Halo!
Gimana nih kabar teman-teman semua?Semoga kalian semua sehat-sehat aja yaa
Udah siap untuk bertemu para karakter?
Kuy langsung aja yaa~
▫▫▫
"SHIT!" Teriak Jun dalam hati dan bergegas mencari tempat persembunyian yang tidak jauh dari tempat abangnya dikepung. Jun berharap para berandalan itu tidak memberitahu alasan kedatangan mereka. Bisa-bisa Jun dilarang untuk pulang."Ada apa ini rame-rame?" Tanya Van bingung. Pasalnya lelaki itu baru saja terbangun dari tidurnya setelah tadi malam dia menguras emosi dengan kacau. "Tempat tinggal Jun dimana ya, Bang? Kalau boleh tau" Tanya seseorang yang tampak seperti babu di kelompok itu. Van menciptakan kerutan di dahinya. Sejak kapan Jun bergaul dengan manusia setengah setan seperti orang-orang yang ada di hadapannya saat ini? Van pikir Jun bukan tipe anak yang bergaul dengan orang yang memberi kesan buruk. Ini aneh.
"Gue gak tahu" Ucap Van datar sambil melangkah pergi. Jun menghembuskan nafas lega. Dia hendak melangkahkan kakinya, namun hal itu harus dihentikannya ketika mendapati seorang berandalan itu melayangkan pukulan ke punggung Van. Serangan yang curang dan tak terduga. Jun mengumpat dalam hati.
"Akh!" Erang Van ketika merasakan pukulan yang berat dari belakang. Sebenarnya Van sudah tahu bahwa anak-anak ini tidak memiliki akal yang sehat dan pasti akan menyerangnya, namun Van berusaha menahan harimau di dalam dirinya. Dia tidak ingin terlihat seperti orang gila. Namun, merasa diserang tiba-tiba dengan posisi yang curang ini berhasil memancing emosinya yang telah dipadamkannya sejak malam tadi.
"Anjing ya lo. Gue berusaha mati-matian untuk gak nyerang lo semua, eh dipancing. Jangan salahin gue kalau kalian mati di tangan gue." Suara Van memberat menandakan emosinya akan meledak sebentar lagi. Jun yang menyaksikan perubahan ekspresi abangnya buru-buru menghubungi Ran dan memintanya untuk datang ke bengkel.
Van memanglah seorang mantan preman. Namun mengikuti permintaan pacarnya dan adiknya, dia memutuskan untuk bertobat. Dia selalu berusaha menahan emosinya walau terkadang dia tidak dapat mengendalikannya. Dia sudah sangat jarang berkelahi di jalanan, kekerasan yang mungkin dia lakukan hanyalah menggeplak kepala pekerjanya jika tidak becus melakukan pekerjaan. Dan terkadang dia menghentak tangan Rere secara kasar. Hanya sebatas itu, Van telah menahan binatang buas di dalam dirinya selama bertahun-tahun. Dan sekarang, dia sedang menghantam dan membanting para berandalan itu dengan tidak ber-perikemanusiaan. Jun ingin menenangkan abangnya, namun dirinya sendiri pun takut melihat sisi gelap Van muncul kembali.
Setelah semua berandalan itu jatuh terkapar, barulah warga sekitar berani menunjukkan diri dan berusaha menenangkan Van. Seketika tempat itu menjadi ramai. Mereka mengerumuni bengkel Van dan mulai menerka segala kemungkinan yang terjadi. Pada saat itu Ran datang dan meminta maaf atas perbuatan Van dan membawa lelaki itu untuk pulang. Jun yang merasa bersalah pun keluar dari persembunyiannya dan mengikuti mereka berdua dari belakang. "Gue minta maaf, Bang. Ini semua salah gue. Gue punya hutang ke mereka dan belum melunasinya sampai sekarang. Maaf. Seharusnya gue gak minjem duit ke mereka. Seharusnya gue balikin duit mereka secepatnya. Maaf Bang, Kak. Gue gak tau bakalan kaya gini," Ujarnya sembari menatap kakinya yang melangkah. Langkah Van berhenti dan berhasil membuat Ran dan Jun berhenti juga. "Bangsat emang" Van berbalik dan memukul Jun dengan sangat kuat.
"BANG!" Teriak Ran ketika melihat tinju Van melayang di wajah Jun. "Bangsat! Lo gak tau ya gimana sulitnya perjuangan gue dan Ran cari duit untuk membantu biaya sekolah lo. Dan lo dengan gak tau dirinya minjem duit ke berandalan gak jelas. Buat apa anjing! Buat apa?!" Bentaknya. Emosi Van masih meledak-ledak. Ran yang melihat itu ingin menenangkan abangnya namun rasa takut lebih mendominasi. Sudah sangat lama dia tidak melihat kemarahan abangnya itu. "Maaf..Bang" lirih Jun dengan keadaan yang hancur. Darah segar mengalir dari hidungnya dan memar langsung tercipta di pipi kirinya. "Maaf." Ucap Jun sambil bangkit dan berjalan ke arah yang berlawanan dengan kedua saudaranya itu. Banyak pikiran yang menghantui kepalanya saat ini. Dia butuh waktu. Tersisa Van dan Ran. "Ran, lo pulang. Gue mau ke rumah Rere. Jangan keluar rumah. Ingat itu ya" ucap Van sembari berjalan ke arah salah satu warung disana dan mendudukkan dirinya. Dia membeli sebatang rokok dan menyalakannya. Saat ini, rokok memanglah hal paling cocok untuknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Saya Terima
General Fiction"Kamu mau gak jadi istri saya?" "Hah? Gimana? Gimana?"