Menempuh Hidup Baru (4)

117 11 0
                                    

"Mas Rayhan?"
Nisa heran ketika membuka pintu rumah, Rayhan masih berpakaian rapih dan berdiri tepat di depannya. "Kenapa balik lagi?"

"Ada yang ketinggalan." Rayhan langsung masuk ke dalam rumah, menaiki anak tangga menuju ruang kerja.

Sementara Nisa, ia merasa kepalanya pening, pandangannya berkunang-kunang. Tak mampu menyusul Rayhan, ia memilih duduk di sofa yang ada di ruang tamu, menyandarkan tubuhnya lepas.

Beberapa menit kemudian Rayhan kembali membawa beberapa map di tangan. Sampai di ruang tamu, Rayhan melihat Nisa memijit-mijit kepala.

"Hei!" Rayhan duduk di sebelah Nisa. "Sakit?" Raut wajah Rayhan berubah cemas menyadari muka Nisa yang terlihat pucat.

"Ndak. Cuma pusing aja. Udah minum obat kok. Mas berangkat lagi sana! Hari ini ada meeting penting kan."

"Ndak papa gimana, pucet banget begitu."

"Ndak papa lho, dipakai istirahat nanti juga sembuh."

Tak mau mengindahkan ucapan Nisa, Rayhan malah mengambil ponsel mencari-cari kontak nama kemudian menekan tombol panggil.

"Kok ndak diangkat sih." Rayhan menggerutu.

"Telpon siapa?"

"Wira."

"Buat?"

"Buat wakilin Mas Rayhan meeting."

"Emang kenapa diwakilin?"

"Mas mau anter kamu ke dokter lah, sayang."

Rayhan masih terus mencoba menghubungi Wira tapi tak ada jawaban. Beralih menghubungi Retno, sama saja tak ada jawaban.

"Udah Mas ke kantor aja. Nisa ndak papa."

Rayhan menatap Nisa sayu sambil menggeleng.
"Mas tu ndak bisa ninggalin kamu kalo sakit. Pas kamu sehat aja sebenernya Mas ndak mau kalau jauh-jauh dari kamu, apalagi keadaan begini."

"Mas Rayhan itu berlebihan. Nisa masih kuat kok kalau hari ini Mas minta Nisa nemenin ke kantor."

"Ndak usah aneh-aneh."

"Mas Rayhan yang aneh. Cemas berlebihan."

Rayhan tak menjawab lagi, ia menatap mata Nisa yang kini terpejam. Entah kenapa melihat Nisa memejamkan mata membuat Rayhan merasa ketakutan. Tiba-tiba ponselnya berdering dan tertera nama Wira.

"Hallo Wira!"

"Assalamu'alaykum warohmatullah Mas!"

"Wa'alaykumussalam. Dimana?"

"Di pondok Mas. Maaf tadi ndak denger telpon dari sampeyan. Soalnya, lagi agak sibuk, nyiapin lamaran buat Retno."

"Hah? Bicara apa sampeyan ini?"

"Iya Mas. Wira mau melamar Retno. Abah sudah setuju."

"Jadi, sampeyan mau lamar Retno hari ini?"

"Iya. Abah udah cerita tentang Retno dan Salma Mas. Dan sebelum itu memang Wira mau melamar Retno."

"Oh, syukur alhamdulillah kalau begitu. Semoga semua berjalan lancar sampai hari yang ditentukan."

"Aamiin. Oh ya, Mas Rayhan ada apa ni tadi telpon?"

"Oh ndak papa. Tadinya mau minta tolong wakilin buat meeting, soalnya Nisa lagi ndak sehat. Mas mau bawa ke dokter."

"Oh ya udah Mas, Wira ke kantor, lamarannya nanti sore apa malem kan bisa."

"Ndak usah. Prioritaskan dulu urusan sampeyan."

Masjid Agung Kiai Ma'sumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang