Prolog

81 15 8
                                    

Suara dentang jarum jam memenuhi seisi ruangan. Dua sosok yang kini saling berhadapan itu saling terdiam, hanyut dalam pikiran dan prasangka masing-masing. Dion yang tidak tahan dengan keadaan ini akhirnya angkat bicara.

"Jadi kamu mau lanjutin hubungan ini atau nggak?" Suara bariton Dion sontak membuat lawannya menengadah, menatap tepat di iris matanya.

Tiga detik, empat detik, lima detik, Dion menunggu. Namun hanya keheninganlah yang terjadi. Dion menghela napas kasar. Menahan amarahnya agar tidak lepas kendali.

"Aku tanya kamu baik-baik Liora, jadi jawab dengan benar apa mau kamu. Kamu nggak bisa terus-terusan lari dari semua ini dan membiarkan aku yang menangani semuanya. Sadar Liora!" Dion sadar suaranya sedikit meninggi, tapi mau bagaimana lagi, Liora harus sadar bahwa Dion tidak menjalani hubungan ini sendirian. Ia tidak bisa terus-menerus lari. Dion hendak bangkit dari duduknya ketika tiba-tiba suara Liora menghentikannya.

"Aku nggak tahu." Lirih Liora.

Hening.

Dion menetap lurus-lurus lawan bicaranya sambil mencerna apa yang dikatakan Liora.

"Apa?"Setelah sepersekian detik hanya kata itulah yang dapat keluar dari mulutnya.

"Aku nggak tahu yon, aku bener-baner nggak tahu apa yang aku pengen dari hubungan ini!!" Liora akhirnya angkat bicara, suaranya meninggi sebab ia tak tahu dengan apa yang terjadi pada dirinya belakangan ini.

" Hebat kamu Li! Hebat! Kamu tinggal bilang mau lanjut atau nggak Li! Tapi kamu nggak tahu ?! Hebat kamu." Nada sarkastik dalam suara Dion mengagetkannya. "Segitu nggak berartinya aku di mata kamu selama ini ternyata. Aku salah memulai semua ini sama kamu dari awal. Seharusnya dulu waktu kamu bilang nggak, aku nurutin kamu dan bukannya susah-susah bujuk kamu untuk mencoba sama aku." Dion sudah beranjak dari duduknya dan berdiri. Ia mencondongkan badannya ke depan, hingga wajahnya hanya berjarak beberapa senti dari wajah Liora.

Suara Dion dalam dan serak hanya bisa membuatnya mematung "Oke, karena kamu nggak tahu. Biarin aku lagi yang mutusin." Wajah Dion semakin dekat, "We're Done Liora. Maaf sudah ganggu waktu kamu selama ini." Dion menarik diri, mengambil kunci mobilnya yang tadi ia letakkan di atas nakas dan berjalan ke arah pintu.

Brak

Suara bantingan pintu tetap tidak membuat Liora bergerak. Ia terlalu syok dengan apa yang baru saja terjadi. Harusnya ia senang bukan? Semuanya telah berakhir, ia tak terbebani lagi. Tapi kenapa rasanya sesak? Dan tanpa seizinnya setetes air mata jatuh mengenai pipinya. Apa yang salah denganku? 

The Disaster In MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang