Esther menghela napasnya saat melihat bangku kosong di kelas Kelvin. Setelah UTS selesai, Kelvin membuat onar hingga dirinya ia terpaksa menskorsingnya selama 2 minggu. "Bu Esther kok melamun terus?" Tanya Cika penasaran.
Esther hanya menggelengkan kepalanya, lalu ia menghembuskan napasnya kasar. "Saya... cuman kecapean aja," balasnya bohong. Cika masih tidak puas dengan jawaban Esther.
"Yakin bu? Emang tadi kita bahas apaan?" Tanya Cika penasaran.
Esther yang gelagapan hanya terdiam dan menghela napasnya. Tidak ada yang bisa lepas dari admin akun lambe sekolah. Ia hanya tersenyum tipis kepadanya dan menopang dagunya. "Gapapa kok, Cik. Saya beneran lagi capek aja," pungkasnya.
Aiden masuk ke dalam kelas Kelvin dengan memakai jas OSSIS dan membawa HT. "Permisi Bu Esther," Esther menatap Aiden, lalu ia menghela napasnya kasar. "Anak OSSIS yang gue tunjuk kemaren. Bisa kumpul di ruangan OSSIS bentar buat briefing?" Esther hanya mengerutkan keningnya.
"Eh, Den! Tamunya siapa emang? Bapaknya mantan lo?" Celetuk Arif dan diiringi tertawaan dari teman-temannya. Aiden hanya menghela napasnya kasar dan tersenyum.
"Bukan, Rif. Bapak Kalpores Surabaya. Katanya sih, dia mau nangkep bapak lo kan? Bukan nya bokap lo kena kasus korupsi. Kali aja mau bawa anaknya ke kantor buat di interogasi, atau lo nya ketangkap maling motor?" Balas Aiden sengit.
Arif yang kesulut emosi langsung beranjak dari tempat duduknya dan berusha untuk memukul Aiden namun, teman-temannya berhasil menahannya. "Awas lo ya!" Ucapnya sambil menatap tajam Aiden. "Lo gak bakalan gue biarin idup abis ini!" Ancamnya sambil menunjuk ke wajah Aiden.
"Sudah-sudah, Aiden. Sudah." Esther berusaha melereai Arif dan Aiden. Esther mendorong Aiden keluar kelas, lalu menutup pintunya.
"Saya duluan," ucapnya singkat.
Esther hanya diam dan menatap punggung Aiden dari kejauhan. "Loh, Bu Esther gak ngajar?" Esther hanya tersenyum saat Bu Yuli menyapanya.
"Iya, ini abis dari kamar mandi," ucapnya bohong. Ia langsung berjalan masuk dan kondisi di dalam kelas kembali menjadi kondusif. "Sudah..." suara bel berbunyi membuat hampir seluruh murid keluar dari kelas karena jam sudah memasuki jam istirahat.
Esther hanya menghela napasnya kasar dan mengemasi barang bawaannya. "Mau saya bantu?" Tawar Cika.
Esther langsung menutup zipper tas laptop miliknya dan tersenyum. "Kamu beresin aja projectornya." Cika hanya mengganggukkan kepalanya menurut.
"Kalo ibu bingung sama perasaan ibu, mendingan ibu coba deh kunjungin orang ini." Cika menyerahkan sebuah secarik kertas yang bertuliskan sebuah alamat. Esther hanya tersenyum dan menganggukkan kepalanya.
"Yasudah, kalo gitu saya duluan," ucapnya, lalu berjalan menuju ruangannya.
.
.
.
.
.
.Ia berjalan menuju parkiran sekolah karena sekarang sudah menunjukkan jam 6.03 sore. "Pulang malem mulu," Esther menghentikan langkah kakinya dan menengok ke belakang.
"Kelvin!? Kamu... ngapain di sini!?" Kelvin haya menghembuskan napasnya kasar dan berjalan menghampirinya.
"Saya... ada keperluan. Kenapa? Gak boleh ya?" Kelvin menatap dingin Esther. Wajahnya datar dan tidak ada senyum. Esther hanya menghela napasnya kasar.
"Maafin saya yang waktu itu," ucapnya. "Saya... masih belum mau ketemu sama kamu." Kelvin hanya menganggukkan kepalanya dan menunjukkan aplikasi Grab miliknya.
"Udah saya pesenin Grab." Esther hanya terdiam dan menatap punggung Kelvin yang perlahan menjauh darinya.
"T-tunggu, Kelvin!" Kelvin langsung menghentikan langkahnya dan menengok ke belakang. Esther berjalan menghampirinya. "B-bisa temenin saya... sebentar aja?" Kelvin menaikkan satu alisnya.
"Katanya gak mau ketemu dulu." Kelvin menghela napasnya. "Yaudah, kita tunggu di warung depan sekolah aja. Gapapa kan?" Tanyanya memastikan. Esther menganggukkan kepalanya. Tangan kirinya meremas jaket bomber yang dikenakan oleh Kelvin dengan erat. Ia sebenarnya takut dengan suasana mencekam SMA Taruna 2 saat malam.
"Kelvin... kamu gak takut apa ke sekolah malem-malem? Saya aja... agak merinding kalo harus pulang jam segini terus," keluhnya.
