ia menyerahkan diri di atas motornya.

Dorrr

Puluhan motor berhasil meralikan diri, sisanya pasrah ketika salah seorang polisi menembakkan tembakkan peringatan. Suara dentuman itu membuat Kirana--salah satu dari mereka yang pasrah merasakan dunianya berputar-putar, lalu semuanya gelap.

***

Jefri memukul daun pintu kamar Restu berulang kali, tidak peduli ruas-ruas jarinya memerah dan mengeluarkan darah. Sementara Restu, izinnya ke toilet untuk mengambil air wudhu agar merasa tenang.

Gery tidak pernah melepas matanya dari Nata, syirat akan kebencian. "Mana omongan lo yang bisa dipegang, Nat? Mana, hah?!" sentak Gery mendorong bahu Nata sampai membentur dinding.

"Gue nyesel pernah percaya sama lo, apalagi di keadaan kayak tadi." Jefri merutuk sambil menenggelamkan wajah di antara kedua telapak tangannya yang terbuka dan menyatu, "nyesel senyesel-nyeselnya."

Nata bungkam. Andai bisa memutar waktu, Nata akan menarik kata-katanya yang mengatakan bahwa semua akan 'aman'. Padahal, jauh dari kata itu sekarang benar-benar kacau.

Kalau urusannya begini apa adil hanya Nata yang dipojokkan?

Restu keluar dari toilet sambil menarik napas panjang. "Gue tahu kok kalian marah, kesel, benci sama Nata. Tapi, coba inget-inget lagi diri sendiri, sama-sama dukung Baylor kan?" Cowok itu berjongkok untuk meraih sajadah dan sarung di bawah ranjang tidurnya, tidak cuma satu, tetapi empas pasang.

"Nih, kita siap-siap Subuh. Serahin sama Allah, insyaallah Baylor baik-baik aja."

🌠Bersambung
What do u think about this part?
Bisa pikirin gmn endingnya? ❤
















Baylor [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang