07. VCD (and chill?)

1.6K 246 44
                                    

"Jadi gimana perkembangannya?" Marcel membuka rapat.

Kenapa ia bertingkah seakan tak ada apa-apa kemarin?

Aku menggeleng. Seperti yang kubilang sebelumnya, ada baiknya mereka tidak tahu 'keistimewaan' yang dimiliki Singto. Aku tak mau orang-orang melihatnya sebagai makhluk yang aneh dan bahkan melakukan hal yang membahayakan dirinya. Aku ingin mereka melihat Singto sebagai manusia biasa.

"Well," Tapi kurasa ada baiknya aku beberkan sedikit. "Singtontinggal sendiri di apartemen mewahnya. Aku tak tahu kemana keluarganya, dia juga gak pernah bas. Dan oh! Sebelum kalian nanya, gak ada foto keluarga."

"Mungkin hubungan dia sama keluarganya emang gak bagus." Tay mencoba menebak.

"Bisa jadi." Earn menimpali. "Atau mungkin ia ternyata korban dari keluarga yang abusive?"

"Tebakan bagus!" Balas Marcel. "Tapi terlalu jauh. Bisa jadi keluarganya ada di luar negri."

Kami semua mengangguk setuju.

Beep beep

Singto : Lama juga gak ketemu

Singto : Mau main ke tempatku?

Seperti anak SMA di drama romansa. Aku mendengar musik bernuansa bahagia di kepalaku yang muncul entah dari mana. Tubuhku kembali terasa geli atau yang mereka sebut kupu-kupu dalam perut. Bibirku seketika merajut senyum ketika melihat SMS dari Singto. Rasa lelahku sehabis pulang sekolah sekejap hilang tak bersisa.

"Eh, duluan ya." Ujarku sambil tersenyum. "Ada janji nih sama narasumber."

***

Aku menemui Singto sama seperti hari kemarin. Setelah menekan bel yang sama, buru-buru kulihat cerminanku sendiri dari layar ponsel. Apa penampilanku terlihat baik hari ini? Aku menghirup aroma bajuku yang sudah dipastikan harum. Aku juga sudah meminta liptint Nam sebelum bergegas ke sini. Semoga warnya tak terlalu mencolok untuknya.

"Halo." Singto muncul dari belakang pintu. "Rapi banget nih?"

Aku tersenyum malu, "Ah masa sih? Berantakan gini. Aku kan baru pulang sekolah."

Setelah masuk ke apartemennya, Singto langsung merebahkan diri ke sofa empuknya. Sepertinya ia sedang tak ada kegiatan lomba jadi ia tak harus berlatih sepulang sekolah. Namun aku tetap bisa merasakan ada perasaan tertekan dari wajahnya. Seperti sedang memikirkan sesuatu terus-menerus menghantui pikirannya.

"Mau nonton film?" Singto menunjuk ke arah dapur. "Aku udah bikin popcorn."

"Boleh." Balasku. "Tumben banget."

"Jadi kamu mau main spelling bee?"

Seketika aku menggeleng cepat.

Singto beranjak dari tempat duduknya. Mengambil beberapa tumpuk VCD dari meja bawah TV-nya. Lucu juga. Jarang sekali aku melihat seseorang yang masih memilah film dari kepingan VCD. Rasanya seperti kembali ke masa lalu ketika aku masih kecil. Padahal kalau dipikir, TV-nya sudah terfasilitasi aplikasi untuk menyaksikan film secara online. Tapi tak apa, aku suka laki-laki old school.

"Aku menyewa ini kemarin." Ujarnya. "Jadi semua ini rekomendasi dari yang jaga toko."

"Kakak masih nyewa film?" Aku tersenyum.

"Masih." Balas Singto tanpa ragu. "Aku juga gak mau nanti kamu cerita ke teman-temanmu kalau kita berdua netflix and chill."

Aku tertawa. Sama sekali tak pernah terlintas di kepalaku untuk melakukan hal semacam itu bersamanya. Aku memang menyukainya. Tapi bukan semata-mata karena ada hasrat seksual.

Idiosyncrasy - [ Singto x Krist ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang