"Beri aku satu kesempatan, akan ku buktikan siapa yang patut kamu cintai."
¤¤¤
Azka mendiaminya, Nafisa sangat merasakan itu. Jika biasanya Azka masih membalas perkataannya meski singkat, maka hari ini tidak sama sekali. Dia hanya fokus mengecek pasien, tanpa menatap Nafisa meski hanya sekali saja.
Sesungguhnya Nafisa merasa asing dengan suasana seperti ini, meski selama ini Azka selalu jutek dan ketus tapi dia tidak pernah benar-benar diam.
Nafisa tahu dia salah, tapi tujuannya kan baik. Dia cuma mau membantu Azka agar kembali pada Allah, itu saja.
"Dok, biar saya bantu," ucap Nafisa akan mengambil alat yang di butuhkan Azka. Namun dengan cepat Azka meraih alat itu.
Nafisa mencebikkan bibir kesal, Azka seperti anak kecil yang marah karena tidak di beri permen.
"Masa iya aku beliin dia permen?"
Sampai jam praktik selesai, Nafisa tidak banyak membantu. Dia hanya memanggil nama pasien saja. Selebihnya semua di kerjakan Azka sendiri.
Nafisa baru akan meminta izin istirahat saat tiba-tiba Azka keluar dari ruangan, meninggalkannnya sendirian. Bibirnya mangap antara terkejut dan tak bisa berkata-kata. Jadi Azka benar-benar marah padanya.
Kakinya menghentak kesal, Azka keterlaluan. Benar-benar keterlaluan. Tidak cukup kemarin membentaknya hari ini Azka juga mendiamkannya, lalu besok apa lagi. Dia akan di pecat?
Entah kenapa matanya terasa perih, pandangannya tak jelas terhalang oleh air yang mengendap di matanya, sekali saja dia berkedip maka akan jatuh air matanya.Nafisa duduk di salah satu kursi ruang tunggu yang sepi, dia malas melakukan sesuatu. Azka benar-benar keterlaluan karena berhasil merusak suasana hatinya.
Wajahnya ia tangkup dalam kedua tangan, lalu perlahan air mata itu jatuh menetes. Dia kecewa entah karena apa, dia sakit hati gara-gara sikap Azka. Dia tidak pernah seperti ini sebelumnya, dia termasuk gadis kuat, jarang menangis. Tapi kenapa dengan Azka semua emosi seakan mudah sekali muncul.
Dia tidak mungkin menyukai Azka kan?
Itu tidak mungkin! Laki-laki cuek seperti Azka apa bagusnya disukai?"Nafisa? " suara panggilan dari samping membuat Nafisa segera menghapus air matanya. Dia menoleh manatap David yang menatap khawatir ke arahnya. Sejak kapan David duduk disitu, kenapa dia tidak mendengar langkah kakinya.
"Kamu menangis? Kenapa?" tanya David karena tak pernah melihat Nafisa menangis, gadis ini selalu ceria dan tersenyum pasti yang membuatnya menangis adalah hal penting.
"Saya baik-baik saja Dok," ucap Nafisa menenangkan David, jangan sampai David tau kalau Azka yang membuatnya menangis.
"Gak mungkin nangis kalo gak ada apa-apa," ujar Davin tak percaya.
"Saya serius Dok, tadi cuma kemasukan debu."
"Tapi... "
"Eh waktu istrahat udah mau habis, saya mau salat dulu Dok. Permisi," potong Nafisa tidak ingin David bertanya lagi.
Nafisa berlalu pergi meninggalkan David yang masih menatap khawatir ke arahnya dan satu orang lagi yang menatapnya datar.
¤¤¤
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Doctor (Complete) [Tahap Revisi]
SpiritualTahap Revisi (Saat author inget🙂) ¤¤¤ Saat sebuah keyakinan dan ketakwaan teruji karena kehilangan seseorang yang sangat kamu sayang, akankah kamu kembali memegang teguh keyakinan itu? Saat berulang kali kamu memohon dan meminta tapi ternyata tak d...