"Ya," sahut Daniel singkat begitu menerima panggilan masuk ke ponselnya.
"Halo? Ini Daniel hyung?" balas Jihoon di seberang telepon.
"Hm, ini aku."
"Ah, kukira orang lain. Tidak ada mesra-mesranya, sih."
Daniel menaruh jasnya di hanger, lalu duduk di belakang meja direktur sambil melonggarkan dasinya sedikit.
Belum sempat ia memberi tanggapan, Jihoon menimpali lagi, "Kenapa suaramu terdengar kesal? Hyung tidak suka kutelepon? Sedang sibuk?"
"Tidak, bukan begitu," Daniel berhenti sebentar untuk menghela napas perlahan dan memperbaiki intonasi bicaranya menjadi lebih lembut, "maaf. Ada apa?"
"Aku sedang di perjalanan," jawab Jihoon, tidak menjelaskan banyak.
"Di perjalanan kemana?"
"..."
"Jihoon-ah?"
"Aku sudah bilang sejak kemarin. Hyung lupa?"
Di tengah pikirannya yang semrawut, Daniel berusaha mencari ruang untuk mengingat-ingat apa saja yang Jihoon katakan padanya tentang 'perjalanan', dua hari yang lalu.
Setelah ingat, bukannya lega, ia malah terlihat lebih bete sekaligus tidak terima, "Pergi ke Jeolla dengan Hyungseob?"
"Hng."
"Kemarin kau tidak memberitahuku jamnya, dan aku tidak mengira kalian akan berangkat sesiang ini."
Hening sejenak di ujung sana, lalu, "Aku... tidak bilang?"
Daniel memijat pangkal hidungnya untuk meredakan penat, "Kau hanya bilang akan pergi hari ini."
"Oh... maaf, sepertinya aku lupa."
Mencoba tidak terbawa suasana, Daniel menghela napas dalam sekali lagi kemudian menawarkan diri untuk mengantar Jihoon ke stasiun.
"Tidak perlu, aku pergi dengan taksi bersama Hyungseob. Hyung pasti sedang sibuk."
"Ck," satu decakan lolos tanpa sengaja, "ya sudah. Sampai nanti."
Sekali lagi ada jeda hampir 5 detik sebelum suara Jihoon terdengar lagi dalam nada separuh bingung dan separuh tidak senang, "Ada apa denganmu..."
Karena nada itulah Daniel sadar ia sudah melakukan kesalahan, "Jihoon-ah, aku tidak bermaksud begitu, aku sedang agak—"
Telepon pun terputus sebelum kalimatnya selesai.
Menghembuskan napas dari mulut, Daniel memutar kursinya membelakangi meja dan duduk merosot hingga tenggelam di balik sandaran. Setengah menit kemudian, seseorang mengetuk pintu ruangan dan ia mempersilakannya masuk tanpa repot-repot berbalik dulu.
"Bos, ini summary project A yang kau minta tadi," kata Woojin sambil menyerahkan sebuah file di atas meja atasannya.
Begitu mendengarnya, Daniel baru berbalik dan langsung memusatkan perhatiannya pada lembaran kertas itu, "Thanks. Bagaimana dengan divisi marketing?"
"Mereka masih butuh waktu."
Daniel menghela napas sekali lagi, "Suruh mereka bawakan padaku 10 menit lagi."
"Sudah kusuruh begitu," sahut Woojin, membuat Daniel mengangkat alis separuh takjub ke arahnya, "aku sudah hapal kau akan memberi instruksi semacam itu kalau sedang tidak senang," lanjut sang asisten seakan apa yang dikatakannya bukan hal besar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Gestures [NielWink]
FanfictionDitulis kalau ada ide saja, jadi tidak ada tamatnya. [Alternate Universe] Drabbles and oneshots about sweet gestures in Kang Daniel and Park Jihoon relationship. So, well... it's mostly fluff. WARNING: 📍 Shounen-ai/Yaoi/Boys love 📍 Pairing: NielWi...