Keesokan harinya, pintu kamar Rian udah do gedor-gedor sejak lima belas menit yang lalu. Tapi yang punya kamar tetap setia dengan selimut tebalnya."Grrrr!!!! Kenapa dia gak bangun-bangun sih!!!! Rian!!!! Buka!!!! Kamu kan mau kesekolah!!!!!!!!" Dwi berteriak kencang hampir merusak kaca di sekitarnya.
"Hoammmm..... kenapa kita harus sekolah...." Mutiara yang datang bersama Dwi hanya mampu bersandar di dinding dalam keadaan setengah sadarnya.
"Harus donk! Setidaknya kita harus punya identitas sebagai siswa!" Seru Dwi seserius mungkin.
"Ck! Kenapa pintunya gak di buka-buka sih?!!!" Omel Dwi menendang dan memukul pintu bercat hitam tak bersalah itu.
"Hoammmm..... kenapa gak didobrak aja?" Gumam Mutiara.
"Kalau bisa mah udah dari tadi" gumam Dwi dengar mulut manyunnya.
"Dobrak aja susah" Mutiara maju dan langsung menendang pintu hitam itu sampai rubuh. Rian yang lagi di pertengahan mimpi indah pun langsung loncat dari tempat tidur.
"Bangun. Sekolah" Mutiara menatapnya datar.
"Kakak sengklek!! Gimana ceritanya tu pintu bisa ambruk heh?!" Rian langsung melemparinya dengan bantal dan segala yang ada di kasur.
"Berhenti main lempar-lemparannya dan mandi sana! Telat sementara kamu makan bakso dari hidung!" Titah Dwi. Mendengar peringatan Dwi, Rian langsung kocar-kacir ke kamar mandi. Walau pun mereka pisah bertahun-tahun lamanya, Rian tau, kalau kata-kata Dwi itu mutlak di patuhi. Melanggar? Habis hidup mu!
"Huh! Dasar cowok susah di banguni!" Omel Dwi gak henti-hentinya.
"Ehe. Yang penting udah mandi dianya. Oh ya, sekolah itu gimana ya?" Tanya Mutiara saat mereka udah keluar dari kamar Rian.
"Sekolah? Iya ya... ini kan pertama kalinya bagi kalian, pasti gugup. Ah ya, yang terpenting di sekolah adalah mendapatkan nilai bagus! Teman yang banyak juga! Nanti bawa teman kamu main kerumah ya^^" ucap Dwi setelah mengirim pesan untuk memperbaiki kamar Rian.
"Oh ya! Aku lupa, di sekolah, usahakan jangan ada yang tau identitas kita ya. Apa lagi kita bersaudara. Diam-diam ya.... kasih taunya waktu kelulusan aja" ucap Dwi sambil bisik-bisik.
"Kalau gitu kenapa aku harus bawa orang kerumah_-?"--Mutiara.
"Ehe. Tenang aja, walau pun kamu bawa mereka kesini, hubungan persaudaraan kita gak bakal di ketahui sama mereka. Di tanah ini kan masih ada gedung lain, yang pasti jangan bawa ke gedung utama aja."--Dwi.
"Oh... gitu toh..." Mutiara mengangguk paham.
"Nah, kalau gitu aku duluan ya. Takut telat, aku kan OSIS,nanti ada supir yang nganter kalian" Dwi langsung berlari ngambil tasnya di sofa ruang tamu. Setelah melambai ke arah Mutiara, dia berlari ke garasi.
"Dwi udah mau pergi?" Dimas baru aja keluar sambil gosok gigi dari kamar mandi.
"Dim, bisa keluar dari kamar mandi bawahannya di pake dengan bener_-? Jelek tau_- '" Mutiara menunjuk handuk dimas yang udah mau melorot dari pinggangnya.
"Lagian. Kamar mandi di atas ada, kenapa pake yang di bawah?" Lanjut Mutiara. Dimas hanya terkekeh saja, seraya mengaruk pelan tengkuknya.
"Lagi rusak wkwkwk. Reno udah siap dari tadi lho, udah sarapan juga. Kamu udah blom?" Ucap dimas menganti topik.
"Gosok gigi di kamar mandi! Kaos kemaren jangan di pake lagi! Handuk pake yang bener! Sendal Dwi jangan di pake mulu! Rambut masih basah! Blom cuci muka! Itu udah mandi apa namanya?!" Omel Mutiara mendeskripsikan penampilan Dimas yang dilihatnya pagi ini. Bikin mata sakit.
Dimas yang di omeli pun cuman ketawa-ketiwi seakan itu hal biasa bagi dia. Keknya Dwi juga rajin omelin dia.
"Hoam..... ngantuk" Rian turun lengkap dengan seragam sekolah dan mata 5 wattnya.
"Gak tidur apa semalem?"--Mutiara.
"Gimana caranya mau tidur kalau kalian semua pada ribut tengah malam" Rian memelototkan matanya.
"Hehe. Sorry ya dek, maklum lagi main ps sama Reno." Sekali lagi dimas mengaruk tengkuknya. Melanjutkan gosok giginya, Dimas dengan santainya berjalan melewati Rian kekamarnya.
"Dari pada ngurusin aku yang blom siap-siap bukannya lebih baik kalian ngurus kakak tertua?" Rian menunjuk kebelakang dengan jempolnya.
"Yah, bagunin kebo lebih penting"--Mutiara.
"Siapa yang kebo hah°-°🔪?"--Rian.
"Siapa yang ngerasa aja"--Mutiara.
"Pagi-pagi brantem ajak ajak donk!!!" Reno nonggol dari bawa Tangga.
"Ngapain di bawah?!" Rian yang syok cuman mampu memegangi dadanya sehabis melihat kepala Reno yang ada bando kucingnya.
"Cieh. Reno jadi kucing!"--Mutiara.
Glek! I.... imutt!!!!!!!--saat ini Rian lagi perang dengan batinnya. Antara bersikap cool seperti biasanya atau malah mencubiti pipi Reno yang imutnya udah kelewatan.
"Ada yang mau aku kasih tau sebelum kita berangkat" Mutiara mengalihkan topik. Perhatian kedua orang itu langsung mengarah padanya. Menunggu.
Disekolah_
Hehe.... aku udah gak sabar pen tau di mana kelas mereka nanti! Istirahat bawa mereka keliling boleh juga tuh hehe~~--batin Dwi yang lagi senyum-senyun di ruang OSIS.
"Bahagia banget nih Dwi, lagi menang lotre ya?" Fauzi--ketos-- menepuk pundak Dwi hendak menyapa. Dwi menatapi tangan Fauzi yang seenaknya megang pundak dia.
Iuwwwww najis Fauzi bisa pindah ke aku nih!--batin Dwi.
"Heh! Menang banyak napa?! Masalah?!" Ketus Dwi merapikan dokumen-dokumen OSIS ke dalam lemari penyimpanan.
"Jangan ketus kali pagi-pagi." Fauzi tersenyum tulus. "Oh ya, hari ini tolong catat murid-murid yang telat ya. Aku ada urusan nanti sama kepala sekolah" Fauzi pamit undur diri. Dalam batin Dwi, dia pengen banget ngerutukki si Fauzi terang-terangan. Melihat Fauzi pagi-pagi begini membuta moodnya turun drastis.
Tapi ada yang menganjal di pikiran Dwi. 'Urusan dengan kepala sekolah'? Urusan apa emang?. Walau pun ketos bertemu kepala sekolah itu wajar, tapi Dwi yang memang notabenenya kepo tingkat tinggi penasaran urusan apa buat ketemu kepala sekolah?. Biasanya kalau ketos mau negosiasiin sesuatu pasti anggota OSIS tau. Ini? Dwi yang jadi sekretarisnya aja gak tau, apa lagi anggota yang lain? Pokoknya ikutin aja dulu!
Setelah mengunci lemari, Dwi bergegas hendak menyusul Fauzi yang udah jalan duluan. Tapi baru saja hendak keluar dari ruang OSIS, pantat Dwi malah di paksa buat ciuman ama lantai.
"Aduh.... gila... Dwi... aku tau kamu suka sama aku tapi gak gini juga kan?" Fauzi mengerang karna kepalanya tadi gak sengaja bertubrukan dengan Dwi.
"Suka NDASMU!!!!!!" Dwi langsung menghancurkan 'masa depan' Fauzi yang selama ini di jaganya baik-baik.
Meringis kesakitan, Fauzi yang malang cuman bisa tebar di lantai sambil megangin milik dia. Dwi yang terlampau emosi jadi cuman bisa ngurung Fauzi di ruang OSIS sambil mengumpati si ketos luknud itu dalam hati.
"Ciahhh si bunga sekolah ada apaan nih cemberut banget pagi-pagi??" Seseorang datang menghampiri Dwi. Siswi itu merangkul pundak Dwi seakan mereka sudah akrab sejak lama.
"Duh, Lis, aku gak papa. Cuman kesel sama si kampret ketos itu aja" Dwi menepis tangan Lisa di pundaknya.
Lisa Mcladelein, sahabat Dwi sejak pertama kali masuk Terxius. Dia juga sebangku sama Dwi, jadi wajar mereka sahabatan.
"Hmmm... yodah! Sebelum kekelas temenin makan dulu!!! Ayolah sini!!!!" Tanpa permisi, Lisa langsung menarik Dwi seenak jidat ke kantin. Karna memang belum masuk masih lama dan Dwi itu murid teladan, jadi wajar klo mereka datengnya kecepatan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia Lima Saudara
FantasyHidup kembali tanpa tau identitas diri sendiri? Slalu dibayang-bayangi mimpi akan perang berdarah? Lima orang yang tak bisa merubah takdir mereka sendiri dan seorang profesor yang hasus akan eksperimen berbahaya. Mereka terus mengikuti roda takdir...