******

11 2 0
                                    

Hari terus berlalu, kini pundak ku memikul beban yang begitu berat. Aku kuliah mendapat beasiswa, aku sangat bahagia bisa meringankan beban kedua orangtuaku, namun disisi lain beasiswa ini membuat pikiranku semakin berat karena beasiswa ini menekankan agar nilai tidak boleh kecil. Bukan cuma beasiswa orangtuaku juga tidak ingin jika aku mendapat nilai yang kecil. Harapan ayah dan ibu dan tentunya menjadi harapan ku juga jika aku wisuda nanti bisa menjadi mahasiswa terdisiplin dan Terbaik. Terkadang rasa malas menghampiri, malas belajar, dan malas berangkat kuliah pagi-pagi. Meskipun demikian aku berusaha melawan rasa malas itu karena aku membayangkan kedua orangtua ku tengah bekerja keras, susah payah mencari uang untuk membiayai ku kuliah. Tidak terasa aku akan mengahadapi ujian semester satu, awalnya aku merasa ragu karena baru pertamakali menduduki bangku kuliah. Namun aku ingat salah satu pesan dari ayah ku. hiduplah seperti pohon pisang, meskipun dibuang dia tetap bisa hidup. Artinya meskipun kita jauh negeri orang tidak tau apa-apa kita harus tetap bisa hidup. Hidup bukan sekedar hidup, jika hidup cuman sekedar hidup cacing di tanah pun bisa hidup, tapi hidup kita harus bermanfaat bagi orang lain. Nasihat itu lah yang membuat ku bangkit ketika aku mendapat masalah, ketika aku mengalami keterpurukan dan kesedihan. Suatu pagi air mataku mengalir, tubuhku terasa panas. Rasanya aku tak sanggup untuk kuliah hari ini, tapi aku ingat dengan malaikat tak bersayap ku. Mereka tidak tau sakit tidak tau letih tetap terus bekerja, apa cuma sebatas ini kekuatan ku. Ku ambil handuk di lemari kamar ku dan pergi ke kamar mandi. Meskipun di kuliah aku cuma bisa tidur tidak apa-apa yang penting apsen ku tetap hadir, masalah pelajaran yang tidak mengerti bisa di tanyakan di lain waktu. Setiap dua hari sekali aku selalu menelpon ayah dan ibu ku. Karena jika aku tidak menelepon, ayah ku khawatir sedang terjadi sesuatu terhadap ku. Pernah aku tidak menelepon Selma satu Minggu. Waktu itu ayah ku menelpon tetapi tidak aku jawab, karena waktu itu aku sedang ada dalam masalah. Aku tidak mau membebani orangtua dengan masalahku, jika aku ada masalah baru mau cerita kalau masalah itu sudah selesai. Setelah masalah ku selesai aku langsung menelpon ayah dan menanyakan kabar ayah ibu ku. Setiap kali menelpon ayah selalu bilang
" jangan malas-malasan belajar nak, cuma kamu salah satu harapan ayah. Ayah ingin kamu jadi anak yang berpendidikan tinggi, berguna, dan berbudi pekerti yang baik."
" Iya yah. Ridhoi setiap langkah anak mu yah, Karena Ridho ayah ibu adalah ridho Allah pada ku. Aku akan berusaha mengangkat derajat ayah dan ibu."
" Jangan pernah meninggalkan sholat ya nak, sekuat-kuatnya manusia tidak boleh lupa kepada sang pencipta."
" Iya yah.."
Aku sangat bersyukur bisa melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, karena banyak orang di luar sana yang tidak bisa sekolah. Berkat malaikat tak bersayap ku yang merelakan tubuh mereka tergores, tersengat matahari bahkan tersayat golok aku bisa melangkah sejauh ini. Tanpa mereka aku tidak bisa apa-apa. Terimakasih ayah ibu semoga kalian sehat dan di beri umur panjang sampai anak mu bisa mengantarkan kalian pergi ke tanah suci, dan semoga anak mu bisa merubah kehidupan kita menjadi lebih baik dan menjadi anak yang bertanggung jawab ketika ayah dan ibu sudah tua nanti.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 01, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Malaikat Tak BersayapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang