"Bukan tuhan yang tidak sayang, tapi dirimu sendiri yang enggan mengikhlaskan. "."
¤¤¤
Azka diam selama ini bukan karena dia mengistimewakan Nafisa, bukan juga karena Nafisa di bawah bimbingannya. Namun karena selama ini Nafisa masih dalam tahap wajar dalam bertindak. Jadi ketika hari ini Nafisa bertindak di luar batas wajar yang dia buat, tidak salah bukan jika dia marah pada Nafisa.
Azka sudah memperingatinya, sejak awal bahkan dia sudah mewanti-wanti Nafisa. Namun gadis itu ternyata mengabaikannya.
"Lancang kamu memegang barang yang bukan punya kamu," suaranya memang sedatar biasanya namun dalam dadanya tersimpan amarah yang besar.
"Do...Dokter Azka," ucap Nafisa tergagap, tamat riwayatnya kali ini. Kenapa dia tidak mendengar pintu yang dibuka.
"Sepertinya ucapan saya selama ini hanya kamu anggap angin lalu, apa kurang jelas yang saya katakan?" Azka melangkah maju berdiri tepat di depan Nafisa, hanya berjarak satu langkah saja.
"Do...Dokter mau ngapain?" Nafisa berjalan mundur, namun semakin dia mundur Azka juga semakin maju. Langkahnya terhenti terhalang meja di belakangnya.
Azka merebut foto yang dipegang Nafisa dengan kasar, menatap tajam Nafisa. Membuat nyali Nafisa menciut seketika.
"Sekali lagi kamu usik saya, jangan salahkan saya kalau saya nekat berbuat sesuatu," bisik Azka pelan namun masih mampu di dengar Nafisa.
"Dokter mengancam saya?"
"Hanya mengingatkan," Azka berlalu pergi meninggalkan Nafisa yang menghela napas lega, beruntung dia sudah memotret wajah Rania tadi.
¤¤¤¤
Nafisa mengedarkan pandangan, mencari seorang perempuan paruh baya yang dikenalnya. Lalu matanya menemukannya, dia segera beranjak menghampiri orang itu.
"Maaf Tan, buat Tante nunggu," ucap Nafisa merasa tak enak.
"Gak papa Naf, santai aja," ucap tante Mira orang yang diajak ketemuan Nafisa.
"David mana?" tanya Tante Mira karena tidak melihat David.
"Dia masih ada urusan jadi aku sendiri yang nemuin Tante," ucap Nafisa.
"Langsung aja ya Tan, soalnya aku takut Dokter Azka tau. Tadi aja dia lihat aku waktu pegang foto Rania," lanjutnya.
"Tapi kamu gak diapa-apain kan?"dari suaranya Nafisa tau Tante Mira mencemaskannya.
Nafisa tersenyum
"Tenang aja tan, kalau sama aku mah pasti beres," walau anak Tante emang nyeremin sih," lanjutnya dalam hati, tidak mungkin dia membongkar aib Dokter Azka di hadapan ibunya sendiri.Nafisa segera membuka tak selempangnya, mengambil ponsel dan mengutak atik sebentar.
"Bener ini kan Rania?" ujar Nafisa menunjuk foto yang tadi berhasil di potretnya.
"Iya bener, dia Rania. Terus kapan kamu ke panti asuhan?"
"Rencananya hari minggu besok Tan, lebih cepat lebih baik."
"Syukurlah, semoga semua cepat selesai ya, Tante gak pengen Azka terlalu lama mengingat Rania. Wanita itu jahat karena telah menyakiti anak laki-laki Tante." suara Tante Mira melemah membuat Nafisa ikut sedih.
Tante Mira memegang tangan Nafisa, menatap Nafisa dengan pancaran harapan.
"Kamu satu satunya harapan Tante, Naf. Tante mohon kamu mau membantu tante untuk menyadarkan Azka." bagaimana raut wajah itu terlihat putus asa benar benar mengusik hati Nafisa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Doctor (Complete) [Tahap Revisi]
SpiritüelTahap Revisi (Saat author inget🙂) ¤¤¤ Saat sebuah keyakinan dan ketakwaan teruji karena kehilangan seseorang yang sangat kamu sayang, akankah kamu kembali memegang teguh keyakinan itu? Saat berulang kali kamu memohon dan meminta tapi ternyata tak d...