1.6. MUSEUM
“Makasih,” ucap Aurie setelah turun dari motor dan melepas helm.
“Senyum kali,” ujar Steve melihat wajah Aurie yang kusut.
Aurie terpaksa tersenyum, maksudnya agar Steve tak banyak bicara dan cepat pulang ke rumahnya, atau kembali lagi ke sekolah.
“Jangan lupa besok,” ujar Steve setelah menghidupkan kembali motornya.
Aurie memutar badannya kembali menatap Steve, “Besok?”
“Besok hari Jumat, sekolah,” jawab Steve polos.
Aurie menghela nafas panjang, “Nggak lucu.” Steve tersenyum melihat Aurie memutar bola matanya.
“Kalau bukan kakak kelas, udah gue jitak lo,” umpat Aurie dalam hati.
“Minggu depan jalan, yuk?” ujar Steve. Huh.
“Kemana?” tanya Aurie.
“Nah, kamu yang pilih tempatnya,” jawab Steve sambil tersenyum menatap Aurie.
“Ya udah, iya,” jawab AUrie singkat dengan harapan Steve cepat pulang.
“Irit amat ngomongnya. Jangan jutek-jutek jadi lucu. Ya udah, Kakak pulang ya mau bikin tugas.”
Aurie tersenyum malas lalu mengangguk, “Hati-hati.”
Aurie masih tak habis pikir. Karin? Perasaan dia tidak pernah kenal dengan teman Steve yang bernama Karin. Atau mungkin Steve sengaja tidak membuat mereka saling kenal karena ada sesuatu di antara mereka? Aduh, kacau.
Aurie putuskan untuk mencari tahu tentang sang Karin di Instagram. Ini salah satu kebiasaan Aurie karena cita-citanya selain menjadi Psikolog adalah menjadi detektif. Aurie tak menemukan hal yang aneh di Instagram. Mereka hanya saling mengikuti, dan itu hal yang wajar dilakukan oleh dua orang teman, bukan?
Seminggu berlalu dan Aurie rasa ada yang tidak beres dengan Steve dan perempuan bernama Karin itu. Beberapa kali Aurie jumpai mereka sedang duduk berdua di meja kantin, atau bersama teman-teman lainnya tapi tetap bersebelahan. Bahkan, sudah tiga kali Aurie harus menghampiri Steve ke meja kantin untuk mengingatkan Steve bahwa dia harus mengantarnya. Padahal selama ini Steve yang selalu menunggu di depan kelas. Selain itu, Karin pernah tidak memperbolehkan Steve untuk pergi dan mengantar Aurie dengan alasan kerja kelompok. Steve akhirnya memaksa, tapi Aurie lihat jelas raut wajah tak suka dari Karin. Aurie tahu dia tak wajar cemburu, apa lagi hubungan mereka tidak berstatus cukup jelas. Namun, dia rasa tak sepenuhnya salah jika ia cemburu dengan dasar perlakuan Steve padanya sejak ia masuk SMA.
Hari ini sesuai janji Aurie akan “jalan” dengan Steve. Aurie memutuskan mengajak Steve ke museum. Sekadar informasi, Aurie sangat menyukai sejarah dan Steve tidak. Awalnya Steve agak keberatan, tapi katanya tak apa untuk membuat Aurie senang.
Sebenarnya, Aurie masih sangat malas untuk berdua dengan Steve. Ditambah Steve sering berkata, “Sebentar ya, Karin menelepon.”
Apa maksudnya melakukan segala hal manis ini pada Aurie, yang artinya memberinya harapan jika akhirnya Steve memilih orang lain? Dengar ya, sedingin-dinginnya Aurie, tetap saja wanita, tetap punya hati.
Perjalanan sejarah mereka di museum berakhir dengan makan di salah satu warung nasi kecil dekat museum. Setidaknya hari ini Aurie cukup senang bisa jalan berdua dengan Steve dan dia tidak membahas hal lain, terutama Karin, yang membuat Aurie malas menaggapinya lagi.
Tiba-tiba HP Steve yang sengaja diletakkannya di atas meja berdering. Aurie bisa lihat dengan jelas bahwa Karin yang menelepon.
Steve menatap Aurie dan Aurie tahu maksudnya bertanya, “Boleh Kakak angkat?”
KAMU SEDANG MEMBACA
RAHASIA LAMPU KOTA (✔)
Ficção Adolescente[ s e l e s a i ✅ ] [SEBUAH KISAH PENANTIAN DALAM KEDEWASAAN TAK BERUJUNG] "Bagaimana kalau suatu hari aku yang membuat Kakak jatuh?" "Kakak akan tetap suka." "Kenapa?" "Sederhana." "Maksudnya?" "Kamu sudah sering melakukannya." "Kapan?" "Setiap kal...