Andhin melirik kosong ke atas kala mengingat. "Waduh, nilai IPA aku bagus gak ya. Kayaknya ada yang jelek deh." Wajah itu berubah murung.
"Tapi bohong, hehe. Yang namanya tes SBMPTN gak perlu lampirin nilai raport kali." Dara meralat informasi sebelumnya.
"Ih, Teh Dara mah ngagetin aja," Sambil menepuk tangan yang menyandar di pagar balkon.
"Kalau nilai raport kamu gak semuanya bagus, berarti harus siap-siap dari sekarang buat ikut SBMPTN."
"Susah gak ya ikut SBM FK UNPAD?"
"Coba nanti obrolin sama mama aku deh. Mama punya banyak temen dosen FK di sana."
"Okelah." Tetiba Andhin terdiam seolah mempersiapkan bahasan lain yang lebih sensitif. "Teh, masih kesel ya sama A Ivan?"
Yang ditanya menyeringai remeh sebelum menatap lagi lawan bicaranya. "Kalau dibilang masih kesel ya kesel. Tapi gimanapun aku harus hargain semua yang lagi jenguk aku." Mengambil napas, Dara melanjutkan kata. "Saras kenapa gak ikut?"
"Kata A Ivan, lagi ada kerjaan."
Matanya memandang nanar ke depan ketika mengangguk pelan dua kali. "Ooh."
"Kalau mereka nikah nanti, Teteh mau datang gak?"
"Enggak", jawab Dara tegas, lalu menengok ke samping melihat yang bertanya. "Aku udah sakit hati banget sama mereka."
"Iya sih, bakalan awkward banget jadinya. Nanti seandainya punya pasangan baru, Teteh pengennya sama cewek lagi atau sama cowok?"
Senyuman mengulas samar di bibir Dara mendengar pertanyaan polos dari seorang remaja tanggung. "Gak tahu. Dua-duanya ngasih pengalaman buruk. Gak terlalu mikirin ke sana juga. Tapi untuk jangka panjang, kalau ketemu cowok yang bertanggung jawab, aku bakalan milih nikah aja."
Keduanya saling menatap sendu seraya tersenyum teduh setelah mengutarakan pilihan hidup masing-masing.
"Tapi teteh bakalan tinggal di sini terus atau mau balik lagi ke bengkel?"
"Ya kalau udah sembuh bakalan balik kerja ke bengkel lah. Di sini juga ngapain jadi pengangguran. Mau bantu ngurus apotek juga gak ngerti obat."
Andhin mengangkat tangan yang mengepal. "Yeah! Berarti masih gampang ketemu."
"Kalau kamu lolos masuk UNPAD berarti kamu yang balik tinggal di daerah sini."
"Oh, iya juga ya."
Seruan seorang wanita tiba-tiba mendistrak obrolan. Keduanya kompak menengok ke belakang dan melihat Bu Rani hendak menghampiri.
"Andhin, ayo sini makan dulu! Biarin aja Dara bisa makan nanti. Ayo!"
"Iya Bu." Sesuai adat ketimuran, sebagai seorang tamu tentu Andhin harus menghargai makanan yang telah disuguhkan. Sementara Dara memilih tetap berdiri sendirian dekat pagar balkon.
Baru tiga langkah mengikuti sang tuan rumah, tiba-tiba ia berceletuk pada ibunya.
"Ma katanya Andhin butuh orang dalem buat masuk FK UNPAD."
Sontak Andhin menukikkan alis ketika menengok cepat ke belakang melihat lagi perempuan bertongkat kruk itu. "Apaan, aku cuma nanya, gak bilang gitu."
"Udah biarin aja, ayo."
Diajaknya lagi gadis remaja itu duduk berkumpul dengan semua tamu.
Tak lebih satu detik saat kembali menduduki di sofa, Ucok langsung cekatan mengambilkan piring untuknya. "Andhin, makan dulu lah. Nanti kalau kau sakit Abang yang sedih."
"Makasih, Bang." Piring itu diterimanya, berlanjut mengambil sendiri seporsi nasi dengan berbagi lauk yang disediakan di atas meja.
Saat seporsi makanan di piring Andhin sudah tersisa setengahnya, Bu Rani mencoba membahas apa yang sempat dikatakan putrinya di balkon tadi. "Andhin, beneran kamu udah lulus nanti pengen masuk FK UNPAD?"
"Pengen nyoba tes dulu aja sih, Bu. Kalau keterima syukur, kalau enggak ya gak apa-apa."