Mereka sudah ada di warung seberang sekolahannya. "Gak tuh," balasnya singkat. "Saya gak pernah ngerasa merinding atau takut sama yang begituan. Bisa di bilang saya orangnya logis," jelasnya.
Esther hanya diam dan menatap motor Kelvin yang terparkir tepat di parkiran warung tersebut. Di belakangnya terlihat gedung sekolah yang terlihat terang dan samar-samar terdengar suara ayat suci yang di putar oleh penjaga sekolah. "Kamu merasa aneh gak sih? Selama sekolah di sini?" Esther menatap Kelvin yang sedang meminum es teh yang ia pesan.
"Penjaga sekolah Den Kelvin, bisa liat sama bisa nyembuhin yang punya penyakit supranatural, mbak." Ucap Pak Yono menimpali.
"Masa sih?!" Tanya Esther tidak percaya. Ia menatap Kelvin dan menganggukkan kepalanya.
"Bener. Pak Yono di sini udah sepuh. Warung ini ya... jatoh ke tangan keluarganya Pak Yono, bu. Jadi dari generasi paling atas, sampe jatuh ke tangan Pak Yono." Esther hanya menganggukkan kepalanya.
Hujan kembali mengguyur malam itu. Esther hanya menghela napasnya kasar. "Sepertinya si Mbak sama Den Kelvin berjodoh kayanya," celetuk Pak Yono.
Esther hanya tersenyum saat mendengar celetukan dari Pak Yono dan tidak terlalu menanggapi. Ia hanya merasakan aneh ketika bersama Kelvin. Ia merasa hal yang belum ia pernah rasakan ketika bersama dengan muridnya yang satu ini.
Hujan angin malam itu membuat warung Pak Yono harus di tutup. "Motornya masukin mas!" Para pengunjung yang terjebak di dalam warung tersebut langsung memasukkan motornya. Hujan semakin kencang dan hembusan angin dari luar membuat benda-benda yang ada di depan berserakan.
"Ini orderan Grab-nya ibu di cancel sama drivernya nih." Esther menghela napasnya kasar.
"Ujan badai begini," ucapnya.
Kelvin menodorkan segelas teh hangat dan tersenyum. "Mending ibu minum dulu deh teh angetnya deh. Bakalan dingin sama lama." Ucapnya sambil menaruh teh anget di depannya. "Pak, baksonya dua." Pak Yono hanya menganggukan kepalanya.
"Kamu keknya suka mangkal di sini?" Kelvin menganggukkan kepalanya.
"Bukan saya aja kok. Dari yang udah alumni sampe sekarang masih pada suka ngumpul di sini." Ucap Kelvin.
Esther hanya mengangguk-anggukan kepalanya. Ia menatap wajah Kelvin. "Kenapa ya, kalo sama kamu bawaannya hujan mulu?" Esther menopang dagunya.
Kelvin hanya tertawa kecil dan mengendikkan bahunya. "Jodoh kali." Esther hanya menghela napasnya dan menatap Kelvin malas.
"Gombal mulu kerjaannya." Esther menghela napasnya. "Kamu kenapa lakuin itu?" Esther kini menatap Kelvin.
Kelvin hanya tersenyum dan menatap Esther. "Jalan yok," ajak Kelvin.
Esther hanya menghela napasnya dan mengangguk pelan. Sebenarnya ia ingin beristirahat di rumah namun, ia takut jika kejadian itu terjadi dengannya. Esther hanya pasrah kemana Kelvin akan membawanya kali ini. "Emang mau kemana? Jangan jauh-jauh ya? Kalo bisa di dalam kota," pintanya.
Kelvin tersenyum dan menganggukkan kepalanya. "Emang ibu ada lagi pengen jalan kemana?" Esther mengangguk.
"Kamu... tau tempat nongkrong yang ada di Jl. I.R. Soekarno?" Kelvin menganggukkan kepalanya.
"Mau kesana?" Esther menganggukkan kepalanya dengan antusias.
"Ini mas, mbak baksonya." Pak Yono langsung menghidangkan bakso yang di pesan oleh Kelvin sebelumnya.
Esther hanya mengangguk dan melemparkan senyum tipis. "Nanti pulang dulu ya? Saya mau ganti baju dulu, gak enak." Kelvin menganggukkan kepalanya.
"Apa... mau main di kosan?" Esther langsung tersedak saat Kelvin mengajaknya untuk pergi ke kosan.
"Kamu ya?!" Kelvin hanya tertawa kecil dan memberikan teh hangat miliknya.
"Minum aja dulu. Abisnya mukanya kek capek gitu. Ada apa?" Esther tidak menghiraukan pertanyaan Kelvin hingga mereka selesai makan.
.
.
.
.
.
.Jangan lupa untuk share, vote, komen, dan tambahkan ke library! Karena setiap hal kecil yang kalian lakukan dapat membantu Author makin termotivasi untuk menulis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bu Esther
Fiksi PenggemarEsther adalah seorang guru BK dari SMA Taruna 2. Banyak yang menginginkan dirinya, tapi ia hanya tersenyum dan tidak mengindahkan tanggapan mereka. Sampai pada akhirnya ia jatuh hati kepada salah satu muridnya. Apakah ia bisa menahan perasaannya ata...