Dia, Alexi

314 7 2
                                    

Hai, namaku Abigail Brielle biasanya dipanggil oleh orang terdekatku dengan sebutan aby. Aku adalah anak tunggal dari seorang Niko Susanto yang bekerja sebagai pengusaha mebel di Kota Surabaya. Sedangkan ibuku, Mira Haryanti adalah seorang karyawan di salah satu perusahaan properti di Surabaya. Sejak kelas 1 SMP, aku pindah dari Malang ke Surabaya hingga sekarang. Singkat saja jika kamu penasaran dengan bagaimana penampilanku, aku adalah gadis berdarah manado-jawa, beberapa temanku mengira bahwa aku memiliki keturunan cina karena kulitku yang putih, padahal sama sekali tidak. Mataku belok, tubuhku tidak terlalu tinggi, untuk umurku yang sekarang menginjak 15 Tahun tinggiku sekitar 150 cm dengan berat 45 kg.

Jemari tanganku masih terus bekerja selarut ini di depan layar hp. Entah sedang dilanda insomnia atau haya sedang lelah saja. Lelah dengan hal yang selama ini tidak pernah kupikirkan sebelumnya, semenjak dia ada di sampingku selalu.

"By, kok belum tidur?" ada pesan Whatsapp yang masuk. Pertanyaan yang sedang kunantikan dari seseorang yang sudah tiga tahun ini menemaniku.

"Belum ngantuk lex, kamu kenapa belum tidur juga?" tanyaku kembali pada Alexi.

"Bagaimana bisa tidur kalau aby belum tidur?"

"Bisa aja nih bambang, udah bye lex".

Handphone ku langsung saja ku buang diatas tempat tidur, bukan rasa kesal yang ada hanyalah rasa malu seperti seorang gadis yang sedang jatuh cinta pada pria yang lama dinantinya. Tapi dalam hal ini, kisahnya berbeda karena Alexi adalah hanya sahabatku yang sudah menemaniku selama 3 tahun semenjak aku pindah ke Surabaya.

******

"Selamat pagi anak mama yang paling cantik seantero dunia", ujar mama merayu sepagi ini.

"Pagi mamaku cantik yang sekarang makin lebay".

"lebay apa sih nak, kan sama anak sendiri ya dipuji sendiri daripada nggak ada yang muji hehe". Kata mama lagi meledek sembari menyiapkan bekal ku.

"Mama hari ini pulang malam lagi?" tanyaku pada mama yang dari kemarin terlihat lelah karena selalu pulang malam.

"Iya nak, ada urusan kantor yang harus mama selesaikan".

"yaudah ma, jangan lupa makannya ya, pulang langsung pulang".

"loh kok jadi kamu yang ingetin mama? Ya kamu tuh pulang langsung pulang, inget berangkat dan pulang harus sama lexy aja".

KRINGGG KRINGG KRINGG

Yaps, bunyi klakson motor yang seperti tukang roti keliling di perumahan, sudah di depan gerbang sekarang. Aku sudah tidak asing dengan bunyinya.

"Aby....aby...". Tuhkan suara siapa lagi kalau bukan seorang Alexi Pradana.

"Iya nak masuk aja...".

"Pagi tante", sapa Alexi sambil menyalimi tangan mama.

"Pagi lex, tante titip aby ya".

"siapp tante" kata lexi dengan sigapnya.

"Apaan sih,yuk berangkat yuk!"

Kataku dengan nada agak risih melihat manisnya Alexi kepada mama. Bukan risih beneran, sebenarnya dalam hati inginku berteriak "LEXIII AKU KAGUM SAMA KAMU".

Jalanan pagi ini benar-benar menandkan bahwa ini asli pagi yang menyenangkan, aroma tanah bekas hujan turun yang masih menyengat di hidung tapi aku sangat menyukainya. Aspal yang masih basah dengan sedikit runtuhan dedaunan tercecer, angin sepoi yang datangnya membuat perut sedikit terasa ingin mual, dan berboncengan di atas motor dengan seseorang yang selama ini sudah menjadi apapun yang aku minta. Dia bisa menjadi ayah, abang, pacar...eh tapi dia bukan pacarku, dia hanya seorang sahabatku. Sahabat yang membuatku salah menafsirkan rasanya, saat pertama kali ku tebak rasa ini seperti rasa yang orang-orang sebut dengan kata "pacaran" padahal kami hanyalah dua insan berlawan jenis yang berjanji untuk tidak saling jatuh cinta.

"Lex, aby boleh bilang sesuatu ke lexi?" tiba-tiba saja mulut ini bergerak sendiri dan mengagetkan lamunanku.

"Boleh by, ngomong aja..."

"ehm.....anu...itu..".

"Eh by, gedung sekolahnya yang ini kan? Di jalan Purnama kan?" .

"Iya lex, benar lewat sini".

Pertanyaan Alexi yang memotong pembicaraanku sontak saja membuatku sadar memang Alexi dan lahir di Surabaya, akan tetapi dia adalah anak rumahan yang asing dengan jalanan yang jauh dari jarak rumahnya. Padahal kalau dipikir-pikir, yang merupakan pendatang adalah aku, mengapa aku lebih hafal jalan daripada dia. Ya karena karakterku dengan lexi jauh berbeda, aku yang terkenal sangat percaya diri dan suka nongkrong-nongkrong bersama temanku di waktu bosan (walaupun memang lebih banyak waktu bosanku) sedangkan lexi yang sepertinya dalam tubuhnya ada magnet yang terhubung dengan tembok rumahnya sehingga dia tak pernah keluar kemanapun.

"Silahkan turun nona Abigail yang cantik, hati-hati kakinya nggak nyentuh tanah", kata Alexi sembari melirik kakiku dan meledek.

"Iya bapak Alexi yang tingginya dua meter kurang sepuluh senti, biasa aja dong". Kataku ngegas sambil mengetok helmnya.

"Sini aku lepasin helmnya"

"......."

Kami berdua pun memasuki gerbang sekolah yang belum pernah kami datangi sebelumnya. Ini merupakan pertama kami sekolah. Pertama kali kami bersama lagi menginjakkan kaki di sekolah setelah libur panjang kelulusan dari SMP. Masih ku ingat waktu itu...

"Aby, minggu depan MOS kan?"

"Iya, eh bentar lexi kok tahu kalau aby MOS nya minggu depan? Sekolah lexi juga sama minggu depannya?"

"Iya, ini aku barusan daftar sekolah", kata lexi dengan enteng.

"Mana coba aby lihat lembarannya?" tanyaku rada penasaran dengan raut wajah lexi yang seperti itu.

"Lexi sekolah di sekolah yang sama dengan aby?" tanyaku dengan kaget, bagaimana tidak kaget setiap kali aku menanyakan hal ini, lexi selalu mengelak.

"Iya hahaha".

********

"Stop!!!!!!"

Saat aku dan Alexi sedang berjalan menuju ke dalam sekolah, tiba-tiba saja datang seorang satpam dengan membawa spanduk besar bertuliskan "DILARANG PACARAN DI LINGKUNGAN SEKOLAH".

"Lah siapa yang pacaran sih pak? Orang kita mau ikut MOS" tanyaku pada satpam yang mengagetkan kami itu.

"Selamat pagi, pak", salam Alexi pada satpam itu.

"Kalian ya, masih pagi-pagi sudah tahu ini lingkungan sekolah kok sudah pacaran". Tegur satpam itu lagi tanpa menghiraukan salam dari Alexi.

"Kita nggak pacaran pak, darimananya coba....." kataku dengan sedikit kesal.

"Lah itu tadi baru di parkiran aja udah ketawa-ketawa, terus helmnya dilepasin pula, apa itu maksudnya kalau nggak pacaran? Itu tuh lihat rok kamu juga pendek banget nggak tahu aturan disini ya?" Kata satpam lagi dengan bicaranya yang tiada henti sampai kuahnya sampai meluncur ke pipiku. #ewh

"kan emang rok dapet dari sekolah sini pendek pak, dih kayaknya nih orang punya masalah hidup deh".

"hustt by, ehm maaf pak lapangan untuk MOS di sebelah mana ya?", tanya lexi dengan sopannya kepada satpam menyebalkan itu.

Alexi menarik tanganku dan mengajak ke lapangan sesuai yang ditunjukkan oleh satpam tersebut dan menenangkanku agar tidak kesal dengan kejadian tadi. Sebaik itu dia, selalu ramah dan sopan pada orang yang menyebalkan sekalipun. Bahkan aku tidak pernah melihatnya marah. Dia bisa menenangkanku yang cepat tersulut emosi. Semakin menambah kekagumanku padanya.

Aku bersyukur menjadi orang yang menyebalkan,

Karena aku bisa ditenangkan olehmu.

Aku bersyukur menjadi orang yang pendek,

Agar kau bisa selalu menunduk tuk menjagaku.

_______________________________________

Tasta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang