Taburan Keenam

141 19 35
                                    

Akhirnya bisa update juga,huhu:"

Jangan lupa kasih kritik dan saran, ya.

Jangan lupa tinggalkan jejak juga, oke?

Selamat membaca!

"Loh, Ra, gue kira lo gak kerja dulu," ucap Jingga saat menyadari kedatangan Ora ke dapur sebuah caffe.

"Itu 'kan perkiran elo."

Jingga dan Ora berteman sejak keduanya bekerja paruh waktu di cafe yang sama saat memasuki semester awal kelas sebelas, yaitu di Aya's caffe, tempat keberadaan mereka sekarang.

"Iya, sih. Eh, jadi cerita versi lo gimana?"

Ora mengerutkan dahi, meminta penjelesan lebih atas kalimat yang diucap Jingga.

Jingga yang menyadari pun menggaruk tengkuknya dengan cengiran khasnya. "Tadi gue neror Ge buat cerita. Katanya lo disuruh pulang bareng Dirga sama Pak Ando."

Ora mendengus sebal dengan raut wajah kesal. Tadi saat keluar dari ruang BK, Ge tiba-tiba menyetop perjalanannya ke kelas saat di depan koridor Mipa dua.

"Kenapa, Ra? Kusut banget."

"Ck, gue disuruh pulang bareng sama Dirga."

"Loh, punya urusan apa emang?"

Ora mengangkat bahunya. "Males, Ge," adunya.

Ge sedikit terkekeh lalu mendekat memberi bisikan. "Mau aja, lumayan uang kamu jadi gak kepake."

Mata Ora berbinar dan tersenyum tipis. "Pinter lo."

"Saya emang pinter, ba--"

"Berisik. Jangan bilang siapapun."

"Oke."

"Bye!" Lanjut Ora dengan berlari kecil meninggalkan Ge.

Ora berdecak saat mengingat obrolannya dengan Ge itu. Sialan! Dia kan sudah bilang oke, tapi kenapa tetep cerita sama Jingga?!

Ge benar-benar menjadi ember bocor jika berhadapan dengan Jingga. Menyebalkan.

"Ra?" panggil Jingga menyadarkan Ora dari lamunannya.

Ora menatap Jingga sebentar, lalu pergi keluar dapur membawa sebuah catatan pesanan tanpa mengindahkan tuntutan penjelas dari Jingga tadi.

Jingga melotot melihatnya. "Oy, budek lo?!"

"Nggak."

Jingga menyusul Ora dengan membawa dua gelas minuman pesanan pengunjung. "Terus kenapa lo nitip totebag ke gue kalo tahu lo bakal tetep kerja?"

"Males bawa."

"Hih! Kasian, ya, Tari, pasti dijadiin babu lo terus kalo di sekolah, kayak gue gini contohnya."

" ... "

"Aneh gue. Kenapa Tari masih mau temenan sama spesies kayak elo, sih?"

Detik itu juga Ora berhenti berjalan, dan menatap Jingga dengan kerutan dahi. "Gak ngaca lo nanya kayak gitu?"

Dan Jingga juga ikut berhenti, sedang Ora kembali melanjutkan langkahnya.

"Iya, ya. Kenapa gue juga masih mau temenan sama Ora?" gumam Jingga bermonolog dengan dirinya sendiri.

Dirga memasuki rumahnya dengan langkah cepat, bahkan ia baru sadar belum membuka helmnya saat berlari melewati cermin yang ada di ruang makan.

AURORATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang