Sebagai bungsu sekaligus satu-satunya gadis di keluarga Nareshwara, Nana harus bisa merelakan waktunya untuk semua saudaranya yang lain. Karena, kelima pemuda itu masing-masing ingin menghabiskan waktu dengan Nana. Bahkan, mereka sempat bersepakat untuk membuat jadwal khusus dimana mereka memiliki waktu tersendiri untuk bermain dengan Nana dalam sehari.
Ide itu langsung ditolak mentah-mentah oleh Nana. Karena, hey! yang benar saja. Nana bukan barang sewaan. Tapi karena hal itu, ia menyadari betapa kelima saudaranya itu menyayangi nya. Karena itu pula, ia berusaha membagi waktu untuk mereka.
Seperti saat ini, hari sabtu pagi, ia sedang duduk diatas sofa depan televisi yang menayangkan animasi kesukaannya yang berjudul 'larva' itu sembari bersender pada bahu Ken yang sedang bermain games melalui ponselnya. Tak hanya itu, di paha gadis itu pun terdapat Arga yang sedang berbaring menjadikan pahanya sebagai bantal dengan mata yang terpejam. Di hadapannya, Darren dan Damian duduk bersisian diatas karpet dengan tenang sembari memakan cemilan. Sesekali mereka memperdebatkan sesuatu yang tidak Nana pahami.
Orang tua mereka sedang berada di New York, untuk menyelesaikan beberapa masalah yang ada di cabang perusahaan disana. Sedangkan Ryan sedang sibuk mengurusi cafenya yang tak pernah sepi pelanggan. Jadi, mereka santai saja melihat remah makanan bercecer di lantai. Mereka akan membersihkannya nanti. Toh, tidak ada yang menceramahi
"Bol, gue bosen" celetuk Damian memecah keheningan.
"Hm.. Gue juga" jawab Darren acuh, tanpa berpaling dari televisi
Damian melengos. Tatapannya beralih pada adik bungsunya. "Cebol nomor dua" panggil Damian pelan.
Karena merasakan tatapan kakaknya yang satu itu terarah padanya, Nana menunjuk dirinya sendiri, "maksud kakak, aku?"
Damian mengangguk santai. "Kan yang cebol cuma lo sama Ren. Ren spesialis cebol nomor satu, lo nomor dua"
Nana mendengus, "ngapa kakak manggil?"
"Main yok"
"Mau kemana?"
Belum sempat Damian menyelesaikan ucapannya, ia di buat terheran-heran dengan pergerakan Ken yang langsung mematikan ponselnya serta Arga yang bangkit dari tidurnya. mendadak, perasaannya jadi tidak enak.
"Ayok lah. Timezone ke mall" sahut Ken
"Gue cuman ngajak Nana. Ngapain lo ikut-ikut?" decak Damian jadi sewot
Ken memandang polos, "kita itu udah sepaket dari lahir. Ga boleh seenaknya gitu ngajak cuman salah satu"
"Cih. Nah, lo ngapain?" tanya Damian kali ini pada Darren, ketika ia melihat kembaran nya itu beranjak. Ingin menuju kamarnya
"Mau ambil jaket" jawab Darren santai
"Gue nggak ngajak lo, cebol"
"Kalo Nana sama Ken sepaket, gue sepaket nya sama lo. Jadi gue ikut" ucap Darren sambil berlalu
Damian memberengut kesal. Pupus sudah keinginannya untuk bermain berdua dengan Nana. Yah, bukan apa-apa sih, ia lebih senang mengajak Nana karena gadis itu cenderung diam dan tak banyak menuntut. Sangat berbeda dengan Ken dan Darren, jika sisi kekanakan mereka sudah muncul, bahkan orang tua mereka pun kerap kali di buat pusing.
Giliran Arga bangkit dari posisinya, "gue panasin mobil dulu"
Kini, Damian membelalak tak santai. "Kakak juga ikut?!"
"Gue yang nyetir"
"Lah, aku udah punya SIM, kak. Aku bisa nyetir sendiri"
"Gue paling tua disini. Gausah bantah"
KAMU SEDANG MEMBACA
Simple Shimphony : Me and My Bro's
Teen FictionMemiliki lima saudara memang mengesankan. Selain tak akan merasa kesepian, juga bisa digunakan untuk melatih kesabaran. Apalagi jika kelimanya memiliki karakter yang berbeda-beda, Ryan yang care dan meledak-ledak, Arga yang sarkas dan terlalu datar...