33. Dua Sisi Berbeda

133 20 0
                                    


"Ada satu rasa sakit yang sering aku rasakan, yang tidak akan pernah kau ketahui. Itu disebabkan oleh ketidakhadiranmu."
.
.
.
.
.

Happy Reading

Rara menatap lurus kearah brankar unit kamar rawat. Matanya memandang kosong pada pria yang kini terpejam dengan kepala yang diperban.

Mengapa rasanya ia susah bernafas? Kemarin Rara mengira jika Varo malaikatnya, tapi hari ini pandangannya kembali berubah. Varo memang selalu menjadi malaikat tak bersayapnya, tapi kali ini berbeda. Dia tidak berterima kasih atau mengucapkan apapun pada seseorang yang sudah menolongnya kemarin.

Bertemu dengan Alta rasanya ia sudah tidak mempunyai wajah lagi. Mengapa situasinya malah semakin rumit seperti ini? Begitu banyak pertanyaan dibenak Rara tentang Alta.

Pria itu sendiri yang meminta dirinya menjauh, lalu mengapa Alta sendiri yang mendekat bagaikan medan magnet.

"Kenapa lo serumit itu, Al?"

"Ngaca! Kenapa lo juga serumit itu, Ra?" Hati Rara tertohok. Tanpa menolehpun ia tahu siapa si ketus yang mengatai dirinya.

Shifa melangkah masuk bersama dengan gadis yang tidak Rara sangka-sangka. Syanala Elmirandha.

Rara menjilat bibir bawahnya yang terasa kering, pertanyaan Nala terus terngiang di kepalanya.

"Lo gak ngerti apa-apa." Tutur Rara dengan nada tercekat. Menerima kenyataan yang menyakitkan itu sungguh tidak mengenakkan.

Shifa mendekat. "Terus siapa yang ngerti? Lo itu antara gak peka atau pura-pura bego."

Rara semakin tidak mengerti. Dia masih belum bisa membanca situasi saat ini. Kebaradaan Shifa dan Nala masih belum bisa diterima oleh otaknya.

"Maksud lo berdua apa? Gue gak ngerti."

Nala kini terkekeh sinis. Dirinya tidak sebaik itu. "Percuma ngomong sama lo. Mungkin disini tuh Alta yang bego. Nyelamatin orang yang gak tahu diri kayak elo berulang kali."

Diamnya Rara memberi kepuasan untuk mereka. Tapi suara ringisan membuat ketiga perempuan yang sedang bersitegang itu mengalihkan perhatiannya.

"Ini minum dulu." Shifa mendahului Rara yang baru saja ingin membantu Alta.

Alta diam. "Kalian bisa tinggalin gue dulu!"

Seakan permintaan Alta menampar Rara. Dengan perlahan Rara mundur, ia cukup tahu diri untuk tidak bertahan disitu.

"Mau kemana lo?" Mata Rara mengerjap pelan. Tangannya yang sedang memagang gagang pintu tertahan, kemudian menoleh kearah Alta yang masih duduk sambil bersender di kepala brankar.

Shifa dan Nala yang mengerti tanpa diminta melenggang keluar, memberi keduanya privasi meskipun mereka tahu bahwa sahabat mereka yang lain juga akan tersakiti.

"Maaf..."

Alta masih diam bergeming. Matanya menatap Rara seperti predator sesungguhnya.

"Kesini bentar, ada yang mau gue bilang sama elo." Seperti anak yang penurut Rara mendekat hingga langkah kakinya berhenti tepat di samping brankar Alta.

Don't First LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang