° 06 °

268 70 2
                                    

"Bajingan," Juna menggeram pelan.

Ternyata semesta memang sedang tidak berpihak padanya. Kesialannya benar-benar terus berlanjut. Ia tahu itu, maka dari itu dia sedari tadi meyakinkan dirinya bahwa ia akan menang. Namun sayang sejuta sayang, Juna harus menerima kekalahan dan menekan harga dirinya untuk berkenalan dengan gadis petinju yang tadi bermain.

Juna akui, permainan gadis itu hebat. Ia bisa memukul telak lawannya, padahal fitur lelaki itu 2x besar sang gadis.

"HAHA," Gyan menertawakan Juna yang kalah dalam permainan 3 ronde.

"Semangat ya bro, kata orang sini cewe tadi galak," Gyan menyikut pelan Juna.

"Bilang aja lo yang mau kenalan Gy," Kevin menyahut temannya itu.

"Selera gue si, tapi gue kan mau nemenin lo ngejomblo Bang," Gyan menaik turunkan alisnya mengejek Kevin.

"Lo coba aja pake topik pertandingan dia minggu depan sama Pepeng, laki-laki yang pake baju biru di sana," Yuqi bersuara dengan menunjuk seorang laki-laki yang tak jauh dari meja mereka.

"Ya paling lo di kacangin," Chani ikut menyahut.

"Wah wah, kayaknya lo semua udah kenal sama cewe itu," Gyan menatap teman-temannya heran.

"Ngga, cuma Chani pernah mau kenalan terus ga di sautin," Lucas meyahut dengan kekehan di akhir kalimatnya.

Chani menanggapi Lucas dengan memukul belakang kepala laki-laki itu. Sang atlet malah merasa puas dengan hinaannya dan tertawa semakin keras.

"Gue si tadi cuma ga sengaja denger orang ngomongin jadwal dia," Yuqi mengedikkan bahunya.

Juna tidak mau mendengar keributan orang-orang yang baru dikenalnya itu lebih lama. Ia beranjak ke belakang ring, tempat para petarung berada.

Ternyata tidak sulit menemukan gadis itu, ia duduk sendiri pada salah satu kursi panjang yang tersedia. Gadis itu tampak sedang mengatur nafasnya dengan mata terpejam, tidak merasakan kedatangan Juna yang telah berdiri di depannya.

Gadis itu membuka matanya menatap Juna, "Kenapa?" tanyanya.

"Gue Juna, lo?" laki-laki itu bertanya singkat yang hanya di balas sang gadis dengan mengangkat satu alisnya.

"Nama lo siapa?" Juna mengulang cara bertanyanya walau sudah menahan kesal dalam hati.

Gadis itu tetap terdiam menatap Juna datar. Sang gadis berpikir bahwa laki-laki di depannya hanya membuang-buang waktunya.

Juna memutar otaknya, mencari cara untuk mendapatkan perhatian gadis di depannya. Gadis ini ternyata memang benar sulit untuk didekati, dia bukan tipe gadis kebanyakan di arena itu yang selalu jatuh hati pada laki-laki tampan. Mengingat jika tidak bisa dipungkiri bahwa wajah Juna tampan. Ia mengedarkan pandangan dan berhasil mendapatkan ide cemerlang.

"Itu laki-laki di sana yang pake baju biru, lawan lo minggu depan kan. Dia ada cedera kaki kanan, di lihat dari cara jalannya mungkin baru 2 minggu yang lalu. Kalau diperhatikan dari caranya ngomong, dia orang yang bersemangat dan suka memaksakan kehendak, jadi ia pasti bakal tanding minggu depan. Ia bakal bilang kalau baik-baik aja, padahal kondisinya masih buruk. Jadi itu titik lemahnya, tepatnya di lutut sama pergelangan kaki," Juna berucap panjang lebar.

Laki-laki itu pikir, gadis dingin dan datar kemungkinan memiliki kepribadian lain yang dapat di sentuh. Juna memilih bahwa gadis di depannya cukup pintar dan seorang pengamat. Saat gadis ini bertading tadi, Juna sempat memperhatikan cara bertandingnya yang memilih untuk mempelajari lawan terlebih dahulu dibanding langsung menyerang.

Bitter PunchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang