Niall’s POV
Bangun pagi adalah salah satu hal paling memuakkan yang harus kulakukan. Alarm berdering tanpa henti, cahaya menyilaukan masuk lewat celah-celah jendela, udara dingin (di musim dingin pastinya) masuk ke dalam rumah dan menusuk hingga ke tulang, serta teriakkan-teriakkan bagi mereka yang telah bangun untuk membangunkan yang belum bangun. Bisakah pagi hari dihilangkan dan biarkan aku menikmati masa-masa penuh kedamaianku bersendung di alam tidurku....
Oke, aku merasa kalah oleh pagi hari. Aku harus bisa bangun lebih pagi hari ini. Eh, besok tahun baru! Can’t believe! Fireworks party! Salju pun mulai menghilang dari halaman dan berarti… pesta barberque!
Kulangkahkan kedua kakiku menuruni tangga menuju lantai bawah (dengan keadaan setengah sadar dan tanpa kaos). Sungguh aneh. Aku tidak melihat seekor pun para laki-laki itu berkeliaran di dalam rumah. Biasanya mereka selalu berkeliaran bolak-balik dari dapur menuju ruang tengah.
“That’s Jasmin,” ucapku dalam hati ketika aku melihat Jasmin sedang dalam telepon di dalam ruang tengah. Aku bermaksud mendekatinya. Tapi semua kubatalkan ketika cara dan nada bicaranya mulai berbubah dengan orang di seberang sana. Aku tidak mengerti yang dia ucapkan (ya, dia berbicara dalam bahasa Indonesia, mungkin). Tapi aku dapat sedikit mengerti apa yang terjadi.
“I-itu bohong kan, Ma? Itu bohong kan?! Gak! Aku gak percaya! Mama cuma mau nakut-nakutin aku, kan?! Ma, please…..” tiba-tiba kulihat Jasmin terjatuh tak sadarkan diri di atas atas dengan air mata terus mengalir di matanya.
“Jasmin! Hey, are you ok?! Jasmin!” kuoyak-oyak badannya dengan penuh perasaan kaget dan bingung. Apa yang terjadi? Apa yang harus kulakukan?!
“Hey, girl! Wake up!” teriakku semakin panik.
“Niall, what ha– Oh my God! What happen with her?!” Liam, Harry, Zayn, dan Louis datang menghampiriku karena mereka mendengar teriakkanku.
“I-I don’t know. She just talked on her phone and then.. she felt..” Niall, jangan menagis bodoh! Cengeng sekali kau! Aku merasakan jantungku berdetak tak beraturan. Kurasakan rasa takut yang semakin parah setiap aku mengingat ketika dia terjatuh tadi.
“Calm, Niall, calm. We must take her to hospital now!” perintah Louis. Harry menggendong Jasmin dan Louis menyiapkan mobilnya di garasi. Sedangkan Liam dan Zayn mengikuti dari belakang. Ketika aku akan mengikuti mereka keluar, aku merasa ponsel Jasmin masih terus berbunyi.
“He-hello,” jawabku mengangkat panggilan dari seberang sana. Jasmin’s Mom.
“Who are you?!” tanya suara tersebut dengan sangat kaget.
“It-it’s me, Niall,”
“Niall? Oh my God! Are you with Jasmin now? Where is she?” suaranya terdengar sangat panik.
“She’s….. co-collapse Mrs. Lareina,” lanjutku. Tidak ada jawaban darinya. Aku menunggu respon dari seberang sana tapi hasilnya nihil. Telepon ini berujung dari nada yang hanya diam tanpa jawaban.
.
.
Kami berlima duduk di kursi yang terletak di depan kamar bernomer 13. Dan tentu saja masih menunggu dokter itu keluar dari kamar membawa berita baik. Aku menunduk sambil meremas celanaku. Kali ini aku benar-benar takut.
“She’s will be ok, Niall,” ucap Liam yang menepuk pundakku dan berusaha menenangkanku. Sebelum aku sempat menjawab, dokter keluar dari kamar itu.
“How?” tanyaku dengan cepat dan berdiri di depannya.
“Jantungnya kembali bermasalah,” ucap dokter itu sambil memeriksa dokumen di tangannya. Aku kaget. Tak bisa berkata apa-apa. Aku lupa. Benar-benar lupa tentang keadaan jantung Jasmin selama ini.
“Tapi kali ini tidak membahayakan. Dia hanya deman parah. Tak berkaitan dengan jantungnya,” senyum dokter itu.
YOU ARE READING
When Asphodel Start to Bloom
FanfictionJasmin Aline Lareina, seorang gadis yang sangat menyukai One Direction. Menjadi seorang gadis biasa adalah kesehariannya. Tapi apa yang akan terjadi ketika laki-laki pujaan hatinya, Niall Horan, bertemu dengannya dan semakin lama sebuah perasaan 'an...