° 05 °

285 65 1
                                    

Seorang laki-laki keluar dari kamarnya dengan mata setengah terpejam. Ia melangkah untuk membasahkan tenggorokannya yang terasa sangat kering semenjak ia bangun. Netranya menangkap secarik kertas yang ada pada meja pantry apartemennya, seingatnya ini tidak ada kemarin.

Jangan lupa makan, kulkasmu sudah terisi penuh. Bila sudah habis, katakan saja.

Juna meremas kertas itu dan membuangnya ke tempat sampah. Seperti yang ia duga, ini semua kerjaan tantenya yang sesekali akan mampir untuk sekedar mengecek kondisi keponakannya itu. Laki-laki itu mengecek kulkas dan benar adanya, saat kemarin sore kulkas itu hanya berisikan telur barang 3 butir dan sekarang sudah penuh dengan makanan sehat.

"Ah, merepotkan sekali," ada alasan kenapa Juna selalu membiarkan lemari pendinginnya kosong, ia tidak mau repot untuk sekedar memasak dan lebih memilih membeli.

Kepala Juna sedikit berdenyut. Ternyata efek dari kegiatannya semalam sangat besar. Ia membuka kulkas dan menyambar persediaan bear brand yang di tinggal tantenya dalam kulkas.

"Sialan, seharusnya gue sadar batas tadi malem," Juna menggelengkan kepalanya dengan sesekali menyesap susu kaleng di tangannya.

Tadi malam ia kembali datang ke arena untuk menemui Gyan. Mendekati laki-laki itu memang tidak akan mudah dan Juna sudah membayangkannya. Berada di sekitar lingkungannya, sudah berarti sesekali mengikuti gaya hidup dan aturan main mereka. Namun, toleransinya terhadap alkohol yang rendah, membuat ia menderita walaupun hanya meminum segelas anggur. Jika tidak untuk tujuannya, Juna tidak akan sudi menyentuh minuman memabukkan dengan rasa pahit itu.

Untungnya laki-laki itu tidak sampai mabuk, hanya saja perutnya beberapa kali merasa tidak enak sehingga ia memilih pulang cepat dengan alasan menjenguk orang di rumah sakit tadi malam. Ia selamat dalam perjalanan dan berhasil sampai di apartemen dengan sedikit berantakan.

Juna rasa membasuh dirinya akan menjadi pilihan yang tepat. Ia berjalan sedikit lunglai dan masuk ke kamar mandi.

Suara deringan telepon genggam memecah keheningan dalam apartemen itu. Juna yang baru saja keluar dari kamar mandi kembali meminum air putih baru akhirnya memeriksa identitas orang yang meneleponnya.

"Hei bro, lo sibuk ga nanti jam 7?" orang di seberang sana langsung bersuara saat Juna memilih untuk mengangkat teleponnya.

"Ga," ya seperti biasa ini Juna.

"Berarti gue tunggu di tempat biasa okay?" orang itu bertanya.

"Kenapa jam segitu? Gue biasa dateng maleman," Juna mengerutkan keningnya.

"Hahaha, gue ulang tahun dan mau buat perayaan dari jam segitu. Dateng aja okay, gue bakal nyiapin permainan seru," orang di seberang sana berusaha meyakinkan Juna.

Juna mengerlingkan matanya malas, "Liat nanti," balasnya final.

"Oh ayolah, gausah kaku-kaku banget sama gue. Pokoknya jam 7 gue tunggu!" si penelepon memutuskan sambungan sepihak.

Juna mendengus menatap telepon genggamnya. Semenjak tempo hari berkenalan dengan laki-laki itu, hidupnya terkadang terasa berisik. Kebiasaan laki-laki itu yang meneleponnya tidak tahu waktu dengan pemaksaan untuk datang bermain membuat Juna kadang harus menahan rasa muaknya.

Ya, itu laki-laki kemarin yang berkenalan dengannya setelah kalah bermain.

Gyan Junkyu Maranarta

Pewaris tunggal dari perusahaan Ekawira Group. Salah satu perusahaan dengan keuntungan terbesar yang merambah di bidang teknologi hingga perbankan. Laki-laki itu berkepribadian baik dan ramah walau hobinya melakukan judi. Satu lagi, ia memiliki kebiasaan untuk tidak menerima penolakan dari orang lain dan akan berusaha mendapatkan yang ia inginkan secara halus. Ya, laki-laki itu sangat pintar mengambil hati orang lain.

Bitter PunchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang