Suara tuts-tuts keyboard berbunyi tanpa henti oleh ketikan jari ahli, kemudian dia menggulir cursor pada tombol kirim. Sambil menerima telepon diselipkan di antara bahu dan pipi agar terdengar suara dari seberang line, gadis bersurai pirang sepunggung itu sesekali mengangguk, sambil menjawab dengan nada lembut.
"Baik, Pak. Kami akan segera memproses keluhan Bapak. Mohon kesabarannya untuk menunggu, Pak. Akan kami kirim e-mail secepatnya." Orang di seberang sana terus saja mengeluarkan ocehan tanpa henti. "Iya, Pak. Kami mohon maaf atas ketidaknyamanan ini. Akan segera kami selesaikan." Lalu sambungan line terputus setelah mengulang kembali keluhan yang sama. Gadis itu meletakkan gagang telepon, lalu membaca serentetan kalimat dari customer di kolom keluhan.
Sebagai karyawan di sebuah perusahaan e-commerce, bukan hal baru menghadapi customer dengan segala keluhannya. Meskipun perusahaan tersebut terbesar di Indonesia, memiliki banyak customer service yang siap menangani, ada saja masalah yang tidak bisa diselesaikan secara cepat.
"Mer, gue udah bilang, kalau keluhan customer seperti ini, lo suruh nunggu aja. Jangan langsung main lempar ke gue, dong!" Nada kesal Jehan disertai dengan geraman pada gadis lebih muda sekitar tiga tahun darinya dan berdiri di sampingnya.
"Maaf, Bu. Customer-nya ngotot pengin bicara langsung sama atasan," Mery menjawab takut-takut.
Jehan memutar bola mata. "Kalau keluhan seperti ini nggak bisa lo tangani, gimana lo bisa menangani kasus-kasus lain? Prosedur kita sudah jelas. Apa pun ceritanya, customer harus patuh! Kita nggak bisa langsung menyelesaikan masalahnya. Kita musti cek dulu history dia belanja di reseller mana!"
"I-iya, Bu."
"Huh!" Jehan kesal bukan main. Untuk masalah ini tidak seharusnya sampai pada manajer. Jehan harus lebih keras lagi pada mereka, supaya lihai menghadapi customer bawel. "Nanti setelah makan siang, semuanya briefing!" Semua orang di ruangan itu mendadak menghentikan aktivitas. "Telat, potong gaji lima persen!" lanjut Jehan sambil berlalu dari ruangan tersebut.
Semua mendadak lesu. Begitu juga Merry, si biang masalah. Gadis itu sudah bekerja setengah tahun, tetapi belum kebal dengan omelan customer.
"Mer, lu cari mati, sih!" geram lelaki sekitar berumur dua puluh lima tahunan duduk di samping Merry. Dia menyandarkan punggung sambil menjambak rambut. "Nggak bisa pulang cepet lagi nih, cewek gue bakal ngomel-ngomel lagi!"
"Customer-nya bawel banget. Gue pusing dimaki-maki. Yang kemarin juga belum selesai, gue ditelepon melulu. Padahal gue udah suruh tunggu sesuai prosedur."
"Haduh, belum juga lebaran udah minta maaf melulu!" Yang lain ikut meradang sambil memutar bola mata.
Merry merasa tidak enak hati. Sudah dua kali dia menyebabkan masalah yang sama sejak bekerja di sana. Dia menggumamkan permintaan maaf pada rekan kerjanya yang tidak digubris siapa pun. Mereka sibuk melanjutkan pekerjaan masing-masing. Merry mengerucutkan bibir dan lanjut memproses keluhan tadi.
Di lain tempat, Jehan duduk di kursi kebesarannya sambil mengecek pekerjaannya di layar Mac berukuran 27 inci di depannya. Dia mengetik di atas keyboard, lalu menekan enter cukup kuat. Kemudian dia menghela napas kasar sambil membaca kalimat-kalimat yang tertera.
Bunyi ponsel di samping mengalihkan perhatian Jehan. Dia mengusap layar dan menempelkan di telinga sambil menyandar santai. "Kenapa nelepon? Gue masih sibuk!"
"Anjir! Sok sibuk si kampret!" Di seberang line terdengar protes seperti biasa. "Nanti malem kita nongki, skuy! Gue kangen minum di bar!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Love : Heart Choice
RomansaSaat Jehan setuju menikah dengan lelaki pilihan ibunya, Eghan, cinta pertama Jehan yang sudah menduda, tiba-tiba hadir kembali dan ingin membuka lembaran baru bersama Jehan. *** Jehan, manajer perusahaan e-commerce, jatuh cinta sejak lama dengan Egh...
Wattpad Original
Ada 3 bab gratis lagi