Suara pintu diketuk, membuat pemuda bersurai biru muda menoleh.
“Siapa?” tanya Khun, meletakkan buku yang dibacanya di atas pangkuan. Beralih mengambil pisau dari laci meja kecil samping ranjang yang didudukinya. Mata cobalt menyorot awas.
“Ini aku, Bam.”
“Oh, kamu Bam. Masuklah,” panggil Khun merilekskan badannya yang tegang. Kembali menaruh pisaunya dalam laci dan lanjut membaca bukunya. Ia meraih mug teh dari atas meja.
Bam membuka pintu, berjalan ke arah temannya. Dia mencoba menyembunyikan kedua tangannya yang bergerak gelisah. Khun menepuk bidang ranjang di sebelahnya, mengisyaratkan Bam untuk duduk. Dengan gugup lelaki berambut coklat gelap itu lengah. Dia menghadap Khun. Mata emasnya memandang lekat.
“Khun,” Bam berucap setelah beberapa saat.
“Ya? Ada apa?” jawab Khun tanpa mengalihkan perhatian dari buku. Menyesap tehnya tenang.
“Apa itu ciuman?”
Khun lantas tersedak. Ia menelan tehnya cepat, berusaha menyelamatkan tenggorokannya yang diserang sakit. Terbatuk pelan, matanya bergulir menatap Bam. Masih kaget luar biasa akibat mendengar pertanyaan yang tak pernah disangkanya berasal dari mulut polos itu.
“Apa yang barusan kau tanyakan?” lirihnya, menaruh mug di meja.
“Apa itu ciuman?” ulang Bam, sebuah senyum innocent tersungging di wajahnya.
'Senyum yang sangat ilegal.' Pikir Khun mengamati remaja tersebut. Tunggu, fokus.
"Aah, itu... Ketika dua orang menempelkan bibirnya satu sama lain untuk menunjukan perasaannya. Yah, tidak harus di bibir--" manik birunya membulat seraya penjelasannya diinterupsi. Oleh Bam.
Yang kini menciumnya.
“Ap--Apa barusan?!” Khun tergagap, muka putihnya mulai memerah. Ia menyentuh bibirnya lamat. Masih merasakan panas, sensasi lembut yang ditinggalkan singkat oleh Bam. Memicunya makin bersemu merah.
“Apa tadi ciuman?” tanya balik Bam. Dia menirukan aksi Khun, menyentuhkan jari ke bibir miliknya yang agak memerah.
"...Ya," jawab Khun pelan, tidak yakin harus berkata apa. Otaknya masih menjeritkan betapa lembut dan hangatnya ciuman Bam padanya.
“Rasanya menyenangkan. Bisa kita melakukannya lagi?”
Khun terhentak mendengar kalimat tersebut. Wajahnya makin merah padam. Sepertinya malah memicu Bam khawatir.
"Khun, kamu baik-baik saja? Mukamu merah, apa kau sakit? Apa ciuman tadi menyakitimu?"
"Tidak, tidak! Aku tidak sakit. Ciuman tidak akan menyakitiku. Hanya saja--" kembali Khun dipotong oleh Bam yang mendadak menggenggam kedua pergelangan tangannya. Tersenyum lebar.
"Kalau begitu, ayo lakukan lagi," cengir Bam mendekatkan wajahnya. Semakin dekat. Hingga bibir mereka bertemu sekali lagi.
Khun panik. 'Apa yang kulakukan? Aku seharusnya menghentikannya sebelum dia menyesal nanti. Tapi pegangannya kuat sekali. Dan ini rasanya sangat...' Kelopak matanya mulai menutup, menyerah pada sensasi yang hebat. Lembut, hangat, bungah menyusupi relung hatinya. 'Baiklah, mungkin sedikit lebih lama tidak apa...'
Waktu sedikit itu berubah cukup lama. Hingga kemudian Khun melepaskan diri dari Bam untuk menghirup udara yang menipis. Bam masih menggenggam tangannya erat, binar mata emasnya menyorot intents, berniat ingin melakukannya lagi.
"Bam..." Khun menggigit bawah bibirnya, menjelaskan. "Kamu seharusnya hanya mencium orang yang kau sukai. Seseorang yang spesial untukmu."
Bam meneleng, mencerna kalimat temannya. "Tapi aku sangat menyukaimu, Khun. Dan kau spesial bagiku."
"Tapi itu--" Khun terhenyak, makin memerah malu. "Sudah sekian lama tidak ada yang mengatakan hal itu padaku..."
Bam mengerutkan kedua alisnya. "Apa maksudmu? Aku yakin semua orang menyukaimu, Khun. Dan mereka pasti menganggapmu spesial. Maksudku, kamu--"
"Hentikan!" Khun berteriak, tidak sanggup mengontrol degup jantungnya akibat pujian polos Bam. Ayolah, semua orang pasti membenci Khun karena sifatnya yang licik, hanya Bam yang menganggapnya orang baik.
Waktu yang tepat untuk Rak muncul. Mahkluk dino itu melangkahkan kakinya masuk ke ruangan. Matanya mengerjap kala mendapati situasi aneh di depannya.
'Dua kura-kura duduk di ranjang yang sama, berdekatan, saling berpegangan tangan, dengan kura-kura biru yang mukanya merah padam...ooh,' angguk Rak mencoba memahami keadaan.
"Kalian mau s*x? Maaf, aku akan pergi."
"Tu--kami tidak--" protes Khun ketika Rake berbalik keluar. Ia menghela nafas, menyisir poninya lelah. Lalu mengembalikan perhatiannya ke remaja di sebelahnya.Bam memasang raut wajah bingung. Khun merasakan dadanya berdebar tegang seraya temannya menatap padanya. Mulutnya berucap.
"Khun, apa itu s*x?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Kiss
Fanfiction"Khun, apa itu ciuman?" Pertanyaan yang keluar dari mulut polos Bam membuat Khun terkaget luar biasa.