"Kamu kan baru kelas 11, berarti siap-siap aja ikut tes di bulan April tahun depan. Nanti bisa pilih sendiri mau ikut tes via PBT atau CBT. Biasanya kalau masih orang Jabar sih ikut PBT aja."
)* PBT (Paper Based Test) CBT (Computer Based Test).
Andhin tersenyum kaku mengangguk malu. "Iya, Bu. Saya mau belajar dulu dari sekarang."
"Syukur-syukur bisa lolos SBMPTN ya. Tapi kalau kamu gak lolos, jangan nyerah. Lanjut daftar seleksi jalur mandiri. Kalau gak salah hasil tes jalur mandiri dihitung dari skor UTBK sama nilai SMUP. Kali aja bisa lolos di sana."
Meski belum terlalu mengerti apa yang dijelaskan padanya, Andhin mengangguk mengulas senyum pada Bu Rani. "Iya, Bu. Pasti nanti saya coba."
"Semangat ya, Sayang." Ucok menimpali yang lantas membuat Andhin langsung sedikit terperangah mendengarnya.
Pak Monang langsung menepuk paha putranya dengan wajah sinis. "Kau ini, emang siapanya?" ucapnya pelan.
"Cuma menyemangati saja la. Apa salahnya."
Sedangkan Andhin hanya tersenyum menunduk malu. Tak lama setelah itu, mereka melihat Dara berjalan tertatih dengan tongkat kruk untuk menghampiri. Rupanya dia telah selesai menghabiskan waktu menyendiri di balkon rumah. Lalu kembali duduk bergabung dengan semua tamu yang datang. "Cape banget harus jalan pake tongkat gini. Kira-kira di Indo ada yang jual kursi roda kayak Stephen Hawking gak ya? Biar tinggal pencet, langsung jalan."
"Emang kamu mau seumur hidup kayak gitu?" Sang ibu mengambil alih menjawab.
"Ya enggak lah, Ma. Amit-amit. Aku cuma butuh kursi rodanya bukan penyakitnya."
"Kalau males jalan, ngesot aja, Teh." Ucok menimpali.
Celetukan yang buat Andhin langsung tertawa. "Hahaha, ngebayangin serem banget kalau di rumah pas malem lihat yang ngesot."
Mata Ucok berbinar kala dirinya berhasil menghibur gadis yang menjadi pusat perhatiannya akhir-akhir ini.
Suasana menjadi cair kembali saat semua kembali melanjutkan obrolan santai. Hingga tak terasa waktu telah mendekati petang. Empat tamu yang datang mulai beranjak bangkit bersiap meninggalkan rumah.
Satu per satu memberi salam kepada Bu Rani yang telah menjamu mereka dengan baik. Saat giliran Andhin yang hendak menyalami, terlebih dahulu ia berbalik menuju rak buku di perpustakaan pribadinya. Mengambilkan tiga buah buku dan kembali untuk memberikan benda itu. "Ini, ibu kasih pinjam bukunya. Jangan lupa nanti belajar yang rajin ya."
Tampak Bu Rani memberikan tiga buah buku latihan MIPA yang cukup tebal, buku pengetahuan biomed dan histologi dasar.
"Nanti harus dikembaliinnya kapan?"
"Kembaliin aja sesempat kamu. Kalau belum beres pelajari bukunya, ya gak usah dikembaliin dulu. Masih ada waktu setahun lagi buat persiapan tes masuk PTN. Yuk, semangat!" ucapnya lembut sambil memberi dua tepukan penyemangat di pundak Andhin.
Sementara tak jauh dari tempatnya berdiri, Dara baru saja menerima salam pamit dari Pak Monang dan Ucok. Namun pada pria ketiga, lagi-lagi raut wajahnya berubah datar yang lantas membuat Ivan kian merasa canggung saat berhadapan lagi. "Aku pulang dulu. Seneng banget lihat kondisi kamu makin baik. Cepet sembuh ya." Lalu memeluk memberikan salam pamit.
"Makasih, Ivan. Udah datang ke sini." Pelukan terlepas dan saling bertatap lagi. "Pasti cepet sembuh kok. Tapi enggak buat hati aku."
Next Chapter 🔽
KAMU SEDANG MEMBACA
About D ( Her Secret ) ✔
Roman pour AdolescentsCerita Wattpad dengan visual ilustrasi di dalamnya. Andhini tak menyangka, di masa remajanya ia akan dipertemukan kembali dengan seseorang yang sempat datang di masa kecilnya. Dia adalah Dara, yang kini bersembunyi di balik nama barunya, Nadi. Nadi...