03. Amarah Gavan

204 42 27
                                    

"Ada satu hal lain yang tidak bisa ditarik kembali untuk diulang selain waktu. Yaitu, perkataan."

***

Brak!

Pintu kelas yang semula tertutup ditendang kasar oleh Gavan sehingga menimbulkan bunyi yang cukup kencang. Keadaan kelas XII IPA 2 awalnya tenang-tenang saja langsung berubah begitu Gavan, Zidni dan gerombolannya masuk kedalam kelas.

Memberikan atensi yang cukup menarik dan sangat sayang jika dilewatkan. Gavan melangkah dengan yakin. Auranya memang sangat berbeda. Biasanya cowok itu akan tersikap tenang dan tidak gegabah namun sekarang yang mereka lihat sosok Gavan yang penuh amarah.

Brak!

Gavan memukul meja yang digunakan Bram untuk menyangga kepalanya dengan posisi tertidur. Mata Bram yang terpejam kini mulai terbuka. Bram terkejut dengan kedatangan Gavan yang tiba-tiba. Bagaimana tidak, sebelumnya Gavan memang terkenal sebagai sosok yang diam dan jarang berinteraksi dengan orang yang tidak dekat dengannya.

Bukan hanya Bram, Zidni dan penghuni kelas yang terkejut dengan tingkah Gavan yang baru saja mereka lihat tapi teman-teman Gavan juga. Mereka sampai saling menyikut memberikan kode seolah tidak yakin yang berada dihadapannya ini memang benar seorang Gavan.

"Lo cowok? Tapi hobinya nyinyir ke cewek?!" Gavan menarik kerah Bram memaksa cowok itu berdiri. "Gak pantes lo jadi jantan!" Gavan melepas cengkramannya pada Bram.

Dengan emosi yang sudah meluap Gavan masih terlihat tenang. Hanya saja perkataan yang penuh tekanan membuat buluk kuduk siapa pun meremang saat mendengarnya.

"Habisin aja Van habisin," propokator Rigel sambil bersedekap dada. Seolah pemandangan seperti ini yang selama ini ia tunggu-tunggu.

"Cowok kok mulutnya lemes. Ganti gender aja lo sana!" Vega ikut memperkeruh.

Zidni berdiri dengan tidak tenang. Dia sempat melotot pada teman Gavan untuk memperingati mereka agar tidak menjadi kompor saat amarah Gavan sudah berkobar-kobar sejak tadi.

"Van," panggil Zidni dengan suara gemetar saat melihat Gavan melangkah maju semakin mendekat pada Bram yang terpojok pada meja.

"Dia gak akan mati." Nilam berujar sangat santai membuat Zidni menoleh sewot seperti ingin memakan Nilam hidup-hidup.

"Bisa bayar berapa lo buat ganti rugi perasaan orang lain yang tersinggung karena omongan sampah lo itu?!" tanya Gavan.

Bram hanya tertunduk tidak berani. "Pergi kemana keberanian lo?!"

Teman sekelas Zidni hanya mampu melihat. Tidak ada yang berani melerai. Melihat Gavan yang sangat berbeda dari biasanya sudah membuat lutut mereka bergetar karena takut.

"Punya mulut kan lo? Ditanya itu jawab!" bentak Gavan membuat bahu Bram tersentak karena terkejut. Zidni memegang jantungnya yang berdegub kencang akibat suara Gavan.

"Gue nggak bermaksud-- Van." Bram gemetar. Keberanian saat mempermalukan Zidni didepan kelas seperti lenyap begitu saja ditelan bumi.

"Dengan lo bilang gini sakit hati orang lain jadi langsung hilang, begitu? Enak banget lo!" Gavan mendorong Bram kasar.

"Udah lama gue denger kasus tentang lo yang bertindak seenaknya tapi gue diem aja karena itu sama sekali bukan urusan gue. Tapi sekarang beda--" ujar Gavan pada Bram.

Gavan mendekat dan membisikan sesuatu pada Bram. "Lo salah cari mangsa."

Setelah lama tertunduk mengumpulkan keberanian Bram mendongak menatap Gavan. "Zidni memang sumber masalah. Semua yang gue omongin itu bener. Kenapa lo perlu marah?"

OCCASION Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang