"Rian, sudah siapkan barang-barangnya?!" Wanita berjas putih itu berlari mendekayi salah satu ruangan di lab itu. Mendobrak pintu secara kasar. Seorang remaja di dalamnya hanya menatapnya dingin didalam kegelapan iruangan itu."Sudah kamu siapkan barang-barang kamu? Sudah waktunya untuk kamu segera bertemu profesor Alexander!" Wanita itu bergegas melempar barang-barang di lemari kedalam koper. Dan menarik koper itu beserta si remaja keluar dari lab panti itu untuk bertemu tuan Alexander. Pria yang membuat remaja itu menderita di lab busuk ini.
Setelah keluar dari lab itu, sinar matahari langsung menyerang indra penglihatan Remaja laki-laki itu. Dia tetap di seret paksa oleh wanita berjas putih itu.
"Maaf menunggu tuan Alexander, Rian sungguh pemalu untuk keluar sendiri hehehe" wanita utu tertawa malu-malu memperlihatkan deretan gigi rapi nan putih miliknya. Dia langsung bersikap sopan pada pak tua yang ada di sebelah mobil bagus itu, bersama dua remaja lainnya.
"Rian, lama tak berjumpa. Ayah sangat rindu sama kamu" Alexander, pria itu mendekat seakan ingin mendekap remaja itu, mengambil langkah mundur remaja itu bahkan tak berniat menatapnya. Tatapannya tertuju pada dua remaja di belakang Alexander.
"Ah ya... kamu pasti rindu kedua saudara kembar kamu. Ayo, kamu kangen mereka kan? Masih ingat nama mereka kan?" Alexander mencoba bergurau. Wanita berjas putih itu turut mengikuti seraya membawa koper Rian untuk mereka.
"Nah, bagaimana salam kangen kalian bertiga hm? Pasti gak sabar buat cerita cerita bareng kan?" Alexander tetap mencoba berkomunikasi dengan Rian. Namun sayang, Rian udah menutup telinga dia agar gak bisa denger perkataan Alexander. Cuman gegara eksperimen kecil, ia rela ngebuang mereka ketempat-tempat berbeda jauh satu sama lain.
"Bang Rian, lama gak ketemu Reno kangen!" Remaja laki-laki dengan senyum manis itu hendak memeluk Rian. Namun, karna takut ditolak juga, ia mengurungkan niatnya. Rian hanya tersenyum tipis kearahnya, senyum Rian membuat Reno bernafas lega. Ia sempat berfikir kalau Rian juga membencinya.
"Sialan kalian berdua kok bisa tinggi!" Gumam remaja cewek yang disamping Reno. Kali ini Rian dan Reno langsung tatap geli satu sama lain, seperti hendak membully gadis itu.
"Kakak sabar aja, minum susu yang banyak makanya" Reno berusaha menahan tawa.
"Nasib punya kakak pendek" Rian membuang muka menghina cewek itu.
Kesal dengan kelakuan kedua adik laki-lakinya, si kakak cuman bisa nendang kaki mereka satu-satu karna gak bisa mukul wajah mereka karna perbedaan tinggi yang jauhnya kebangetan."Duh akrabnya~~" Alexander berseru girang. Ketiga remaja itu hanya menataonya saja, lalu tanpa salam langsung masuk kemobil meninggalkan Alexander yang tertawa sendiri di luar.
"Masih menyebalkan seperti biasa" gumam si cewek.
"Apa lagi rencana pak tua itu?" Rian ikut menanggapi.
"Apapun rencananya, yang penting..... habis ini pergi ke bioskop yuk!!!!!" Reno berseru riang di dalam mobil. Ia duduk di korsi depan sebelah kemudi.
"MALAS" dua orang yang duduk di belakang langsung memelototinya.
Alexander masuk dan duduk di kursi kemudi setelah memasukan koper Rian ke bagasi. Sambil memasang sabuk pengaman Alexander berkata, "habis ini, gimana kalau kita berempat makan-makan??" Tawarnya.
Dua di belakang hanya diam menatap keluar jendela, sibuk dengan pikiran masing-masing. Hanya Reno yang menanggapi Alexander.
Setelah keluar dari perkarangan panti lab itu, Alexander melajukan mobilnya melewati jalan raya. Karna letak panti lab Rian kali ini berada di pinggir kota, mereka harus menempuh perjalanan sekurang-kurangnya lima menit untuk memasuki ibu kota.
Ruangan di dalam mobil senyap. Hanya terdengar suara mesin dan suara senandung kecil milik Reno. Cuman dia yang bersemangat bersama Alexander disana. Satu yang mereka tebak, tempat Reno dikirim sebelumnya, adalah tempat yang baik.
Mereka berhenti disebuah kasti besar di atas gunung. Kastil milik keluarga Alexander. Mereka disambut meriah oleh para pelayan di kastil besar itu. Ini juga pertama kalinya tiga remaja itu menginjakkan kaki di kastil Alexander.
"Kalian udah nyampe!" Dari balik pintu besar, seorang gadis keluar berlari menghampiri mereka. Gadis itu langsung memeluk mereka datu persatu.
"Aku seneng!!!! Kalian udah pulang!!!" Serunya gembira. Alexander mengusap lembut rambut gadis itu.
"Mari makan. Setelah itu berkeliling tempat ini, Dwi, dimana saudara kamu?" Tanya Alexander tak henti mengelus rambut gadis itu.
"Ah ya! Ayoo!!! Mutiara, kamar kamu udah aku rias lho.... ah ya, ada boneka juga buat kamu. Habis ini bolehin aku rias rambut kamu ya!!!" Dwi berseru mengandeng tangan Mutiara ke arah ruangan makan. Reno dan Rian cuman mengikuti belakang. Berusaha agar tak sejajar dengan Alexander sekaligus menjaga jarak.
Sesudah makan_
"Gimana masakannya?!! Aku yang masak lho btw!!!" Dwi masih berseru riang karna mendapat teman wanita di rumah ini.
"B aja"--Mutiara
"Gak enak"--Rian
"Ya... gitu deh..."--Reno.
Mendengar kalimat-kalimat dari mereka bertiga Dwi langsung nyudut di ruangan. Sambil gambar lingkaran besar lingkaran kecil.
"Pffftt kalian bertiga blak-blakan banget. Kasian si Dwi" pria yang duduk di samping Alexander, anak pertama, Dimas. Kakak dari empat bersaudara itu menahan tawa menatapi adik perempuannya yang lagi nyudut di pojokan.
"Dari pada itu, aku dengar kamu udah jadi jendral muda di kemiliteran?" Mutiara berusaha mencari topik.
"Ya... gitu deh, pelatihan selama ini gak sia-sia" Dimas tertawa bangga. Alexander yang disamping nya pun tersenyum bangga.
"Bukan cuman Dimas lho. Aku juga udah dapat pencapaian!!! Kalian gak ada yang mau muji aku gitu?!" Dwi kembali duduk disamping Mutiara.
"Rencana karier Dwi sebelumnya apa? Aku lupa"--Mutiara
"Kalau gak salah dia di bidang bisnis kan? Udah jadi CEO??" Reno angkat bicara. Mendengar ucapan Reno, Dwi menampilkan ekspresi percaya dirinya, tersenyum dengan bangga.
"Perusahaan yang aku pimpin udah jadi dua terbesar didunia. Gimana? Hebat kan😏?"--Dwi
"Kereeeennnn!!!!!!"--Reno
"Hehe. Makannya kalian juga cepat buat pencapaian!" Kata Dwi semangat. Ketiga orang yang baru sampai itu hanya balas tersenyum saja.
"Oke. Cukup dengan itu, waktunya berkeliling! Dwi, kamu pandu Mutiara. Dimas, kamu sama Reno. Dan Rian, mari menghabiskan waktu bersama Ayah" Alexander tersenyum setulus-tulusnya.
Dimas dan Dwi hanya mengangguk dan mengiyakan saja. Mereka berempat meninggalkan Rian dan Alexander berdua di ruang makan. Tanpa adanya keempat orang itu, atmosfer di ruang makan langsung berubah total. Yang tau santai-santai saja, kini berubah menjadi kutub utara.
"Berhenti menatap Ayah begitu, tak bisa kah lupakan semua ini dan memulai lagi?" Alexander yang pertama bicara.
"Apa pun keinginan kmu jangan harap akan mendapatkannya dengan mudah! Kami gak seperti Dimas dan Dwi yang dengan polosnya akan mengikuti bajingan seperti kamu. Aku lelah, dimana kamarnya?" Rian berdiri seraya memasukkan tangannya kesaku celananya. Dia masih tak sudi unyil menatap Alexander.
"Di lantai tiga paling ujung. Ada pintu berwarna hitam, itu milik kamu" Alexander menyeruput kopi hitamnya dengar santai. Mendapat informasi yang dia inginkan, Rian langsung beranjak dari ruang makan tersebut. Tapi, sebelum ia benar-benar meninggalkan ruang makan, suara Alexander menghentikan langkahnya.
"Suatu saat kamu akan patuh, Rian."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia Lima Saudara
FantasyHidup kembali tanpa tau identitas diri sendiri? Slalu dibayang-bayangi mimpi akan perang berdarah? Lima orang yang tak bisa merubah takdir mereka sendiri dan seorang profesor yang hasus akan eksperimen berbahaya. Mereka terus mengikuti roda takdir...